Mohon tunggu...
Kholis Ardiansyah
Kholis Ardiansyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Study at Psychology | UIN Maliki Malang | Never Stop to #Process |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Review Buku "Catatan Diary Anne Frank": Melihat Anne Frank dari Sudut Pandang Psikologi

12 April 2015   00:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:14 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_409432" align="aligncenter" width="324" caption="The Diary of Anne Frank (10) (Capture melalui Instagram @annefrank4ever)"]

1428773593214101088
1428773593214101088
[/caption]

Ketika ego tidak mampu menyeimbangkan keduanya, maka akan timbul kecemasan. Defense Mechanism bekerja untuk mengurangi kecemasan tersebut. Kecemasan yang dialami Anne (dan penghuni Secret Annex) ketika pada 1933 Hitler mulai me-deskriminasi ras – ras non-Arya. Upaya Hitler tersebut mengakibatkan traumatik yang begitu mendalam bagi mereka, khususnya Anne.

Dalam hal ini, Anne me-represi kecemasannya melalui diary yang ditulisnya. Selain itu, radio di “Secret Annex” memberikan harapan baru ketika Gandhi, Inggris, dan Amerika memberi tekanan pada Jerman - Nazi. Kecemasan lain yang diperlihatkan Anne, ketika ia berkonflik pada penghuni “Secret Annex”. Misalnya perselsihannya dengan Nyonya van Daan, yang membuatnya harus mengalah. Ia kemudian berani menentangnya, dengan menunjukkan kekuranga Ny. van Daan dan mengakibatkannya malu pada diri sendiri. Kemudian, konflik bertambah antara dirinya dengan Dussel. Konsep fiksasi regresi, cenderung berbicara banyak pada diri Anne.

Kemudian, Anne yang  beranjak pada fase remaja merasakan kasih sayang lebih pada ayahnya, daripada ibunya. Oedipus complex yang dikemukakan Freud tidak terlepas dari diri Anne. Walaupun konsep ini lemah, karena ketidakberdayaan Freud dalam memahami wanita dan ekperimennya yang tidak ilmiah. Dalam diri Anne, Oedipus Complex ini masih ada pada dirinya yang berupa kasih sayangnya pada ayahnya. Karena telah masuk masa pubertas, dengan peralihan fungsi biologis, oleh Freud rangsangan – rangsangan seksual ditekan untuk proses belajar, dengan mengembangkan sublimasi, mengganti kepuasan libido non-seksual (intelektual, hubungan interpersonal, dan sebagainya). Hal ini menjadikan Anne lebih dewasa dalam pengambilan keputusan, dan semakin memperat hubungannya dengan lingkungan sekitarnya dan mulai merasakan kasih sayang dari ibunya. Sehingga dapat dikatakan, ia lebih pendiam dari biasanya.

Dalam melalui masa remajanya, Anne menemukan gejolak pada rasa cinta-nya yang kemudian ia curahkan pada Peter, anak Tuan van Daan yang pendiam, tetapi setelah Anne mengenalnya dia lebih dari pendiam. Melalui gejolak yang ada pada dirinya,dia kemudian mengalami kebingungan – karena seks dianggapa tabu pada masa itu. Dimana pengaruh masyarakat sangat besar dalam membentuk perilaku seseorang. Kemudian, oleh Erikson melalui pendekatan identitas versus kebingugan identitas Dalam pencarian identitas, remaja akan menemukan gambaran kehidupan seksual, ideologis, maupun pekerjaan mereka. Kemudian kebingungan identitas akan bekerja ketika remaja akan menentukan pilihan mana yang benar atau salah pada dirinya.

Sehingga, dari pernyataan tersebt akan saling berinterasi dengan lingkungan, intinya hal ini akan berinteraksi pada peraduan nilai, jalan hidup dan pola fikir lingkunga yang disandarkan pada kesesuaian oleh masyarakat. Peran identitas akan mempengaruhi individu yang dimana nilai tersebut akan mengikuti pola perilaku  yang sesuai dalam masyarakat.

[caption id="attachment_409436" align="aligncenter" width="300" caption=" (Capture melalui Instagram pribadi @cholis39 dari aplikasi BQQuotes)"]

14287737041412186522
14287737041412186522
[/caption]

Masyarakat umum, menjelaksan bahwa remaja membutuhan pencarian faktor internal dan eksternal untuk memahami dan menerima.  Sehingga, pada hal ini akan lebih tepat ketika Anne mendapat perlakuan yang sama pada kakanya dan para orang dewasa lebih memperhatikan atau memahaminya. Dalam hal ini, hanya ditekankan pada ruang lingkup “Secret Annex” karena, di Belanda orang – orang Yahudi dianggap rendah oleh masyarakat luas dan kecemasan akan pen-desportasian, intinya konsep masyrakat lebih terbatas ruang lingkupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun