Bagi sebagian orang matematika adalah pelajaran yang jarang disukai di kelas karena menurut mereka matematika itu membingungkan dengan banyaknya rumus yang ada. Namun, bagiku matematika adalah penyembuh rasa bosan ketika harus berhadapan dengan drama dalam kehidupan.Â
Daripada harus bertemu banyak orang dan memulai percakapan lebih baik waktuku kuhabiskan dengan mengerjakan soal matematika. Hidup memang tidak semudah dibayangkan, hidup itu rumit seperti matematika. Hasil perolehan nilai sepuluh bisa diperoleh dengan banyak cara, bisa dengan 5 + 5 = 10, 10  1 = 10, bisa juga dengan  = 10 banyak kan caranya. Begitu juga dengan hidup, untuk mencapai suatu hasil dapat diperoleh dengan cara apapun, jangan merasa minder kalau belum mencapai karena setiap perjalanan seseorang begitu berbeda.
Cuaca sore hari ini begitu mengagumkan karena angin yang menyapu dengan indah, aku membuka lembaran bukuku untuk memulai menulis sesuatu, satu coretan tergores tiba-tiba handphoneku berdering, di seberang sana terdengar "kamu harus ikut bimbel, mumpung ibu memiliki biaya". Perkataan yang ringan tapi penuh dengan rintangan, bagiku sih. Masa SD sampai SMP tidak pernah kulewati dengan mengikuti bimbel, karena bagiku belajar sendiri sudah cukup puas untuk mendapatkan prestasi dikelas.
Setelah mendengar perintah, keesokan harinya aku mulai mendaftar di salah satu bimbingan belajar dekat rumahku. Setelah dipikir-pikir tidak ada ruginya kok ikut bimbel malah membantu kita mengatur waktu untuk belajar. Pertama kali masuk kelas bimbel asing rasanya, maklum baru pertama kali soalnya. Suasananya menyenangkan dan aku juga dapat beberapa teman baru, jadi kita saling sharing deh kesulitan maupun rencana setelah lulus SMA.
Hari demi hari kulewati dengan penuh semangat, pagi aku harus berangkat sekolah setelah itu aku harus ikut bimbingan kelas, enggak sampai disitu aja setelah bimbingan aku menyibukkan diri dengan menulis, hobi dari dulu soalnya. Kalau ditanya Lelah jawabannya yaa lelah, cuman karena semua ini demi kebaikanku sendiri jadi aku enjoy ngejalaninnya. Eitss bukan berarti aku cuman sibuk belajar aja yaa, aku juga sempetin waktu untuk nongkrong sama teman-temanku, kami bercerita dan tertawa bersama. Sungguh indahnya masa SMA (katanya sih).
Sampai tiba hari dimana aku ada jadwal bimbingan kelas matematika, sama seperti biasa aku datang ke bimbingan kelas lalu duduk dan menunggu guru yang akan mengajar. Suasana hari ini cukup menyenangkan sampai tiba waktunya guru matematika itu datang, beliau masih muda dan cerdas serta humoris banget. Kelas terasa cepat kalau gurunya asyik, bahkan kita lupa kalau matematika itu sulit, sangking humorisnya beliau.
"Hai, gimana persiapan ujiannya udah mateng belum?" tanya teman satu bimbelku. "Mateng-mateng kayak goreng telur aja" jawabku sambil tersenyum. "Ohh iya aku belum punya bukunya nih untuk materi ujian matematika, kamu punya apa enggak?" sambungku lagi. Tanpa disadari guru matematika yang kemarin, mendengar obrolan kami beliau bilang "tolong kamu fotocopy kan yaa bukunya biar saya yang bayar". "Enggak usah pak saya bisa sendiri, terima kasih pak bantuannya" jawabku karena enggak mau merepotkan juga. "Baik pak saya fotocopykan bukunya" jawab syafira sambil tersenyum penuh tanda.
Yaa Syafira namanya teman yang aku kenal waktu aku bimbel disini. Walaupun kita baru kenal tapi kita kayak udah klop, jadinya gitu deh. Keesokan harinya waktu bimbel aku ketemu lagi sama beliau, "terima kasih pak untuk bukunya, ini uangnya saya kembalikan" kataku sambil menghampiri beliau. "Enggak perlu kamu ganti uangnya dan jangan lupa belajar untuk ujian minggu depan" kata beliau sambil tersenyum dan berlalu. Siapa coba yang enggak baper kalau digituin, mana orangnya baik, ganteng, pinter lagi. Rasanya jadi semangat belajar matematika terus.
Kejadian kemarin sama sekali belum aku lupakan karena membekas aja menurutku dan terlalu indah untuk dilupakan, hehe. Hari-hariku jadi lebih bersemangat setelah kejadian itu, sampai pekan ujian pun tiba. Ternyata baru aku sadari (kayak lirik lagu) guru bimbel matematika itu juga mengajar di sekolahku, rasanya seneng banget karena bisa ketemu dia terus, tapi dia enggak mengajar dikelasku, enggak papa deh yang penting bisa melihat dia walau dari kejauhan.
Beliau di sekolah juga terkenal humoris ke murid yang beliau ajar, beliau dikenal sebagai salah satu guru matematika yang enggak galak. Tanpa sengaja kami berpapasan, beliau tersenyum aku juga ikut tersenyum dong tapi tetep jaga sopan santun. Walaupun beliau masih muda, beliau tetap guru yang harus dihormati. "Lusa ujian matematika dimulai, jangan lupa belajar yaa" kata beliau akupun menjawab sambil tersenyum "baik pak.
"Eh fir ternyata pak matematika itu ngajar disekolahku dan kemarin kita papasan. Belaiu ngingetin aku jangan lupa belajar soalnya ujian matematika mau mulai, melting dong aku digituin" ceritaku pada fira temen satu bimbel. Dia menjawab "ohh yaa, wah kesempatan dong bisa ketemu terus, cie" ledeknya sambil tertawa, "apaan sih", jawabku.
Singkat cerita ujian matematika dimulai, para murid dipersilahkan masuk ke ruang ujian dan menempati kursi ujian sesuai kartu ujian yang sudah didapatkan sebelum pekan ujian mulai. Kami fokus mengerjakan soal masing-masing tanpa ada yang bersuara, tapi yaa namanya juga anak SMA saling saut-sautan untuk berbagi jawaban. Aku berbeda (bukan maksud sombong) cuman ada prinsip yang udah aku tanamin dari sekolah SD jangan sampai menyontek ataupun memberi jawaban karena kegiatan itu sama aja kayak korupsi. Aku enggak bisa melanggar prinsipku itu karena ketika aku melanggar ada beban tersendiri di hatiku.
Buku fotocopy matematika kemarin sangat membantuku untuk mengerjakan soal-soal ujian, walaupun enggak yakin 100% berhasil tapi aku pede kok. Aku keluar ruangan selalu di menit-menit terakhir, enaknya aja soalnya. Waktu aku keluar aku sedikit berteriak menandakan lega karena ujian matematika telah usai, sayup sayup aku melihat beliau, iya pak matematika memandangku sambil tersenyum lucu. Aku sedikit malu dan mulai beranjak mengambil tasku meninggalkan ruang ujian untuk pulang ke rumah.
Mulai kejadian itu tatapan dia seperti tatapan suka, entah suka sebagai guru dan murid atau suka yang lain, tatapannya tidak bisa diartikan dengan kata-kata. Apalagi aku orangnya cuek banget dan kurang peka, maklum kelamaan jomblo.
Pekan ujian tinggal satu hari lagi, tanpa sengaja aku bertemu dia lagi "gimana ujiannya lancar-lancar aja kan?", tanya pak matematika itu padaku sambil tersenyum. Aku menjawab "lancar-lancar aja kok pak". Ada beberapa momen aku melihat dia sedang menatapku dan aku merasakan dia sedikit grogi jika ada aku. Cuman aku harus stay positive thingking "enggak kok, mungkin dia cuman menganggapku sebagai murid aja karena aku unggul di matematika" menyakinkan diriku sendiri agar nantinya tidak terluka.
Namanya juga perempuan apapun selalu menggunakan perasaan jadinya baper deh, tapi jujur takut terluka juga. Kemarin pekan ujian sudah selesai tapi hari ini aku harus ke bimbel lagi, bukan untuk belajar tapi aku harus membayar tagihanku bulan ini ke TU bimbel. "Gimana fir ujianmu, lacar aja kan?" tanyaku pada fira. "Lancar kok dan sepertinya lumayan juga hasilnya, huft bentar lagi liburan nih enggak bisa ketemu sama kamu lagi dong". "Kalau mau ketemu bilang aja terus janjian deh mau kemana, tapi jangan lama-lama yaa soalnya enggak suka sama udara luar" candaku pada fira. "Sipp okee tenang kalau itu".
Waktu pembayaran aku melihat pak matematika disana, aku menyapanya. "Nih ada kue saya, saya tadi emang sengaja minta dua, yang satu buat kamu. Silahkan di ambil" kata pak matematika. Aku yang notabene udah lama jomblo dan cuek ke cowok, enggak tahu kenapa meleleh aja waktu dia bilang gitu. Saking grogi dan mungkin agak lemot aku menolak dong, malu banget soalnyaa. "Enggak pak sudah kenyang terima kasih" jawabku dengan penuh sopan sambil menutupi rasa grogi. Singkat cerita pembayaran udah selesai, karena tadi aku diantar jadinya aku nunggu. Nunggu agak sedikit lama dan aku paling terakhir yang belum dijemput dan kalian tahu enggak apa yang terjadi, dia nunggu aku sampai dijemput orang rumah, dia bisa aja sih pulang soalnya masih ada guru lain tapi dia enggak pulang.
Ohh iya aku masuk bimbel itu kelas dua mau ke kelas tiga SMA. Pekan liburan dimulai, aku mulai berpikir nanti aku mau ngelanjutin dimana yaa. Sambil menimbang-nimbang dan membuat strategi supaya bisa lolos. Aku memiliki keinginan untuk melanjutkan ke fakultas kedokteran di salah satu universitas di Indonesia. Boleh jauh dari rumah asalkan masih satu provinsi sama rumah. Waktu masih kecil pengen banget bisa jadi dokter dan keputusanku juga disetujui sama keluarga. Keinginanku jadi dokter menjadi bulat waktu aku SMP, aku disana banyak sekali didukung terutama sama gurunya.
Tiba waktunya pengumuman siapa aja yang bisa mendaftar pendaftaran pertama dan yaa alhamdulillah aku lolos masuk tahap pertama dari sekolah. Aku mulai mendaftar di PTN aku merasa yakin dan pede karena nilaiku bisa dibilang memuaskan. Jam demi jam aku lewati menunggu hasil pengumuman sambil mendekatkan diri kepada Allah serta berdoa supaya lolos.
Tanganku mulai membuka laptop dan mengetikkan nomor pendaftaranku di situs pengumuman, hatiku berdebar dan takut kalau aku tidak lolos. Jariku menekan dan yaa terbukalah hasil pengumumannya. Kalian tahu gimana hasilnya? Merah warnanya yang menandakan aku tidak lolos. Frustrasi, emosi, takut, down semua jadi satu. Menangis dan bertanya kenapa aku enggak lolos.
Aku tidak tinggal diam begitu aja, aku sudahi menangisku dan memulai mengerjakan soal-soal untuk persiapan pendaftaran selanjutnya. Selama pekan pendaftaran aku sama sekali tidak bertemu dengan pak matematika, karena fokusku di satu titik yaitu soal-soal. Aku yakin dia juga sibuk dengan kesibukannya sendiri.
Lelah dan tangisan semua terbayar ketika warna hijau terpampang nyata dilaptopku dengan namaku. Aku nangis sejadi-jadinya berterima kasih ke Allah karena sudah mengabulkan doa-doaku selama ini. Memberi tahu kepada keluarga bahwa aku resmi lolos, mereka semua senang dan merasa bangga padaku
Eitss jangan senang dulu dan berkoar-koar ria itu masih tahap pertama masih banyak tahap nanti yang harus aku lakukan waktu perkuliahan. Tentunya sulit-sulit gampang, apapun itu kalau kita ngerjainnya dengan bersyukur semua akan terlampaui begitu saja. Apalagi jurusan ini yang aku pilih jadinya aku enjoy dan happy. Aku sama temenku Syafira masih tetap berhubungan dengan baik, dia cerita kalau dia juga ketrima di jurusan yang dia inginkan juga, mendengar kabar itu aku juga ikut senang.
Setelah menyiapkan beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk perkuliahan, aku kembali lagi ke sekolah untuk mengambil ijazah ku. Aku bertemu lagi dengan dia, rasanya canggung tapi juga bahagia. "Gimana kabar ayah kamu, sehat kan?" tanya dia padaku. Akupun menjawab "sehat pak" sambil tersenyum. "Jaga kesehatan yaa" lanjutnya lagi berkata padaku. Bingung rasanya apa yang kurasakan saat ini 2 tahun memendam rasa tanpa ada yang tahu.
Setahun kemudian aku datang kembali ke sekolah, aku bertemu lagi dengan dia. Aku berkata pada diriku akhirnya terjawab sudah setelah sekian lama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H