Mohon tunggu...
Khomsatun Rokhyati
Khomsatun Rokhyati Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Literasi dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja ku dengannya

24 Januari 2025   20:04 Diperbarui: 25 Januari 2025   02:55 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada rindu yang menyiksa selain rindu yang takkan pernah berbalas. Kerinduan yang hanya dirasakan oleh mereka yang kehilangan kisah senjanya dan keharmonisan seduhan teh dari yang terkasih.

Aku yang selalu ditemani oleh kebaikan dari sang pendengar, keluhan yang tak pernah bosan mendengarkan apapun ungkapan dari hatiku. Yang terkadang bergumam tak jelas, dan sesekali mendukung ucapanku.

Senja...

Senja adalah tempat kita. Kita melewati setiap senja, sambil mengatakan keindahan yang anehnya kita tak pernah bosan dengan semburat jingganya, beribu senja sudah kita lewati delapan tahun ini. Sederhana. Sangat sederhana. Hanya memandang senja sambil duduk dibarisan rumput ilalang, atau sambil berjalan pelan nikmati hembusan angin yang terkadang bercampur debu.

Kau akan menatapku, sambil bergumam.

"Kau cantik.."

 kata yang tak sekalipun aku percaya, tapi sedikit banyak menumbuhkan kepercayaan diriku karena dicintai olehnya.

Cinta...

Apakah ini cinta. Cinta yang takkan pernah bersatu, meski waktu begitu lama sudah terlewat. Terlalu memaksakan rasa, hingga tak seorangpun tahu apa yang terjadi antara aku dan dia.

"Bohong."

Jawaban yang selalu sama yang kuberikan padanya. Dan kamipun tertawa bersama. Kebodohan ataukah memang rasa ini benar adanya.

"Lebih baik kita berpisah"

Malam itu aku mengatakannya. Aku tak mampu lagi membayangkan akan berapa tahun lagi cinta ini bertahan.

Bukankah cinta sebenarnya adalah merelakan orang yang kita cintai untuk bahagia.

"Aku mencintaimu, aku akan menunggumu, hatiku sudah penuh denganmu"

Dia menatapku, tanpa berkedip.

"Kenapa selalu meminta berpisah?"

Kembali dia menatap bola mataku dengan tajam, memaksaku untuk tetap bersamanya seperti waktu-waktu yang sudah berlalu.

"Aku tak sanggup lagi, mencintai seperti ini"

Air mataku menggenang. Sakit. Andai sakit ini tak pernah hadir setiap aku meminta pisah, aku pasti sudah lepas darinya dari dulu.

"Pergilah. Dan jika kau ingin kembali, kau tahu aku masih menunggumu."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun