Mohon tunggu...
Kholil Rokhman
Kholil Rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - IG di kholil.kutipan

Manata hati merawat diri

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Zidane, Ingatlah Jacquet yang Tak Tergantung Bintang

28 Februari 2020   22:10 Diperbarui: 29 Februari 2020   23:23 1828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zinedine Zidane membawa Real Madrid tiga kali juara Liga Champions dengan adanya Cristiano Ronaldo. Kini, tanpa Ronaldo akan jadi pembuktian sehebat apakah Zinedine Zidane. Mungkin pria keturunan Aljazair itu perlu kembali mengingat pada seorang lelaki bernama Aime Jacquet, yang berani meramu idenya, menendang bintang, dan berperan besar membawa nama Zidane melambung di St Denis, 12 Juli 1998.

Kisah itu bermula pada 17 November 1993. Saat itu, Prancis yang bermain di kandang sendiri melawan Bulgaria di kualifikasi Piala Dunia 1994. Di laga terakhir kualifikasi itu, Prancis hanya butuh hasil seri untuk bisa melenggang ke Piala Dunia 1994 yang diselenggarakan di Amerika Serikat.

Optimisme Prancis jelas luar biasa karena mereka memiliki beberapa nama yang sedang mentereng di skuat. Sebut saja Eric Cantona yang bermain di Manchester United, Jean Pierre Papin yang bermain di AC Milan, dan David Ginola yang jadi andalan Paris Saint-Germain.

Tiga nama itu sedang dalam masa keemasannya. Belum lagi beberapa nama lain yang tak kalah menterengnya, sebut saja Marcel Desailly, Didier Deschamps.

Publik di Parc des Princes bersorak ria saat Eric Cantona menjebol gawang Bulgaria di menit 31. Namun, enam menit kemudian Emil Kostadinov mampu menyamakan kedudukan. Hasil seri sebenarnya sudah cukup bagi Prancis untuk ke Amerika Serikat.

Sayangnya, ketika laga tinggal menyisakan sedikit waktu, yakni di waktu tambahan, Emil Kostadinov malah kembali menjebol gawang Prancis. Prancis kalah dan gagal ke Amerika Serikat 1994. Itu adalah kali kedua bagi Prancis secara beruntun gagal lolos ke Piala Dunia.

Jelas sebuah kekecewaan yang luar biasa bagi publik Prancis. Sebab, pada 1998 mereka akan jadi tuan rumah. Setelah kegagalan itu, Prancis memutuskan mengganti pelatih. Gerard Houlier diganti oleh asistennya, yakni Aime Jacquet.

Di tangan Jacquet, Prancis berbenah. Pelatih kelahiran 1941 ini memutuskan tak memakai jasa Eric Cantona, David Ginola, Jan Pierre Papin, dan Basile Boli. Nama terakhir ini adalah bek tangguh yang tandukannya membawa Marseille juara Liga Champions pada 1993.

Jacquet kemudian memanggil beberapa anak muda. Di antaranya adalah Zinedine Zidane dan Youri Djorkaeff.

Di Euro 1996, Prancis gagal masuk final. Mereka kalah adu penalti dari Republik Ceko di semifinal. Serangan bertubi-tubi pada Jacquet menggejala. L'equipe, sebuah media Prancis paling getol menyerang Jacquet.

Serangan pada Jacquet bukan tanpa alasan. Sebab, dua tahun lagi Prancis akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 1998.

Namun, Jacquet punya pendirian. Dia teguh dengan pendiriannya. Zidane dia jadikan maskot Prancis di Piala Dunia 1998.

Orang banyak yang tak yakin dengan Zidane apalagi ketika di babak grup Piala Dunia 1998, Zidane mendapatkan kartu merah saat melawan Arab Saudi.

Namun, semua orang tahu bahwa Zidane yang kemudian menjadi pahlawan Prancis di ajang empat tahunan tersebut. Dua gol Zidane plus satu dari Emmanuel Petit, membuat Prancis mengalahkan Brasil di final Piala Dunia 1998. Prancis untuk pertama kalinya menjadi juara piala dunia. Setelah keberhasilan itu, Jacquet memilih mundur dari kursi kepelatihan Prancis.

Jacquet teguh dengan pendiriannya. Dia ingin membangun tim dalam waktu lima tahun. Bertubi serangan dia lawan dengan performa Prancis di lapangan.

Jacquet tak silau dengan nama besar Eric Cantona dan David Ginola. Dia memilih memainkan pemain muda harapan Prancis di masa depan, seperti Zidane.

Zidane jelas bukan Jacquet. Tapi Zidane pasti tahu bagaimana Jacquet membangun tim. Sepertinya hal itu harus jadi pelajaran penting bagi Zidane. Zidane setidaknya bisa belajar membangun tim. Zidane harus melupakan masa keemasannya yang membawa Madrid juara Liga Champions tiga kali. Melupakan dalam arti, Zidane perlu membawa semangat baru bagi Madrid tanpa Ronaldo, tanpa bintang kelas wahid.

Zidane juga perlu melihat koleganya yang juga pernah dilatih Jacquet, yakni Didier Deschamps. Deschamps berani tak memanggil Karim Benzema yang sebelum Piala Dunia 2018 masih bagus-bagusnya karena ikut serta membawa Madrid juara Liga Champions tiga kali beruntun.

Keyakinan Deschamps berbuah hasil karena dia tahu bagaimana membangun tim, tanpa bintang seperti Benzema. Deschamps mampu membawa Prancis juara Piala Dunia 2018.

Sekali lagi, Zidane harus sadar bahwa kini tak ada lagi nama Ronaldo di skuat Madrid. Zidane harus bisa meramu timnya sesegera mungkin. Apalagi mereka akan melawan Barcelona pada Senin (2/3/2020) dinihari WIB dan sepekan lebih setelahnya akan dijamu Manchester City. Ini adalah musim pembuktian Zidane bahwa dia adalah pelatih berkelas, sekalipun tanpa Ronaldo. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun