Mohon tunggu...
kholifatus sadiyah
kholifatus sadiyah Mohon Tunggu... Lainnya - olif

Allah bismillahirrahmanirrahim khoirunnas man anfa'un nas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Kepayahan Ada Keberkahan

16 Januari 2022   19:18 Diperbarui: 16 Januari 2022   19:23 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"orang yang bertawakal kepada Allah SWT, tidak akan pernah kecewa dengan segala keputusan tuhan dalam hidupnya. Dia percaya bahwa Allah SWT lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba-hambaNya. Dengan keyakinan itu hatinya senantiasa damai, pikiran tenang, dan jiwa penuh dengan rasa syukur."


***

    Di sebuah pesantren, ada seorang kiai yang terkenal sangat bijaksana dan tegas. Beliau memiliki banyak santri. Ada salah satu santri yang menjadi abdi dalem. Santri tersebut memang tidak terlalu pandai soal pelajaran, akan tetapi dia terkenal akan ta'dhimnya (hormat) kepada gurunya. Ramadhan, namanya.

    Pagi-pagi sekali Madan berdiri di depan dalem.

    "Assalamualaikum...."

     Tiga kali ia mengulangi salamnya dengan nada lirih dan penuh hormat. Sampai pada akhirnya, dibukalah pintu dalem oleh Bu Nyai.

    "Ada apa, Ramadhan?" tanya Bu Nyai penasaran.

    "A... anu, Bu Nyai, abdi mau momong putra panjenengan" jawabnya dengan bahasa jawa yang halus sembari setengah membungkukkan badan. Bu Nyai menatapnya penuh dengan keheranan.

    "Ooo... Madan mau momong Gus Haikal?"

    "Nggeh, Bu Nyai," jawabnya pelan.

    Kemudian Bu Nyai memberikan putera beliau- Gus Haikal- pada Madan dengan penuh kepercayaan. Gus Haikal masih berumur sekitar satu setengah tahun. Madan menjaganya dengan penuh kasih sayang dan kehati-hatian. Ia menimang-nimang, membawanya mondar-mandir ke sana-kemari sambil bersholawat.

    "Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad." Madan terus mengulang-ulang sholawatnya sampai Gus Haikal tertidur pulas. Kemudian ia mengantarkannya ke dalem.

    Setelah mengembalikan arloji pada sang Kiai Madan kembali ke Pondok. Tak lupa ia membalik sandal milik sang kiai terlebih dahulu. Itulah kebiasaan santri, untuk kebarokahan guru. Terkadang juga santri berdiri ketika ada guru yang lewat sebagai bentuk keta'dhimannya pada gurunya.

***

    Beberapa tahun kemudian, Ramadhan boyong dari pesantren. Ia terjun dalam dunia kemasyarakatan. Di situlah ia mulai merasakan satu persatu buah kebaikan yang ia tanam selama menjadi santri. Ramadhan yang dulunya bukan tergolong orang yang ini pandai dan pintar, kini menjadi seorang tokoh agama di masyarakat. Bahkan ia memiliki Madrasah Islamiah dan memiliki banyak santri.

    Ia juga sudah berkeluarga dan memiliki putera Puteri yang Sholeh dan sholihah. Madan hidup penuh dengan keharmonisan dan ketentraman bersama keluarganya.

    Meskipun Ramadhan sudah menjadi orang terhormat dalam masyarakat, ia tidak pernah lupa untuk terus mengabdi kepada gurunya. Dan ia masih selalu ingat pesan kiai dulu sewaktu di Pesantren kepada para santrinya,"carilah kebarokahan sebanyak-banyaknya selagi kalian masih ada di Pesantren."

    Allahu Akbar. Mungkin ini yang dimaksud barokah Pesantren, ia bergumam dalam hati kecilnya dengan senyum yang merekah pada bibirnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun