Saya teringat kembali semboyan pendidikan oleh Ki Hadjar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Republik Indonesia tentang tiga asas pendidikan yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani.
Dalam dunia pendidikan tiga semboyan itu dapat dipahami bahwa guru sebagai pendidik yaitu:
Ing Ngarso Tuludo, berarti didepan memberi teladan; bahwa di depan seorang guru harus dapat memberikan contoh atau teladan yang baik bagi kepada siswa-siswinya.
Ing Madya Mangun Karsa, berarti di tengah-tengah menguatkan/membangun rasa; bahwa guru adalah pendidik yang berada di tengah siswanya mampu memberikan dorongan atau semangat untuk berkarya.
Tut Wuri Handayani, berarti di belakang memberikan dorongan; bahwa di belakang guru adalah pendidik yang mampu mengarahkan atau menopang siswa-siswinya pada jalan yang benar dan baik.
Guru dan Pengabdian
Dahulu bahkan sampai sekarang profesi guru bukanlah profesi idaman, dan hanya menjadi pilihan alternatif. Beban kerja yang besar, dan gaji yang tidak seberapa adalah hal yang menjadi pertimbangan utama seseorang untuk memilih atau tidak memilih menjadi seorang guru. Terutama jika hanya menjadi guru honorer yang mendapatkan gaji jauh dari UMR. Bahkan bisa jadi terkadang gaji seorang guru honorer dibayarkan dengan cara dirapel per dua atau tiga bulan.
Berbicara soal gaji guru honorer tentunya masih menjadi hal sensitif dan patut menjadi bahan diskursus terkait kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tentu upah atau gaji seorang guru honorer berbeda nasibnya dengan guru yang telah diangkat menjadi PNS atau PPPK yang mendapatkan penghasilan atau gaji yang lebih layak.
Akan tetapi, terlepas dari pembahasan gaji guru honorer atau guru PNS dan PPPK, pada hakikatnya guru merupakan komponen terpenting dalam pembangunan bangsa. Besar kecilnya gaji yang diterima seorang guru tak akan pernah melunturkan peranannya sebagai 'patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa' dalam membangun pendidikan bangsa.
Istilah 'pahlawan tanpa tanda jasa' ini bagi saya tidaklah berlebihan mengingat peranan jasa guru hakikatnya tidak akan pernah bisa dibayar dengan nominal sebesar apapun itu. Apalagi jika kita melihat gigihnya perjuangan para guru di pelosok-pelosok daerah (termasuk juga guru PNS atau PPPK yang ditempatkan/ditugaskan di daerah pelosok).
Tidak sedikit kita mendengarkan kisah perjuangan guru di daerah-daerah pelosok yang dengan sabar dan ikhlas membaktikan diri tanpa berharap imbalan balas jasa demi mendidik tunas-tunas bangsa. Bahkan meski harus menempuh jalan puluhan kilo meter, dengan kondisi jalur yang jelek dan ekstrem sekalipun mereka tetap 'istiqomah' menunaikan pengabdian mereka.