Mohon tunggu...
Kholis Ardiansyah
Kholis Ardiansyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Study at Psychology | UIN Maliki Malang | Never Stop to #Process |

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Budaya “Ragu” Saat Berwudlu dalam Istilah Pesantren

14 Oktober 2014   09:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:06 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini saya akan membicarakan tentang bagaimana perilaku aneh yang sering ditemui ketika saya mondok dulu. Ceritanya teman saya sebut saja namanya “X” setelah selesai berwudlu dia mengulangi wudlu-nya lagi. Alasannya karena wudlu yang dilakukkannya belum sempurna. Berulang – ulang sampai dilakukan tiga kali. Saat itu, tepat waktu Shubuh tentu teman – teman dibuat heran. Kejadian tersebut berlangsung lama – sekitar 2 minggu. Tetapi yang menjadi titik utama bagaimana perilaku tersebut menjadi normal atau abnormal dalam persepsi masing – masing santri. Hal inilah yang menjadi dasar bagaimana istilah tersebut lahir.

Tetapi pada waktu itu istilah ini menjadi fenomena karena disetiap pesantren tidak sulit mendapati fenomena ini. Nah, akhir cerita agar perilaku tersebut tidak meresahkan santri laini, kami sepakat untuk membantu-nya dalam perangkap “keraguan’ tersebut. Alasan lainnya, perilaku tersebut semakin kuat bahkan teman saya tersebut merasa tidak nyaman. Kemudian kami membantu anak tersebut, hanya menguatkan bahwa perilaku tersebut tidak wajar dilakukan. Tentu agar dia satu persepsi, kami menggunakan nukilan dari kitab Sulam Taufiq. Tidak mudah memahamkan teman saya tadi. Sebagian dari kami, bahkan memperhatikan secara terus – menerus setiap kali dia akan selesai berwudlu. Dan hasilnya perilaku tersbut mulai hilang secara perlahan. Akhirnya istilah “Keraguan” pada teman saya tidak lagi muncul sampai saat ini.

Setelah membaca pengalaman tersebut saya mulai mengetahui bahwa apa yang dialami tteman saya tersebut merupakan gangguan obsesif kompulsif yaitu melibatkan komponen obsesi yang berulang dan kompulsi yang secaa signifikan mengganggu kehidupan individu sehari – hari. Dimana ini menjadi ciri khas OCD yang berpengaruh di kehidupan dan menjebak individuyang menimbullkan strees dan kecemasan. Keduanya mempengaruhi fikiran dan perilaku. Sementara kompulsi paling umum terjadi pada perilaku spesifik, seperti mencuri, membersihkan, menghitung, dan memeriksa seuatu. Pada ganggian ini juga individu mengmabangkan obsesi atau fikiran yang tidak dapat dikontrol dan kompuls merpakan pengulangan perilaku. Dengan berbagai pendekatan perilaku ini dapat dihilangkan, tetapi akan lebih efekti apabila perilaku ini ditangani oleh pihak rofesional. Sperti psikolog atau psikiater untuk treatment yang terarah dan penanganan tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun