Istilah "jam koma" telah menjadi fenomena populer di kalangan Gen Z Indonesia, terutama di media sosial seperti TikTok dan X (sebelumnya Twitter). Istilah ini merujuk pada kondisi ketika seseorang tampak tidak fokus atau "melamun," sering kali terjadi pada waktu tertentu dalam sehari. Fenomena ini menarik perhatian dari perspektif psikolinguistik karena melibatkan hubungan antara kelelahan kognitif, perhatian, dan penggunaan bahasa dalam kehidupan modern.
Jam koma dapat dijelaskan sebagai momen kelelahan ekstrem, baik fisik maupun mental, yang menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran penuh atas tindakannya. Contonya, seseorang melupakan barang belanjaan setelah membayar atau meninggalkan uang yang telah diambil dari ATM. Kondisi ini umumnya terjadi pada sore hari (antara pukul 14.00 hingga 16.00) atau larut malam, saat kemampuan otak untuk memproses informasi menurun drastis. Dalam psikolinguistik, fenomena ini berkaitan erat dengan proses kognitif otak, termasuk pemeliharaan perhatian, pengolahan informasi, dan hubungan antara kelelahan mental dengan kemampuan linguistik.
Kelelahan Kognitif dan Perhatian
Dalam psikolinguistik, perhatian merupakan elemen penting dalam komunikasi dan pengolahan bahasa. Eysenck (2004) menjelaskan bahwa kelelahan kognitif dapat mengurangi efisiensi perhatian, sehingga seseorang kesulitan memproses informasi dengan baik. Pada kondisi "jam koma," otak sering kali memasuki fase brain freeze, yaitu penurunan kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas sederhana. Akibatnya, individu dapat melakukan kesalahan seperti melupakan tugas kecil atau berbicara dengan struktur kalimat yang tidak logis.
Kesalahan ini sering dikaitkan dengan kesalahan pragmatik, di mana seseorang gagal mempertahankan konteks atau relevansi dalam percakapan. Dalam kondisi ini, otak tidak hanya kesulitan memproses informasi yang datang, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk menyaring mana yang relevan, sehingga menghasilkan komunikasi yang kurang efektif.
Hubungan Kelelahan dengan Bahasa
Bahasa adalah salah satu fungsi otak yang paling kompleks, dan sangat rentan terganggu oleh kelelahan kognitif. Chomsky (1965) menyatakan bahwa pengolahan bahasa membutuhkan koordinasi antara memori kerja (working memory) dan pemrosesan sintaksis. Ketika otak lelah, koordinasi ini terganggu, menyebabkan ujaran yang tidak koheren atau sulit dimengerti. Kondisi ini sering ditemukan pada individu yang mengalami jam koma, di mana mereka salah berbicara atau mengetik, bahkan dalam tugas-tugas otomatis.
Selain itu, kelelahan juga berdampak pada fluency atau kelancaran berbicara, salah satu elemen penting dalam psikolinguistik. Ketika otak kehilangan fokus, kemampuan berbicara menjadi terfragmentasi, yang mengurangi efektivitas komunikasi. Hal ini mencerminkan gangguan fungsi eksekutif otak yang menjadi penyebab utama penurunan kualitas linguistik.
Tekanan Sosial dan Gaya Hidup Kiwari
Fenomena jam koma tidak lepas dari tekanan sosial dan gaya hidup Gen Z. Generasi ini sering menghadapi tuntutan tinggi dalam hal akademik, karier, serta ekspektasi sosial untuk selalu produktif dan terhubung. Kebiasaan seperti menggulir media sosial tanpa henti, begadang untuk menonton konten, atau menghadapi notifikasi yang terus-menerus memperburuk kemampuan otak untuk beristirahat secara optimal.