Mohon tunggu...
Khom Ardi
Khom Ardi Mohon Tunggu... -

berjalan untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proses Perubahan Pola Pikir. Menunggu Hidayah?

3 Januari 2014   05:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:13 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena meninggalkan sholat atau ibadah-ibadah yang lain saat ini sudah seperti menjadi hal yang wajar. “Masih belum dapat hidayah” jawaban yang biasa terlontar dari mulut mereka. Dalam agama islam hidayah dapat juga diartikan sebagai petunjuk kepada manusia yang mengajarkan untuk menjadi manusia yang baik. Apakah benar hidayah itu harus ditunggu dan kita nanti kedatangannya? Bila hidayah itu harus ditunggu kedatangannya berarti hidayah itu hanya datang 1 kali atau 2 kali (atau bisa dihitung dengan jari)? Jika hidayah itu memang harus ditunggu, lalu harus sampai kapan kita menunggu datangnya hidayah itu? Kalau begitu apakah menunggu hidayah yang datang seperti menunggu kado saat ulang tahun (atau perayaan lainnya) yang hanya 1 tahun sekali?

Coba sekarang mulai kita resapi dan pikirkan dari kata-kata yang sering kita ucap setiap kali akan memulai setiap pekerjaan “Bismillaah ir-Rahmaan ir-Rahiim” atau yang artinya “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Makna Maha Pengasih disini adalah Allah SWT adalah zat yang selalu memberi kasih-Nya kepada siapapun makhluk hidup yang berada di bumi, entah itu manusia, hewan atau tumbuhan. Entah manusia itu kafir atau muslim, entah dia tua atau muda, entah dia kaya atau miskin, Allah tidak pernah pilih kasih kepada setiap makhluk-Nya, termasuk manusia.

Bila kita renungkan jika Allah SWT hanya memberikan hidayah itu pada waktu tertentu (1 atau 2 kali saja), bagaimana bila ternyata kita melewatkan momen penting itu? Berarti selamanya kita akan terjerumus dalam kesesatan. Jika seperti itu berarti selamanya kita tidak akan bisa bertobat, dan jelas akan masuk neraka. Dan apakah Allah SWT setega itu hanya bisa memberikan hidayah kepada manusia hanya beberapa kali saja? Bukankah Allah mempunyai sifat Maha Penolong, jika hidayah yang datang hanya beberapa kali saja berarti Penolong di sini bersifat pamrih. Bagaimana mungkin Allah mempunyai sifat pamrih, padahal Allah tidak membutuhkan kita tetapi kita yang membutuhkan Allah?

Mari coba kita renungkan dari makna Maha Pengasih yang sudah penulis jelaskan di atas yang berarti selalu memberi kasih-Nya setiap saat. Dan menurut penulis hidayah atau petunjuk itu merupakan salah satu bukti kasih sayang Allah SWT kepada manusia.Sehingga bila dipikir-pikir Allah itu selalu memberi hidayah setiap saat kepada manusia. Jika memang Allah SWT hanya memberikan hidayah pada waktu tertentu, berarti tidak sesuai dengan makna dari Sang Maha Pengasih. Sifat Ar Rahman (Maha Pengasih) meliputi seluruh makhluk Allah, baik yang beriman mau pun yang kafir. Allah memberikan alam semesta ini seperti air, udara, bumi dan sebagainya ke semua makhluknya tanpa pandang bulu” (dikutip dari wikipedia).

Menurut penulis momen dimana terjadi suatu perubahan yang drastis (dari buruk menjadi baik) pada pribadi manusia atau yang orang-orang bilang “saat datangnya hidayah” sebenarnya adalah momen dimana hati manusia itu sudah terbuka sehingga bisa merasakan hidayah yang diberi oleh Allah SWT setiap saat.Inilah momen dimana keangkuhan dan kesombongannya yang selama ini menolak atau mengabaikan hidayah yang Allah beri setiap saat kepada kita (manusia) benar-benar ditekan sampai batas minimum. Sehingga keangkuhan dan kesombongan itu sudah tidak dapat menutupi hati manusia. Contoh sederhananya adalah ketika mendengar suara adzan. Kumandang adzan adalah panggilan Allah kepada kita untuk segera menunaikan sholat, tetapi bila hati manusia itu sudah dia tutup dengan kesombongan dan keangkuhannya dia akan mengabaikannya. Dan mungkin dia hanya menganggap sebagai angin lalu saja. Bukan hanya tentang adzan saja, melihat orang lain sholat, mendengar lantunan ayat-ayat Al-Quran, melihat perilaku orang sholeh, melihat keindahan alam dsb juga adalah sebuah hidayah atau petunjuk kepada kita untuk menjadi manusia yang baik. Dan semua hal itu sebenarnya tidak pernah henti-hentinya diberikan Allah 1 detik pun tetapi seperti yang penulis katakan kesombongan dan keangkuhan manusia yang menutupi hatinya masing-masing sehingga menolak petunjuk atau hidayah yang setiap saat Allah berikan itu.

Tidak ada maksud penulis menganggap bahwa diri penulis lebih baik dari yang lain tetapi penulis hanya sekedar ingin berbagi apa yang penulis rasakan dan pikirkan. Yang penulis lihat kekeliruan tentang persepsi “Masih belum dapat hidayah” inilah yang membuat manusia semakin terjerumus dalam hal yang kurang baik. Jika kalimat itu yang kita tanam dipikiran kita, lalu mau sampai kapan kita akan menunggu hidayah itu? Untuk apa kita menunggu hidayah itu jika hidayah itu ternyata bisa kita hampiri? Bagaimana jika ternyata kita sudah lelah menunggu hidayah yang tak kunjung datang? Sekarang cobalah kita mulai belajar membuka hati kita dan menekan kesombongan serta menekan keangkuhan kita. Agar kita dapat “melihat, mendengar dan merasakan” hidayah yang tak hentinya hadir dalam setiap hembus nafas kita. Tidak pernah ada kata terlambat untuk sesuatu hal yang baik, yang ada hanya “lama menyadari dan cepat menyadari”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun