Lingkungan sekolah yang kurang mendukung perilaku positif, seperti lemahnya penerapan aturan atau kurangnya pengawasan dari pihak sekolah, menjadi pemicu terjadinya bullying. Tradisi senioritas yang tidak terselesaikan dengan baik sering kali menormalisasi perilaku bullying, sehingga siswa merasa sah melakukan tindakan tersebut. Ketidakpedulian sekolah terhadap laporan bullying juga memberikan sinyal kepada pelaku bahwa tindakan mereka tidak memiliki konsekuensi serius.Â
- Faktor Lingkungan Sosial atau Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku siswa. Anak-anak cenderung meniru perilaku teman-teman mereka, terutama jika kelompok tersebut memiliki kecenderungan berperilaku negatif, seperti berkata kasar, bolos sekolah, atau bersikap agresif. Dalam kasus tertentu, tekanan dari kelompok sebaya ini bahkan membuat anak yang awalnya tidak memiliki kecenderungan menjadi pelaku bullying ikut terlibat untuk mendapatkan pengakuan.Â
- Faktor Media
Pengaruh tayangan media massa, seperti televisi atau konten media sosial, sering kali menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk meniru perilaku agresif yang mereka lihat. Tayangan yang menampilkan adegan kekerasan atau konflik sering kali diterima anak sebagai sesuatu yang normal. Akibatnya, mereka cenderung mengaplikasikan perilaku serupa dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di lingkungan sekolah.Â
- Faktor Kepribadian IndividuÂ
  Beberapa siswa memiliki kecenderungan perilaku agresif yang berasal dari sifat kepribadian tertentu, seperti rendahnya empati atau kurangnya kemampuan pengendalian diri. Hal ini diperparah jika anak menghadapi tekanan emosional atau stres yang tidak terselesaikan, membuat mereka lebih mudah melakukan tindakan bullying sebagai mekanisme coping.Â
- Faktor Budaya dan Masyarakat
  Budaya kekerasan yang ada dalam masyarakat, seperti prasangka, diskriminasi, atau konflik sosial, turut membentuk perilaku anak di sekolah. Lingkungan masyarakat yang tidak aman, baik secara sosial maupun ekonomi, menciptakan tekanan tambahan pada anak, yang dapat berdampak pada perilaku mereka di lingkungan sekolah.Â
Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa perilaku bullying tidak hanya disebabkan oleh satu aspek saja, melainkan merupakan hasil dari interaksi berbagai elemen dalam kehidupan siswa. Oleh karena itu, intervensi yang efektif membutuhkan pendekatan menyeluruh yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
SIMPULAN
Bullying di sekolah terjadi akibat kombinasi berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor keluarga, seperti ketidakharmonisan, kurangnya perhatian, dan pola asuh yang kurang tepat, menjadi salah satu penyebab utama yang membuat anak lebih rentan menjadi pelaku maupun korban. Lingkungan sekolah juga memiliki pengaruh signifikan, terutama jika pengawasan kurang, aturan tidak diterapkan dengan tegas, atau adanya tradisi senioritas yang tidak terselesaikan. Kondisi ini memberikan ruang bagi bullying untuk tumbuh tanpa pengendalian yang memadai.
Selain itu, lingkungan sosial, khususnya pengaruh teman sebaya, sering menjadi pendorong perilaku bullying, baik secara langsung maupun tidak langsung. Media massa juga memainkan peran, di mana paparan terhadap konten kekerasan sering kali diadopsi oleh siswa. Faktor kepribadian, seperti rendahnya empati dan lemahnya kemampuan pengendalian diri, turut memperparah masalah ini. Bahkan budaya dan norma masyarakat yang tidak mendukung perilaku positif dapat memperburuk situasi.
Untuk mengatasi bullying secara efektif, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Fokus utama harus diarahkan pada upaya pencegahan serta pembentukan karakter positif siswa guna menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H