Pemberontakan tanggal 30 September 1965 adalah penculikan 6 perwira tinggi TNI AD dan 1 Letnan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai Gerakan 30 September pada 1 Oktober 1956 dini hari.
Pemberontokan tersebut dipimpin oleh D.N. Aidit untuk menggulingkan presiden Soekarno dan menjadi ideologi komunis sebagai dasar negara Indonesia. Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara komunis gerakan ini sudah sejak lama menghasut dan memprovokasi masyarakat Indonesia agar mendapatkan dukungan penuh untuk bisa merubah ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.
Pada tahun 1965 PKI merupakan salah satu partai besar yang ada di Indonesia dan dengan situasi yang penuh gejolak dan dengan konflik yang terjadi yang membutuhkan banyak sukarelawan. PKI mengusulkan kepada pemerintah untuk bisa membentuk Angkatan kelima selain adanya Angkatan darat, Angkatan laut, Angkatan udara, TNI, dan Polisi.
Angkatan kelima ini berisi petani dan buruh yang dipersenjatai sehingga menimbukan konflik di kalangan pimpinan TNI dan Angkatan darat karena unsur ini dapat di manfaatkan oleh PKI untuk merebut kekuasaan. Oleh karena itu, Angkatan darat menolak usulan tersebut.
Pemberontakan Partai Komunis ini telah melanggar ideologi Pancasila karena PKI tidak percaya dengan adanya agama sehingga mereka menjadi cenderung atheisme dan hal ini yang membuat mereka sangat bertentangan dengan dasar negara Pancasila terutama pada sila pertama yang memiliki nilai kebebasan setiap negara untuk memilih agama dan keyakinan nya masing-masing.
Pada masa revolusi, PKI menjadi salah satu kekuatan politik yang berpengaruh dalam pemerintahan Republik Indonesia. PKI mampu menempatkan kader-kadernya untuk duduk dalam pemerintahan, salah satunya Amir Sjarifuddin. Bahkan, Amir Sjarifuddin menjabat Perdana Menteri Indonesia.
Akan tetapi, pada masa Kabinet Hatta golongan kiri (PKI) tersingkir dari pemerintahan. Kondisi tersebut terjadi karena pada masa Kabinet Hatta pemerintah mengurangi pengaruh kiri dalam tubuh angkatan perang.
Kepemimpinan PKI terus menerus memfitnah ABRI khususnya TNI AD yang dianggap sebagai penghambat berjalannya program nya tersebut untuk merubah negara Indonesia menjadi negara komunis dengan cara melancarkan isu dewan jenderal yang tujuannya untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada TNI AD dan mengadu domba antara TNI AD dengan Presiden Soekarno.
Menjelang tanggal 30 september Presiden Soekarno mulai jatuh sakit dan membuat isu perebutan kekuasaan semakin tinggi, walaupun sebenarnya pada saat itu Presiden Soekarno hanya sakit ringan saja. Pada saat itu juga PKI mulai melakukan rapat untuk melancarkan aksinnya dengan cara menculik para perwira TNI AD yang anti komunis.
Saat itu biro khusus PKI yaitu Sjam Kamaruzaman dan Letkol Untung telah menyusun nama-nama yang menjadi target penculikan mereka dan pada saat itu pula telah berhasil mengumpulkan prajurit yang telah menjadi pembelot sekitar 2.130 orang dan kekuatan sipil serta ormas pendukung lain sekitar 2000 an orang.