Mohon tunggu...
Khotimah Nur W
Khotimah Nur W Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Walisongo Semarang

Mahasiswi Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Efektifkah Ekstrak Kayu Manis sebagai Pencegah Ketengikan Minyak Goreng?

26 Mei 2022   08:48 Diperbarui: 26 Mei 2022   09:10 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia saat ini menempati peringkat pertama dalam hal produksi kelapa sawit terbesar di dunia. Indonesia menyumbang sebesar 54 persen dari total 64 juta ton produksi sawit dunia. Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) luas perkebunan kelapa sawit telah berkembang pesat, yang dulu pada tahun 1980 hanya seluas 300 ribu hektar sekarang menjadi 16,1 juta hektar, dan dari luas tersebut pada tahun 2021 dapat memproduksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) Indonesia sebanyak 46,88 juta ton.

Berdasarkan data Kementrian Pertanian Republik Indonesia tahun 2021, luas lahan beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagai berikut, Riau (2.895.083 hektar), Sumatera Utara (1.345.783 hektar), Kalimantan Barat (2.070.272 hektar), Kalimantan Tengah (2.049.790 hektar), Kalimantan Timur (1.333.905 hektar), dan Sumatera Selatan (1.215.476 hektar).

Selain 6 wilayah tersebut, masih ada beberapa daerah di Indonesia yang dikenal sebagai daerah perkebunan kelapa sawit diantaranya Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan lain sebagainya.

Namun di balik melimpahnya hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia, permasalahan kenaikan harga minyak goreng justru terjadi akhir-akhir ini. Mahalnya minyak nabati ini menjadi ironi di Indonesia, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan juga memiliki area perkebunan kelapa sawit yang lebih luas dibandingkan dengan negara-negara penghasil kelapa sawit lainnya.

Menurut pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Rossanto Dwi Handoyo S.E., M.Si., Ph.D. kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia dikarenakan saat ini harga minyak kelapa sawit di pasar dunia sedang mengalami kenaikan dari $1100 menjadi $1340. Akibatnya, para produsen minyak goreng pun lebih memilih untuk menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Sedangkan faktor yang lainnya yaitu akibat adanya program B30 pemerintah. Program ini mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Sehingga konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel.  

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia mengatakan bahwa kelangkaaan minyak goreng memberikan pengaruh yang sangat besar bagi  masyarakat, diantaranya munculnya panic buying yang mana hal tersebut disebabkan karena perasaan takut kehabisan minyak goreng sehingga secara tidak sadar membeli minyak tersebut dalam jumlah banyak atau menimbunnya. Selain itu, kelangkaan minyak goreng juga menyebabkan terhambatnya UMKM khususnya pedagang gorengan dan kerupuk. Mereka terpaksa menaikkan harga jual, karena pilihannya hanya ada dua, menurunkan kualitas dan kuantitas atau menaikkan harga.  

Sulitnya mendapatkan minyak goreng yang merupakan media penghantar panas untuk memasak bahan makanan, sebagian masyarakat akhirnya mengambil alternatif berupa penghematan dengan cara menggunakan minyak goreng secara berulang kali. Ada pula sebagian masyarakat yang memilih alternative lain yaitu tidak memasak makanan dengan cara digoreng melainkan dengan cara direbus, dikukus atau yang lainnya. Dari kedua alternatif tersebut, 78 persen masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih untuk menggunakan minyak goreng secara berulang hingga warnanya mendekati hitam karena menurut mereka, makanan yang dimasak dengan cara direbus atau dikukus itu kurang sedap .

Keputusan memilih alternatif tersebut, menurut kesehatan itu salah dan berbahaya bagi kesehatan karena pada dasarnya penggunaan minyak goreng secara berulang menyebabkan kerusakan pada minyak yang ditandai dengan timbulnya ketengikan (Rancidity). Ketengikan merupakan istilah off-odor atau off flavor yaitu timbulnya rasa atau bau yang tidak diinginkan akibat proses oksidasi yang dialami oleh minyak goreng.  Selain menyebabkan ketengikan. Penggunaan minyak goreng secara berulang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya bagi tubuh, diantaranya:

  • Infeksi bakteri. Minyak goreng yang sudah dipakai berkali-kali akan menjadi sarang perkembangbiakan berbagi jenis bakteri. Salah satunya yaitu Clostridium botulinum, bakteri penyebab penyakit botulisme. Bakteri tersebut berkembang biak dengan memakan partikel dan remahan sisa gorengan yang ada pada minyak. 
  • Meningkatkan risiko kanker. Selain infeksi bakteri, minyak jelantah juga menjadi sumber radikal bebas. Radikal bebas ini akan ikut terserap ke dalam makanan yang digoreng, kemudian masuk dan menyerang sel-sel yang ada di dalam tubuh. Zat tersebut akan menjadi karsinogen penyebab kanker.  Semakin sering menggoreng dengan minyak jelantah, semakin banyak pula radikal bebas yang menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan mutase gen kemudian sel dalam tubuh akan berubah menjadi sel kanker.
  • Meningkatnya risiko penyakit degeneratif. Menurut penelitian para ahli dari University of the Basque Country Spanyol, minyak jelantah mengandung senyawa organik aldehid. Senyawa ini dapat berubah menjadi zat karsinogen dalam tubuh manusia. Selain itu, aldehid bisa memicu penyakit degeneratif atau penyakit yang terjadi karena perubahan fungsi atau struktur yang mengakibatkan perubahan jaringan dan organ selama waktu tertentu. Contoh beberapa penyakit degeneratif yaitu penyakit jantung, Alzheimer, dan Parkinson.
  • Kelebihan berat badan atau obesitas, Bahaya minyak jelantah yang tidak disadari yaitu kadar kalori dan lemak trans yang akan terus meningkat yang akan memicu kelebihan berat badan bahkan sampai obesitas. Obesitas sendiri bisa menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes. Selain menyebabkan komplikasi penyakit serius, obesitas juga dapat memicu gangguan psikologis, seperti stress dan depresi 

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan minyak jelantah yaitu dengan melakukan pemurnian terhadap minyak jelantah tersebut, agar diperoleh minyak yang layak digunakan kembali. Proses pemurnian minyak jelantah dapat mempertahankan mutu dan kualitas minyak yang dapat dilakukan melalui proses adsorpsi atau proses pemisahan komponen dari satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan bobot molekul yang pada akhirnya menyebabkan sebagian molekul terikat pada permukaan.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk pemurnian minyak jelantah yaitu diawali dengan proses penghilangan bumbu (despicing), kemudian proses netralisasi dan proses pemucatan (bleaching) (Ahmad , 2016). Dalam proses pemurnian dibutuhkan bantuan senyawa antioksidan yang dapat mencegah dan menghambat proses reaksi oksidasi , yang dapat menyebabkan kerusakan seperti ketengikan, perubahan warna, dan aroma pada minyak goreng. Senyawa antioksidan ini dapat menurunkan kadar bilangan peroksida dan asam lemak bebas pada minyak jelantah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun