Tren sebuah makanan semakin hari semakin berkembang, 'kekinian' adalah istilahnya. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk membuat suatu usaha dengan memanfaatkan peluang ini sekreatif mungkin agar mendapatkan perhatian khusus dan berujung dengan keuntungan yang melimpah bahkan sampai bisa di franchise. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas makanan disuatu daerah tertentu yang terbilang aneh dan menurunkan selera makan orang lain, karena tidak semua orang bisa memakan makanan dari daerah tersebut, dari situlah tercipta makanan fusion. Apa itu makanan fusion?
Fusion food popular dengan sebutan east meet west adalah makanan kombinasi dari beberapa makanan yang dipadupadankan menjadi satu makanan dan akan menjadi satu jenis makanan yang baru dengan cita rasa yang baru atau bisa juga masih sama tetapi terasa berbeda.
Contoh kecil dari fusion food adalah rendang sushi, kue lumpur matcha, kue cubit red velvet, kue lumpur oreo, dadar gulung keju, dan lain-lain. Ada pula makanan instant yang di fusion, seperti donat Indomie, atau keripik pisang dengan rasa cheddar cheese. Sebagian besar masyarakat lebih mengetahui dan menyebutnya dengan "makanan tradisional dengan gaya modern". Makanan yang telah dicontohkan dikalimat sebelumnya adalah contoh kecil dari adalah makanan fusion, makanan khas Indonesia dengan cita rasa luar negri.
Kue Cubit Red Velvet dengan topping Fruit Loops dan Marshmallow
source: https://m.qraved.co/journal/restaurants/8-kue-cubit-paling-trending-di-tahun-2015/
http://lemarivirtualnews.blogspot.com/2015/06/surabi-teras-kudapan-tradisional.html
Sulit menemukan jajanan atau makanan khas di suatu daerah? Apa penyebabnya?Â
Maraknya makanan 'fusion' ini menyebabkan tersingkirnya makanan khas di suatu daerah tertentu khususnya di daerah tujuan wisata (DTW). Biasanya kawasan wisata hanya menyediakan jajanan khasnya di tempat tertentu. Contohnya seperti di Bandung, khususnya jika berada di kotanya. Kebanyakan jajanan khas Bandung hanya tersedia di tempat yang menjual oleh-oleh, sedangkan makanan khas Bandungnya dijual didalam kios-kios yang khusus menjual oleh-oleh khas Bandung, wisatawan biasanya sulit untuk menemukan makanan yang memang masih asli dan bukan makanan fusion dipinggir jalan (kecuali didalam kios, sekalipun kios juga banyak yang menjual makanan fusion).Â
Umumnya yang lebih mengetahui dimana lokasi tempat menjual makanan yang masih khas hanyalah warga Bandung saja, sedangkan jika hanya wisatawan hanya berkunjung selama beberapa hari atau sebentar tentunya tidak akan mengetahuinya, apalagi jika tidak bertanya kepada penduduk sekitar dan sebelum perjalanan tidak mencari tahu mengenai wisata kulinernya. Berikut ini beberapa kuliner yang sudah jarang ditemukan ditemukan diBandung: Nasi Tutug Oncom, Serabi Gula (tanpa topping, ataupun varian rasa), Lotek, Ulukutek Leunca, Tutut, Wajit, Colenak, Es Lilin, dan lainnya.
https://hello-pet.com/5-wisata-kuliner-di-lembang-yang-wajib-kamu-coba-1536548
https://tututuyutbdg.blogspot.com/2016/12/tutut-uyut-bandung.html
Sebagian besar dari makanan tersebut sudah tersingkirkan dengan eksistensi makanan fusion. Wisatawan pun jadi tidak tahu atau bahkan menganggap makanan ini aneh dan tidak doyan karena rasanya berbeda dengan makanan fusion, karena pada umunya makanan fusion pasti menggunakan topping dan varian rasa yang hampir sama seperti coklat, keju, atau  matcha/greentea sehingga rasa yang original seharusnya justru tersingkirkan dengan varian rasa seperti ini.Â
Masih dalam contoh kasus Bandung, kios-kios makanan tradisional jarang ditemukan di perkotaan Bandung, kebanyakan oleh-oleh tradisionalnya dijual di daerah Cimenyan, Ciburial, dan yang lebih agak sedikit terkenal seperti Lembang dan sekitarnya. Justru kios oleh-oleh Bandung kios system yang sudah modern juga dengan kebanyakan yang dijual adalah makanan fusion yang besar adalah dikotanya, contohnya: Kartika Sari
https://indrakh.wordpress.com/2008/11/05/pasar-kosambi-surga-penganan-bandung/
https://alampriangan.com/oleh-oleh-khas-bandung-kartika-sari-bandung/
Lalu mengapa makanan seperti ini justru kian berkembang?
Masyarakat justru membuat inovasi dari makanan tradisional daerahnya demi mendatangkan wisatawan juga perhatian masyarakat sekitar. Pergerakan zaman justru menyebabkan masyarakat menjadi beradaptasi terhadap makanan kombinasi seperti ini, makanan asli dengan rasa original malah dianggap aneh rasanya dan tidak menggugah selera nafsu makan khususnya bagi para wisatawan yang datang dari kota-kota besar dan ingin berwisata ketempat-tempat yang lebih terpencil dan kurang akrab terhadap rasa berbeda yang diciptakan pada setiap makanan. Wisatawan yang datang kebanyakan justru mencari makanan yang lebih bisa diterima dilidah mereka dibandingkan dengan memamakan makanan yang ada.Â
Pada era ini juga generasi milenials lebih akrab terhadap jajanan sebagai cemilan yang dimakan hingga kenyang dibandingkan dengan makanan pokok, tentunya sangat tidak sehat. Salah satu perubahan yang terlihat adalah selera makanan masyarakat berubah dari tradisional ke makanan asing yang akhirnya menjadi trend dan di-'naturalisasi' dengan cara memfusion makanan tradisional ini, jarang memakan makanan pokok dan terbawa era modern lebih sering membeli makanan diluar yang menyebabkan menjamurnya makanan fusion modern dan menyingkirkan rasa khas makanan tradisional.
Lalu apa dampak sosialnya?
Terdapat dampak sosial negatif dan positif yang dapat disimpulkan, mari mulai dengan dampak negatifnya terlebih dahulu, dimulai dari trend wisatawan sekarang yang berburu suatu hidangan sampai mencarinya kemana-mana dan tidak segan sekalipun untuk membayar mahal hidangannya. Tipe wisatawan lainnya adalah mereka yang makan bukan hanya untuk mengenyangkan perut tetapi juga untuk menikmati penyajian atau suasana yang berbeda sebagai bagian dari pengalaman.Â
Banyak tempat makan yang dibuat dengan konsep berbeda dengan sengaja mempunyai ciri khas dan kualifikasi masin-masing sang owner demi mendapatkan perhatian masyarakat, kedai, warung, caf, restaurant, dessert house, laboratory, dll dengan inti yang sama yaitu: tempat makan. Namun tidak seluruh usaha makanan seperti ini sukses, lebih banyak yang gagal karena terkadang wisatawan yang sudah sengaja menyempatkan waktu untuk datang demi makanan ini berekspektasi tinggi terhadap hidangan di daerah tertentu justru merasa rasanya tidak enak dan tidak menggugah selera makan,
 presentasi makanan yang baik belum tentu akan menghasilkan rasa makanan yang enak juga.
Dari sinilah bermunculan wisatawan yang lebih memilih untuk memakan makanan yang khas dari suatu daerah, namun sudah sulit ditemukan karena termakan oleh perkembangan jaman, biasanya yang menjual makanan khas ini kebanyakan adalah orang tua. Penggemar makanan tradisional juga didominasi oleh orang dewasa dan orang tua, anak-anak mudanya tidak berselera mencoba karena perlahan tergerus dan tersisihkan seiring dengan perkembangan waralaba kuliner fusion, karena menurunnya minat pembeli makanan tradisional, sehingga produksinya berkurang, dan keberadaannya pun perlahan menghilang.
Sedangkan dampak positifnya adalah banyaknya usaha-usaha kecil masyarakat yang menjamur dengan berjualan makanan fusion karena sangat laku, beberapa dari masyarakat yang sukses mengembangkan makanan fusion ini bahkan bisa sampai membuka cabang-cabang/franchise di kota lainnya, salah satu yang paling terkenal di Bandung adalah Soerabi Enhaii yang kini telah membuka cabang diluar kota.Â
Peluang ini juga banyak dimanfaatkan oleh kalangan artis, blogger, atau orang terkenal lainnya menjadi bisnis-bisnis yang menjajikan dan di re-branding menjadi makanan khas disuatu diaerah yang tidak segan-segan sampai membawa nama kotanya meskipun terbilang makanan fusion diantaranya ada Bandung Makuta, Jogja Scrummy, Medan Napoleon, Malang Strudel, Bogor Raincake, dan lain-lain. Padahal aslinya? Apakah makanan ini masih bisa disebut makanan tradisional khas disuatu daerah? Tidak. Ini adalah makanan fusion, bukan makanan asli khas  buatan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H