Mohon tunggu...
Kholil Rokhman
Kholil Rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - IG di kholil.kutipan

Manata hati merawat diri

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Batistuta yang Dicap Tak Cinta Sepakbola

15 Juli 2017   14:39 Diperbarui: 17 Juli 2017   13:19 2706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gabriel Batistuta | Istimewa

Pernah ada kabar yang beredar jika legenda sepak bola Argentina, Gabriel Batistuta tak menyukai sepak bola. Dia bermain sepak bola hanya sebagai pemain profesional dan tak terlalu mencintai sepak bola.

Namun, kabar itu dibantah Batistuta saat wawancara dengan fifa.com, 7 Juli lalu. Eks penyerang Fiorentina ini membeberkan soal kabar yang menyebutkan bahwa dirinya tak menyukai sepak bola. 

Dia mengatakan, saat aktif bermain sepak bola di Liga Italia, sepak bola jadi perbincangan di banyak kalangan. Saat itu, Liga Italia sedang mengalami puncak kejayaannya. Sebab, banyak pemain terbaik dunia bermain di Liga Italia. Hal itu terjadi pada dekade 90-an. 

Perbincangan dan informasi tentang sepak bola membuatnya sangat jenuh. Karena itu, dia mengakui bahwa dia mengatakan jika dirinya tak mau membahas sepak bola. Namun, hal itu dilakukan agar dia tak ditanya banyak hal oleh publik dan pers soal sepak bola. Jadi, jawabannya kala itu lebih pada upaya untuk menghindarkan diri dari pembicaraan sepak bola yang terus menerus. 

Namun, katanya, sejatinya dia sangat mencintai sepak bola. Dia mengatakan, bahwa dia berlatih dengan sangat keras untuk bisa terus berkembang sebagai pemain sepak bola. "Saya sangat suka permainannya, taktiknya, dan latihannya. Serta suka dengan segala yang terjadi di lapangan," kata lelaki kelahiran 1 Februari 1969 itu. 

Dia mengakui ketika muda tidak terlalu suka sepak bola. Namun, setelah makin dewasa, dia mengaku sangat bergairah dengan sepak bola. Dia mengatakan, jika tidak mencintai sepak bola tak mungkin dia sempat sampai kesulitan berjalan ketika pensiun. 

Diketahui, setelah pensiun, Batistuta mengaku sangat kesulitan berjalan. Hal itu diduga karena banyaknya obat yang ada di kakinya. Saat masih aktif bermain, untuk mengurangi rasa sakit, maka kakinya diberi penawar rasa sakit. Karena itu ketika pensiun dia pun mengaku sangat putus asa dan sempat berpikir untuk memotong kakinya. Namun, belakangan kondisi Batistuta semakin membaik. Dia mengatakan, dengan pengorbanan seperti itu, tak mungkin dirinya dikatakan tak suka sepak bola. 

Dia menambahkan, yang dia tak terlalu suka adalah soal wawancara, kontroversi, dan hal-hal eksternal yang masih berhubungan dengan sepak bola. Diketahui, Batistuta adalah legenda Timnas Argentina. Dia mampu membuat 54 gol dan menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa bagi Argentina. Belakangan, setelah 14 tahun, rekornya sebagai pencetak gol terbanyak Timnas Argentina dilewati Lionel Messi.

Batistuta moncer bersama Fiorentina. Saat itu, Batistuta bersama Rui Costa jadi nyawa permainan Fiorentina. Namun, di Fiorentina Batistuta hanya bisa memberi gelar Coppa Italia dan Piala Super Italia pada tahun 1996. Di Fiorentina, Batistuta pernah menjadi topskor Liga Italia musim 1994-1995 dengan 26 gol. 

Setelah lama di Fiorentina, pada musim 1999-2000, Batistuta berlabuh ke AS Roma. Satu musim di AS Roma, Batistuta merasakan juara Liga Italia. Saat itu, dia bahu membahu dengan Francesco Totti di AS Roma. 

Di Timnas Argentina, Batistuta hampir menyaber semua gelar tim. Dia ikut membawa Argentina juara Copa America 1991 dan 1993, juara Raja Fahd (yang kini menjadi Piala Konfederasi) pada 1992. Kemudian juara Arthemio Franchi 1993. Artemio Franchi ajang yang mempertemukan juara Eropa  (saat itu Denmark) melawan juara Copa America (saat itu Argentina). Namun, saat ini ajang tersebut sudah tidak ada. Rencananya pada 2018 akan diadakan kembali, tapi tak begitu jelas juntrungannya. 

Hanya satu gelar yang belum bisa didapatkan Batistuta bersama Timnas Argentina, yakni juara Piala Dunia. Batistuta tiga kali ikut Piala Dunia pada 1994, 1998, dan 2002. Ketiganya tak berujung trofi bagi Argentina. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun