"Berbahaya!" Jawabnya yang kemudian langsung pergi.
Aku tidak mengerti dengan maksud Bapak itu. Pikirku sebelumnya, sedang berlangsung pertunjukan seni oleh salah satu komunitas seni yang menyita perhatian banyak orang. Jika tidak begitu, mungkin sedang datang pejabat pemerintah pusat yang menjalankan program kerja di tempat ini. Ya, hanya seputar itu yang melintas di kepalaku tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
***
Setelah melalui kesabaran tingkat tinggi, akhirnya aku berhasil mencapai posisi di baris kedua dari titik utama. Aku sudah bisa melihat dengan jelas titik sentral alun-alun Kota. Di sana, terdapat seseorang yang diikat di tiang hitam yang entah sejak kapan ada tiang di sana. Sayangnya, aku tidak bisa melihat jelas siapakah sosok itu. Hanya kedua tangan dan sebagian punggung yang berhasil kutangkap. Sementara itu, di sisi yang berbeda, orang-orang secara sembarangan melemparkan umpatan untuk orang yang diikat itu.
"Manusia tidak tahu diuntung!"
"Kamu pantas untuk mati!"
"Dasar pengkhianat rakyat!"
Melalui umpatan-umpatan tersebut, aku mulai menerka siapakah sosok yang sedang diikat di tiang hitam itu. Apalagi ada kalimat "Pengkhianat rakyat" yang secara jelas lebih mengarah kepada perwakilan rakyat yang biasa disebut pejabat. Bisa jadi orang itu adalah DPR, atau DPRD, atau DPD, atau apapun yang intinya bertugas mengurusi negara dan rakyat.
Satu pertanyaan telah terjawab. Kemudian timbul lagi pertanyaan terkait mengapa orang itu mendapatkan hukuman seberat itu. Adakah kesalahan besar yang telah ia lakukan pada Negara hingga harus dihukum sedemikian rupa? Pastinya begitu.
Aku sedikit bergeser ke kiri. Perlahan berusaha mendapatkan posisi yang pas untuk melihat wajah orang itu. Tapi ternyata, dari saking banyaknya warga yang berkumpul, bergeser dua meter saja adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Sungguh, kepadatan orang-orang yang begitu semangat menghukum satu orang itu layaknya rombongan mahasiswa yang turun ke jalan untuk menurunkan rezim Soeharto pada masanya. Membludak.
Hari semakin panas. Jam sudah menunjukkan jam setengah dua belas. Menurut informasi yang disampaikan oleh salah satu petugas, eksekusi mati akan dilaksanakan tepat pada pukul dua belas siang. Entah atas dasar apa keputusan itu diambil. Yang jelas, aku sudah terlanjur jauh mengikuti alur pembunuhan ini. Otomatis, minimal aku harus melihat siapakah sosok yang akan mati dalam petikan pistol itu.