Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penembakan Seorang Koruptor di Alun-alun Kota

23 Juli 2024   08:35 Diperbarui: 23 Juli 2024   08:35 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Antaranews.com

Aku berhenti tepat di depan indomaret sebelum memasuki area alun-alun Kota. Begitu banyak orang yang memadati alun-alun Kota dari berbagai sisi. Aku yang waktu itu hendak berangkat sekolah dengan semangat tingkat tinggi, dengan harapan suatu saat bisa menjadi pejabat pemerintah, akhirnya tergoda untuk berhenti saja dan melupakan sekolah.

"Ada apa, Mas? Kok orang-orang berkumpul di sini?" Tanyaku dengan rasa penasaran melebihi rasa ingin tahu seorang jurnalis yang sedang hunting berita.

"Kurang tahu ya, saya juga baru nyampek ini," jawab laki-laki berbaju hitam itu. Jika dilihat dari penampilannya, laki-laki itu adalah seorang mahasiswa angkatan tua yang tak kunjung lulus kuliah. Entah karena apa.

Orang-orang dari beragam kalangan semakin ramai memadati alun-alun Kota. Aku yang masih agak jauh dari titik pusat alun-alun, terus bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tidak seperti biasanya alun-alun Kota sampai sepadat ini. Setahuku, setelah tiga bulan pindah ke Kota ini, keramaian alun-alun hanya terjadi saat weekend saja. Terutama saat diadakan Car Free Day (CFD) di hari minggu. Dan, itu pun hanya terjadi di sisi barat alun-alun yang berdampingan dengan kantor Walikota. Selebihnya, masih banyak ruang untuk berpindah tempat, melakukan beragam aktivitas, dan menghirup udara segar yang dikeluarkan pohon-pohon besar di area alun-alun Kota.

Tapi tidak dengan saat ini. Sekarang alun-alun Kota berwajah menyeramkan yang siap membunuh siapa saja yang berani melanggar aturan Negara. Alun-alun Kota sudah tidak lagi menjadi ajang pacaran kaum muda yang biasanya duduk berduaan dengan durasi waktu yang sangat lama. Entah apa yang biasanya mereka bincangkan. Yang jelas, itu sempat membuatku muak setiap melintasi alun-alun Kota.

Aku terus bergerak maju. Membelah satu-persatu orang-orang yang memusatkan pandangan pada satu titik. Sebagian orang juga tampak berdesak-desakan ingin maju. Aku yang berpostur tubuh kurus dan pendek, lebih memilih momen kapan aku bisa maju agar lebih dekat dengan titik utama. Aku tidak mau mengorbankan tubuh ini untuk merasakan sakit hanya demi bisa maju lebih cepat dan menyaksikan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Percakapan lintas arah masuk-keluar di telingaku. Sebagian dapat kudengar jelas, sebagian yang lain digulung angin hingga tak terdengar jelas. Entahlah, aku hanya berusaha menjaga kewarasan pikiran di tengah padatnya orang-orang dan cuaca yang semakin terik.

Aku semakin berkeringat. Sepeda pancal yang kubawa dari rumah, yang tadi kuparkir di samping indomaret, entah sudah bernasib seperti apa. Apakah tetap di posisi semula, apakah sudah bergeser tempat, atau jangan-jangan sudah digondol maling yang memanfaatkan momen ini untuk aksi pencurian. Aku sudah bodoh amat dengan semua itu. Fokusku hanya satu, menuju titik tengah alun-alun Kota yang sampai saat ini belum kuketahui apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Heh! Anak kecil nggak boleh ikut-ikut," ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari arah samping kanan.

"Kenapa, Pak?" Tanyaku dengan nada lugu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun