Kelompok 3
Nama Anggota:
1. Dheananda Ardilla Fahmy (212111008)
2. Mahesa Atila Dewanta (212111010)
3. Khotimatun Sangadah (212111015)
4. Sabrina Putri Septiana (212111017)
1. Pluralisme hukum (legal pluralisme) diartikan sebagai keragaman hukum. Pluralisme hukum adalah hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial.Sedangkan Progresif Law adalah pendekatan dalam praktik hukum yang menekankan pada reformasi dan perubahan positif dalam sistem hukum.
2. Karena di Indonesia menganut tiga sistem hukum yakni sistem hukum Adat, sistem hukum Islam dan hukum Barat, ketiga hukum tersebut saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain mereka saling beriringan menggapai tujuan yang sama, namun di dalam perjalananya mereka mengikuti aturan yang terdapat di dalam hukum tersebut.
3. Pluralisme ini sangat mempengaruhi sentralisme, bahwa masyarakat memilih cara hukumnya sendiri sesuai dengan rasa keadilan dan kebutuhan mereka sendiri sendiri. Maka dari itu seharusnya konsep pluralisme ini dihilangkan demi terciptanya sentralisme hukum.
Progressive ini sangat berpengaruh terhadap terciptanya hukum, dimana hukum terbentuk atas perilaku manusia kemudian terciptanya hukum, jadi tidak setuju apabila hukum diciptakan untuk manusia. Hal ini juga mempengaruhi sentralisme hukum dimana hukum kemudian menjadi terbagi-bagi penciptaannya karena yang menciptakannya berbeda-beda.
4. Menurut pendapat kelompok kami, keberadaan legal pluralisme dalam masyarakat Indonesia dapat dipakai untuk mengangkat kembali keberadaan hukum adat, dalam upaya untuk melindungi sumber daya alam yang dimiliki masyarakat adat dari perampasan-perampasan yang diabsahkan hukum negara. pluralisme hukum dipakai untuk mendorong pengakuan keberadaan masyarakat adat oleh negara.
5. Menurut pendapat kelompok kami, mengapa progressive law di indonesia berkembang, jadi Pada intinya gagasan Hukum Progresif ingin mendorong komunitas pekerja hukum untuk berani membuat terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia dan tidak hanya Penerapan hukum progresif oleh hakim untuk mewujudkan keadilan sosial adalah melalui metode penemuan hukum yaitu interpretasi dan argumentum, dengan menempatkan keadilan sosial masyarakat di atas peraturan perundang-undangan. sehingga dengan adanya paradigma hukum progresif ini, kita semua para penegak hukum (terutama hakim) dituntut untuk merubah cara berpikirnya "yang lama" yang selama ini selalu penuh dengan aroma paradigma positivisme. Karena salah satu sumber yang menyebabkan tidak bekerjanya hukum sebagaimana mestinya. Sehingga saat ini sudah saatnya para penegak hukum yang betul-betul ingin melihat hukum berdiri di atas sendi-sendi kebenaran untuk berani memulai dengan paradigma hukum progresif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI