Mohon tunggu...
Kholif Diniawati
Kholif Diniawati Mohon Tunggu... Guru - Guru MAN 3 Bantul

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kaos Hangat Ayahku

7 Desember 2023   00:33 Diperbarui: 7 Desember 2023   00:35 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayah, ayo sepedaan lihat sawah," rengek adikku ketika Ayah sedang menikmati teh di sore hari di teras rumah nenek.

"Sebentar dik, teh Ayah kan belum habis, lagi pula langitnya mendung, nanti kalau kehujanan gimana?" Ibu mencoba menolak permintaan adik dengan halus.

Tapi sepertinya adikku, Yafi tetap memaksa Ayah untuk berputar-putar keliling desa naik sepeda. O ya kami sekeluarga memang sedang berlibur di rumah kakek.

"Ayah, cepetan minumnya, nanti keburu malam ndak jadi naik sepedanya," adikku masih merengek kepada Ayah.

Akhirnya Ayahpun menghabiskan tehnya dan beranjak mengambil jaket serta sepeda. Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat sikap adik yang baru berusia 4 tahun itu yang memang sering tidak bisa dikendalikan kemauannya.

"Ahmad, ayo ikut sepedaan sama adikmu, Cepetan keburu hujan ini" pinta Ayah kepadaku.

Akhirnya akupun ikut naik sepeda bersama Ayah. Adikku dibonceng Ayah di depan dan aku bonceng di belakang. Sepeda yang kami pakai adalah sepeda kuno yang masih sangat bagus dan kuat karena dirawat sama kakek.

Kami sangat menikmati pemandangan dan udara yang sangat sejuk dan segar disepanjang perjalanan. Desa kakek memang masih alami, banyak pepohonan rindang di tepi jalan dan masih luas sawah serta kebun di desa ini.

"Ayah, lihat banyak sekali burung burung di sawah itu," adikku tak henti hentinya menanyakan apapun yang dilihatnya.
           "Itu namanya burung Kuntul, dia makan padi yang ada di sawah itu," jawab Ayah sambil mengayuh sepeda pelan-pelan.

"Yah, kenapa burungnya dibiarkan makan padi, kenapa tidak diusir," aku juga penasaran melihat banyaknya burung yang bebas beterbangan dan makan padi yang tengah menguning di sawah.

"Sebenarnya juga diusir, lihat tali yang dipenuhi kaleng kaleng di tengah sawah itu. Itu adalah alat pengusir burung dengan cara ditarik-tarik sehingga kaleng-kalengnya akan bergemerincing menakuti burung dan burungnya jadi terbang menjauh," Ayah menjelaskan sambil menghentikan sepedanya di pinggir sawah.

 Ketika kami sampai ditengah-tengah area persawahan yang sangat luas, tetiba turun hujan yang begitu lebat dan kami tak sempat berteduh karena memang tidak ada tempat berteduh di sekitar kami. Ayah mempercepat mengayuh sepedanya namun belum juga ada tempat berteduh. Hingga setelah beberapa saat baru ada pohon besar yang dibawahnya bisa dipakai untuk berlindung dan Ayah menghentikan sepedanya.

Kaos kami basah kuyup karena air hujan, kulihat adik kedinginan dan bibirnya membiru.

"Ayah, dingin Yah," adikku mulai mengeluh. Ayah juga tampak bingung harus bagaimana karena memang baju adik basah kuyup.Tetiba Ayah membuka jaketnya dan melepas kaos yang dikenakannya, beruntung Ayah pakai jaket tak tembus air. Ayah mengganti kaos Yafi dengan kaos Ayah yang tidak basah. Ayah juga menyuruhku melepas kaos dan memberikan jaketnya untuk kupakai.

"Terus Ayah pakai baju apa Yah?" tanyaku sambil mengganti kaosku dengan jaket Ayah.

"Ayah tidak pakai baju tidak apa apa, Ayah kan Gatot Kaca, Otot Kawat, Tulangnya Besi jadi tahan terhadap air hujan," jawab Ayah sambil tersenyum.

Akhirnya aku dan adikku tidak lagi kedinginan. Tak berapa lama, hujan pun berhenti, Ayah segera mengayuh sepeda pulang ke rumah dengan tanpa mengenakan kaus dan kami memakai kaos dan jaket yang kedodoran milik Ayah, tapi kami hangat dan tidak kedinginan.

Sampai di rumah, ibu tampak khawatir  menunggu-nunggu kami.

"Ya Allah, ini tadi ceritanya bagaimana," tanya Ibu sambil  menahan tawa melihat aku dan adikku memakai kaos dan jaket kedodoran serta melihat Ayah tanpa mengenakan kaos.

"Sudah sudah, sekarang semuanya segera mandi dan nanti ibu gosok pakai minyak kayu putih biar hangat," kata ibu sambil menuntun adikku menuju kamar mandi.

"Kami sudah hangat Bu, serasa dipeluk Ayah, kan pakai kaos dan jaket Ayah,"

 kataku sambil tersenyum. Sebelum masuk kamar mandi aku berbisik kepada Ayah, "Terima kasih Ayah, Ayah memang hebat." kulihat Ayah tidak menjawab dan hanya tersenyum sambil mengacungkan ibu jari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun