Maret 2020 virus corona mulai menyerang negara Indonesia dan banyak korban berjatuhan sehingga pemerintah memutuskan menutup sekolah selama pandemi berlangsung. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh karena harus mendampingi anaknya belajar di rumah. Sementara guru -- guru sibuk mencari metode yang tepat dan sesuai dengan situasi serta kondisi setempat. Saat itu juga pemerintah mengeluarkan peraturan tentang teknis pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yaitu kurikulum darurat sebagai acuan dalam melakukan pembelajaran daring selama pandemi covid 19.
Tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan kondisi belajar saat ini bahkan hingga tega memukul atau mencubit anaknya sendiri karena kesal setelah berusaha memberikan penjelasan kepada anak tetapi  tetap tidak mengerti. Sementara guru bingung dengan bagaimana menerapkan sebuah aplikasi yang sesuai dengan keadaan siswa yang beragam atau tidak ada teknologi sama sekali, sungguh hal ini sangat memprihatinkan.
Apakah yang bisa kita lakukan baik sebagai guru dan orang tua dalam menyikapinya.
Yang dapat dilakukan ialah melihat kembali sejarah di masa silam, bagaimanakah seorang nabi Ibrahim a.s mendidik putranya Ismail a.s.
Kekuatan sebuah doa
Sebelum dilahirkan nabi Ibrahim senantiasa berdoa agar putranya menjadi anak yang sholeh. Peran doa sangat penting sekali karena didalam doa -- doa yang dipanjatkan oleh orang tua akan memberikan gelombang besar yang pengaruhnya lebih besar dari sebuah gempa sekalipun. Secara psikologis doa ini merupakan energi positif  yang bisa mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang. Konsep tauhid adalah hal paling mendasar dalam mendidik anak terdapat dalam Q.S As saffat : 100 yang menjelaskan bahwa nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar dianugerahkan anak yang sholeh yaitu anak yang memiliki ketaatan terhadap perintah Allah serta berbakti kepada orang tuanya.
Menerapkan komunikasi yang efektif
Nabi Ibrahim adalah contoh bagi orang tua yang LDR (Long Distance Relationship) atau konsep PJJ bagi guru  dengan selalu menjaga kualitas hubungan jarak jauh melalui komunikasi efektif. Keterbatassan antara ruang dan waktu bukan menjadi penghalang akan tetapi sebagai sarana dalam menjalin hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Ketika bertemu nabi Ibrahim menjadi ayah yang baik, perhatian dan sayang sebagai contoh ketika mendapat perintah Allah untuk menyembelih anaknya Ismail beliau membicarakan dengan penuh kelembutan serta kasih sayang kemudian baru bertanya dengan diksi yang sederhana dan mudah dicerna oleh anak yaitu bahwa ia bermimpi untuk menyembelihnya setelah itu nabi Ibrahim memberi kesempata untuk berpikir dan memutuskan hal tersebut. Peristiwa ini menunjukkan betapa Ibrahim seorang ayah yang bijaksana selalu berdialog dengan anaknya, memberi kebebasan berpikir serta memberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
Membangun disiplin yang positif
Disiplin dibangun bukan dengan doktrin atau pemaksaan akan tetapi sebuah disiplin yang positif dibangun oleh penanaman akan nilai -- nilai agama melalui pendekatan komunikasi yang baik dan efektif agar diperoleh suatu kesadaran dan tanggung jawab moral seorang anak untuk melakukan hal kebaikan. Tentunya diperlukan sebuah komitmen dan konsistensi yang tinggi untuk mewujudkannya.
konsep penanaman nilai yang berkesadaran dengan penuh cinta menjadi inspirasi bagi  kita sebagai orang tua maupun pendidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H