Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Pantun untuk Pemimpin Negeriku

18 Desember 2024   06:15 Diperbarui: 18 Desember 2024   06:15 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lib.smklabor.sch.id/index.php?p=show_detail&id=5926

Pengantar 

Dalam rangka memperingati Hari Pantun Nasional (Hartunas), peran para pemimpin negeri dalam melestarikan pantun sebagai budaya tak benda yang telah diakui UNESCO sangatlah penting. Pantun bukan hanya warisan seni, tetapi juga cerminan kecendekiaan dan nilai luhur bangsa. Keteladanan pemimpin dalam berpantun dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mencintai dan menjaga warisan budaya ini. Dengan menjadikan pantun sebagai bagian dari komunikasi, para pemimpin tidak hanya memperkuat identitas budaya nasional, tetapi juga menunjukkan bahwa seni berbahasa yang santun dan bermakna tetap relevan di era modern.

Burung camar terbang ke tepi,
Air tenang memantul mentari.
Dari dahulu hingga kiwari,
Seni berpantun sarat makna dan arti.

Tampak sampan di tepi kali,
Melintas tenang di pagi hari.
Dari dulu hingga kini lestari,
Pantun penuh makna selalu di hati.

Bunga kenanga jatuh di halaman,
Tercium harum di pagi ceria.
Seni berpantun menunjukkan kecendekiaan,
Berpikir dan berbahasa penggunanya.

Pohon kelapa tumbuh di Pantai Raya,
Daunnya rindang meneduhkan jiwa.
Pantun warisan budaya yang kaya,
Milik bangsa, jangan sampai sirna.

Burung elang terbang di awan,
Hinggap sebentar di puncak Jaya.
Pantun seni yang penuh keindahan,
Telah diakui oleh UNESCO dan dunia.

Burung merpati terbang ke sawah,
Hinggap sebentar di dahan mangga.
Pantun warisan budaya bangsa,
Dunia pun turut mengakuinya.

Di tepian sungai bunga teratai,
Hilir mengalir airnya perlahan.
Jika para pemimpin suka mencaci-maki,
Tanda hilangnya budaya keadaban.

Burung tempua terbang berdekat,
Hinggap sejenak di rimbunan belukar.
Setiap saat rakyat melihat,
Para pemimpin negeri sibuk bertengkar.

Burung elang melayang di hutan,
Terbang rendah di atas sungai tenang.
Setiap saat rakyat menyaksikan,
Para politisi negeri saling umpat dan melecehkan.

Kapal berlayar di tengah lautan,
Nahkoda membawanya ke pulau Simpadan.
Negeri ini riuh umpatan,
Menebar benci dan permusuhan.

Burung merpati terbang ke hutan,
Hinggap sejenak di dahan randu.
Negeri ini penuh makian,
Mengumbar benci tanpa rasa malu.

Bulan terang memancar di mega,
Angin berbisik membawa keteduhan.
Berbahasa santun dan penuh hikmah,
Pertanda tingginya ilmu dan keadaban.

Bunga mawar mekar berseri,
Harumnya semerbak di pagi hari.
Biasakan berpantun wahai para pemimpin negeri,
Karena itu menunjukkan keluhuran budi.

Bunga melati tumbuh berseri,
Harum semerbak sepanjang masa.
Biasakan berpantun wahai para pemimpin negeri,
Karena itu menunjukkan kepiawaianmu berbahasa.

Burung dara terbang ke tepi,
Hinggap sejenak di pohon mahoni.
Biasakan berpantun wahai para pemimpin negeri,
Karena akan menunjukkan dirimu bijak bestari.

Pohon kelapa di tepi kali,
Daunnya melambai diterpa angin pagi.
Biasakan berpantun wahai para pemimpin negeri,
Kalau bukan dirimu siapa lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun