Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Peringatan Hari Anti-Korupsi Internasional 2024

9 Desember 2024   07:07 Diperbarui: 9 Desember 2024   10:42 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 9 Desember, masyarakat dunia memperingati Hari Anti-Korupsi Internasional (Hakordia). Peringatan ini merupakan momen refleksi untuk mengingatkan pentingnya perjuangan melawan korupsi, terutama di negara-negara yang demokrasinya masih lemah.

Hakordia diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2003, melalui upaya Sekretaris Jenderal Kofi Annan yang saat itu menyoroti berbagai dampak buruk korupsi terhadap masyarakat global.

Upaya Kofi Annan akhirnya  menghasilkan Perjanjian Antikorupsi Dunia yang ditandatangani di Merida, Meksiko. Sejak saat itu, tanggal 9 Desember menjadi simbol komitmen global dalam memberantas kejahatan korupsi.

*Data dan Fakta Korupsi di Indonesia*

Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2023, terdapat 791 kasus korupsi dengan 1.695 tersangka. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp28,4 triliun, sementara nilai suap, gratifikasi, dan pencucian uang mencapai ratusan miliar rupiah.

Pelaku korupsi sebagian besar berasal dari birokrat, legislator, dan aparat eksekutif daerah. Temuan ICW juga menunjukkan 67% kasus korupsi melibatkan eksekutif daerah, mulai dari pejabat dinas, camat, hingga kepala daerah. Kondisi ini memperlihatkan bahwa korupsi telah menjadi masalah struktural, melibatkan kolaborasi antara aktor politik dan birokrat.

Transparency International menempatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada skor 34 dari 100, dengan peringkat 115 dari 180 negara. Skor ini menunjukkan stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi, bahkan menurun dibandingkan capaian terbaik Indonesia pada 2019, yaitu skor 40. Skor yang rendah ini menunjukkan korupsi masih menjadi tantangan besar dalam pemerintahan, birokrasi, dan penegakan hukum.

Keadaan ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. "Political Economic Risk Consultancy" (PERC) bahkan pernah menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia, menunjukkan bagaimana korupsi telah menjadi "budaya" yang sulit diberantas.

Korupsi di Indonesia memiliki karakteristik yang khas, yaitu kejahatan tanpa kekerasan (_non-violence_) yang melibatkan tipu muslihat, ketidakjujuran, dan penyembunyian. Modusnya mencakup berbagai bentuk, seperti suap, uang pelicin, gratifikasi, dan pungutan liar. Dalam sektor publik, korupsi sering terjadi karena sistem pelayanan yang lambat, prosedur berbelit-belit, dan birokrasi yang tidak transparan.

Ungkapan populer seperti _"kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat?"_ mencerminkan mentalitas korup yang telah mengakar. Lebih ironis lagi, desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah justru menciptakan fenomena "desentralisasi korupsi," di mana praktik korupsi tidak hanya terjadi di pusat, tetapi juga menyebar luas ke daerah.

 

*Kekuasaan dan Korupsi: Perspektif Teoretis*

Tesis klasik Lord Acton, _"power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely_," sangat relevan untuk memahami dinamika korupsi di Indonesia. Korupsi sering terjadi karena lemahnya akuntabilitas dan pengawasan terhadap kekuasaan. Hal ini diperparah oleh kolusi antara legislator dan birokrat yang menciptakan iklim yang kondusif bagi korupsi.

Wang An Shih, seorang reformis Tiongkok, juga mengingatkan bahwa korupsi muncul karena lemahnya moralitas pemimpin dan sistem hukum yang rapuh. Kondisi ini menggambarkan Indonesia, di mana penegakan hukum sering kali tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Peringatan Hakordia 2024 harus menjadi momen introspeksi sekaligus langkah konkret dalam pemberantasan korupsi. Pertama, transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan melalui reformasi birokrasi. Sistem pengawasan yang independen dan partisipasi masyarakat perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Kedua, pendidikan antikorupsi harus menjadi prioritas. Masyarakat perlu diajarkan bahwa korupsi adalah kejahatan moral dan sosial yang merugikan semua pihak. Sikap apatis dan toleransi terhadap korupsi harus diubah menjadi keberanian untuk melapor dan melawan.

Ketiga, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Hukuman yang tegas terhadap pelaku korupsi, terutama mereka yang memiliki kekuasaan, akan memberikan efek jera sekaligus memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

Korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah budaya. Pemberantasan korupsi memerlukan perubahan paradigma dalam masyarakat. Semua elemen---pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, media, dan lembaga keagamaan---harus bekerja sama untuk menciptakan budaya antikorupsi. Gerakan sosial yang masif dan konsisten dapat menjadi kekuatan untuk melawan "budaya" korupsi yang telah mengakar.

Indonesia, seperti banyak negara lain, masih berjuang melawan korupsi yang menggerogoti sendi-sendi pembangunan. Tema nasional Hakordia 2024, "Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju," mencerminkan ambisi besar untuk menanggulangi masalah ini.

Refleksi Hakordia 2024 mengingatkan kita bahwa korupsi adalah musuh bersama yang merugikan bangsa secara keseluruhan. Penelitian dan data menunjukkan bahwa korupsi telah menjadi tantangan struktural yang membutuhkan pendekatan multidimensi. Dengan memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan budaya antikorupsi, Indonesia dapat bergerak menuju pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun komitmen kolektif dalam memberantas korupsi demi Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun