Mengutip "Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional 2024" yang dirilis dari Kemendikdasmen, Hari Guru Nasional tahun 2024 Â diperingati pada hari Senin, 25 November. Tahun ini mengusung tema "Guru Hebat, Indonesia Kuat". Pilihan tema tersebut konon diharapkan bisa membangkitkan semangat para guru untuk menjadi sosok-sosok pendidik yang hebat demi terciptanya Indonesia yang lebih maju.
Namun mohon maaf, di mata saya, usungan tema tersebut terkesan miris lagi ironi. Karena realitasnya menjadi guru di negeri ini seperti judul tulisan ini: Kurang Sejahtera dan rentan dikriminalisasi. Ya, menjadi seorang guru di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Selain harus menghadapi tantangan dalam mendidik generasi penerus bangsa, para guru juga sering kali harus berhadapan dengan berbagai persoalan yang mengancam kesejahteraan mereka, baik secara materi maupun non-materi. Dua isu utama yang kerap dihadapi para guru adalah ketidaksejahteraan secara ekonomi dan risiko kriminalisasi.
Tidak Sejahtera Secara Materi
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh para guru di Indonesia adalah ketidak sejahteraan secara ekonomi. Banyak guru, terutama yang berstatus honorer, mendapatkan gaji yang jauh di bawah standar hidup layak. Menurut data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), banyak guru honorer hanya menerima gaji sebesar Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan, jumlah yang sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, tunjangan dan fasilitas yang diterima oleh guru juga sering kali tidak memadai. Banyak guru yang harus mengeluarkan biaya pribadi untuk membeli perlengkapan mengajar dan bahan-bahan pendukung lainnya. Kondisi ini semakin diperparah oleh minimnya kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan pangkat atau tunjangan.
Rawan Dikriminalisasi
Di samping ketidak sejahteraan secara materi, para guru juga harus menghadapi risiko kriminalisasi. Banyak kasus di mana guru yang mencoba mendisiplinkan siswa justru dilaporkan ke pihak berwenang dan dikenai tuntutan pidana. Fenomena ini dikenal dengan istilah "kriminalisasi guru".
Contoh kasus yang cukup menonjol adalah kasus yang menimpa Supriyani, seorang guru honorer di Sulawesi Tenggara yang dilaporkan oleh seorang polisi karena menghukum anaknya. Ada juga kasus Zaharman, seorang guru olahraga di Rejang Lebong yang mengalami kebutaan setelah diserang oleh orang tua murid.
Kriminalisasi guru ini tidak hanya mengancam keamanan fisik dan mental para guru, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang merasa terancam oleh kemungkinan tuntutan hukum akan cenderung menghindari tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mendisiplinkan siswa, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif pada perkembangan karakter dan kualitas pendidikan siswa.
Negara Harus Hadir