Mohon tunggu...
Siti Khotimah
Siti Khotimah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Menulis adalah kegiatan budaya manusia untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, diri sejati yang tersembunyi dan bahasa yang tersembunyi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menyoal Konsorsium 303: Perempuan Rawan Menjadi Korban Perdagangan Manusia

15 Oktober 2022   10:00 Diperbarui: 15 Oktober 2022   17:39 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu konsorsium 303 ramai mencuat pasca kejadian pembunuhan ajudan Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yakni Brigadir Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau akrab dengan sebutan Brigadir J.  Pasalnya dalam grafik konsorsium 303 menyeret nama Ferdy Sambo dan beberapa petinggi Polri serta pengusaha menjadi pelaku dari usaha illegal tersebut.

Istilah konsorsium 303 ini daimbil dari pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian. Dugaan bisnis illegal konsorsium 303 ini menyangkut tentang perjudian online, prostitusi, penyelundupan suku cadang palsu, solar subsidi, minuman keras, hingga tambang illegal ini sudah menjadi dugaan yang dilaporkan oleh Ketua IPW (Indonesian Police Watch) Sugeng Teguh Santoso.

Sugeng menduga markas judi online Konsorsium 303 ini berada dekat dengan kantor Mabes Polri hanya berjarak 200 meter, tepatnya di Jalan Gunawarman Nomor 1, Jakarta Selatan.

Dugaan Kaitan TPPO melalui Konsorsium 303

Konsorsium 303 tidak hanya berfokus pada bisnis perjudian online, melainkan terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal tersebut diungkapkan oleh kepala pusat Migrant Care, Anis Hidayah. Anis mengatakan bahwa banyak sindikat TPPO di berbagai daerah selalu back upannya polisi dan militer, sehingga itulah yang menjadi hambatan dari pendanganan TPPO di Indonesia. Anis juga menyinggung ada korban kasus TPPO di Kamboja pada tahun 2021 sebanyak 199 orang yang berhenti pengusutannya karena kuatnya backingan dari aparat keamanan tersebut.

Selaras dengan pernyataan ketua IPW Sugeng, ia menduga ada aliran dana konsorsium 303 ini kepada anggota Polri. Beberapa anggota Polri tercatat menerima aliran dana dari bisnis illegal tersebut. Seperti yang tercatat dalam sebuah dokumen terdapat aliran dana ke beberapa petinggi Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih.

Terdapat empat orang perwira menengah dan dua orang perwira tinggi di Satgasuss Merah Putih diduga menerima aliran dana ini. Seorang perwira tinggi bintang satu di satuan Densus 88 menerima Rp 21 juta untuk pembelian cerutu, dan satu perwira menengah berpangkat Kompol di Polda Metro Jaya menerima dana Rp 77,5 juta untuk pembelian minuman dan keperluan lainnya. Lalu satu perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal menerima dana Rp 560 juta untuk perjalanan ke Eropa.

Tercatat pula, seorang anggota Polda Metro Jaya berpangkat AKBP menerima Rp 22,8 juta. Dan seorang perwira berpangkat komisaris besar di Mabes Polri menerima Rp 145,5 juta untuk tiket dan keperluan lain. Kemudian satu anggota Satgasus lainnya berpangkat Kombes menerima Rp 11,18 juta. Selain yang disebutkan diatas, masih banyak aliran dana lainnya dari Konsorsium 303 yang diduga juga masuk ke kantong anggota kepolisian. Beberapa di antaranya, yakni keperluan minuman Rp 37,5 juta, siber Rp 310 juta,  televisi Rp 14,5 juta, dan penangan kasus di Medan Rp 386 juta.

Hal tersebut tidak menutup kemungkinan betapa kuatnya kaitan antara tindak perdagangan orang yang didalangi oleh Konsorsium 303. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri, tahun 2022 terhitung banyak warga Indonesia yang terjerat dalam kasus perdagangan orang. Tercatat di Kamboja sebanyak 422 orang, Myanmar 142 orang, Filipina 97 Orang, Laos 35 Orang dan Thailand 21 Orang. Anis juga mengatakan sebagian mereka ada yang belum dievakuasi karena terhambat sistem monarki di negara tersebut.

Negara-negara diatas merupakan negara yang sudah mempunyai blacklist yang rawan akan kasus perdagangan orang, bahkan khusus kasus judi online ini menyasar pada warga Indonesia, sasaran empuk untuk Indonesia menjadi pasar judi online tersebut. Aliran dana perdagangan orang disinyalir untuk mendukung bisnis illegal tersebut. 

Konsorsium 303: Perempuan Rawan Menjadi Korban Perdagangan Manusia

Menurut Sekretaris Umum KOPRI PB PMII Nova Supensi, dalam sebuah diskusi menyoal Konsorsium 303, ia mengatakan bahwa dari kasus yang sedang beredar memang tidak menyebutkan berapa jumlah korban perempuan dan berapa laki-laki. Tapi ia meyakini pasti ada sebagian perempuan di dalamnya, apalagi perempuan sebagai target pasar dari kasus perdagangan orang.

Imayati Kalean selaku sekretaris umum Kohati PB HMI membeberkan fakta mengenai Konsorsium yang menggeliat dalam perjudian online, seringkali perempuan terjerat dalam bisnis tersebut. Perempuan-perempuan di iming-imingi gaji besar, lalu ia jadikan sebagai orang yang dipasang di iklan judi online, tidak jarang mereka mengeksploitasi tubuh perempuan untuk kebutuhan iklan agar menarik konsumen lainnya. Bahkan ada sebagian pekerja perempuan yang difungsikan sebagai operator dari judi online tersebut.

Selain itu pada kasus perdagangan orang yang umum kita ketahui, bahwa banyak mucikari dan mafia perdagangan orang sering menyasar pada kaum perempuan. Karena perempuan mudah ditempatkan di sektor domestic, seperti menjadi pembantu rumah tangga, karyawan pabrik sampai pada pekerja seks komersil.

Jika memang Konsorsium 303 terbukti mendalangi kasus perdagangan orang, maka sudah dipastikan dugaan kita selama ini tentang sulitnya memberantas kasus perdagangan orang di Indonesia yang terus meningkat, karena pelakunya adalah dari penegak hukum itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun