Pilkada serentak 2024 Provinsi Jakarta kini  menjadi sorotan utama. Perbedaan dukungan dari dua tokoh penting, Habib Rizieq Shihab dan Anies Baswedan, dianggap telah memberikan warna baru dalam kontestasi politik di provinsi ini. Habib Rizieq, pemimpin Front Persaudaraan Islam (FPI), telah resmi memberikan dukungan kepada pasangan Ridwan Kamil-Suswono, sedangkan  Anies Baswedan, mantan gubernur Jakarta, mendukung Pramono Anung-Rano Karno. Perbedaan ini memunculkan pertanyaan besar: kemana suara umat Islam Jakarta akan berlabuh?
Pengaruh Habib Rizieq dan Anies Baswedan
Habib Rizieq memiliki basis pendukung yang kuat di kalangan umat Islam Jakarta konservatif. Menurut survei terbaru dari lembaga riset politik Indonesia Strategic Institute (IndoStrategic), sekira 25% umat Islam di Jakarta cenderung setia pada arahan Habib Rizieq Shihab (HRS), terutama karena perannya dalam isu-isu keagamaan dan politik. Sebagai tokoh yang dikenal vokal, HRS dinilai  memiliki kemampuan untuk memobilisasi massa, khususnya melalui platform-platform keagamaan yang sering ia gunakan.
Dukungan FPI terhadap pasangan Ridwan Kamil-Suswono tidak hanya berbasis ideologi agama tetapi juga program yang pro-rakyat kecil. Ridwan Kamil, dengan rekam jejaknya sebagai gubernur Jawa Barat, memiliki reputasi yang baik dalam program-program pemberdayaan masyarakat berbasis Islam, seperti penguatan ekonomi berbasis pesantren dan zakat produktif. Hal ini dinilai selaras dengan visi HRS yang kerap menekankan pentingnya keadilan sosial.
Di sisi lain, Anies Baswedan memiliki pengaruh yang tidak kalah besar. Sebagai mantan gubernur Jakarta, ia dikenal sebagai tokoh yang merangkul berbagai golongan, termasuk umat Islam moderat dan kelompok non-Islam. Data dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI)Â menunjukkan bahwa lebih dari 30% pemilih di Jakarta masih terhubung secara emosional dengan kepemimpinannya, terutama terkait program-program populis seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan penataan kampung kumuh. Dukungan Anies terhadap pasangan Pramono Anung-Rano Karno diperkirakan dapat menarik simpati dari kelompok pemilih yang menginginkan kesinambungan pembangunan.
Dinamika Politik dan Polarisasi
Perbedaan dukungan antara Habib Rizieq dan Anies Baswedan mencerminkan dinamika politik yang semakin kompleks dalam Pilkada Jakarta. Polarisasi di kalangan umat Islam bisa menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga persatuan. Menurut pakar politik Universitas Indonesia, Dr. Burhanuddin Muhtadi, perbedaan ini dapat memunculkan dua kubu besar: kelompok yang mendukung pendekatan konservatif-religius dan kelompok yang lebih memilih pendekatan moderat-pluralis.
Polarisasi ini terlihat dari narasi kampanye masing-masing calon. Pasangan Ridwan Kamil-Suswono banyak mengangkat isu keadilan sosial berbasis nilai-nilai Islam, seperti pembenahan ekonomi umat dan pendidikan berbasis moral agama. Di sisi lain, Pramono Anung-Rano Karno lebih menekankan kesinambungan pembangunan infrastruktur dan kolaborasi antar golongan, sesuai dengan gaya kepemimpinan Anies sebelumnya.
Namun, para tokoh masyarakat dan organisasi keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mengingatkan pentingnya menjaga harmoni dan menghindari politisasi agama yang berlebihan. Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa umat Islam Jakarta perlu fokus pada kualitas kepemimpinan dan program kerja, bukan hanya pada figur atau afiliasi politik.
Kemana Suara Umat Islam Akan Berlabuh?
Sulit untuk memprediksi secara pasti kemana suara umat Islam Jakarta akan berlabuh. Hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa 40% pemilih umat Islam masih ragu-ragu dan menunggu debat kandidat serta pengumuman program kerja masing-masing pasangan calon. Ini menunjukkan bahwa dukungan dari tokoh seperti Habib Rizieq dan Anies Baswedan memang penting, tetapi bukan faktor tunggal yang menentukan.
Beberapa faktor kunci yang akan mempengaruhi pilihan pemilih adalah rekam jejak kandidat, visi misi, dan kemampuan mereka untuk menghadirkan solusi nyata atas permasalahan Jakarta, seperti banjir, kemacetan, dan kesenjangan sosial. Dalam konteks ini, Ridwan Kamil-Suswono memiliki keunggulan pada pengalaman teknokratik dan pendekatan religius, sedangkan  Pramono Anung-Rano Karno menawarkan kesinambungan pembangunan dan kolaborasi lintas golongan.
Menurut pengamat politik LIPI, Prof.Dr. Siti Zuhro, preferensi umat Islam Jakarta akan cenderung terpecah. "Umat Islam Jakarta bukanlah entitas yang homogen. Ada berbagai lapisan dan kepentingan yang memengaruhi pilihan mereka. Jadi, pada akhirnya, kampanye yang mampu merangkul semua kalangan dengan program konkret akan lebih berpeluang menang," jelasnya.
Harapan untuk Demokrasi Jakarta
Pemilihan Gubernur Jakarta ini bukan hanya ajang kontestasi politik, tetapi juga ujian bagi kualitas demokrasi di ibu kota. Polarisasi adalah tantangan, tetapi dapat menjadi peluang untuk mendewasakan pemilih jika perbedaan dijalani dalam koridor damai dan saling menghormati. Umat Islam Jakarta diharapkan mampu melihat kepentingan yang lebih besar, yaitu memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan positif bagi seluruh warga.
Pada akhirnya, suara umat Islam Jakarta akan berlabuh pada pasangan calon yang dianggap paling mampu mewakili aspirasi dan kebutuhan mereka. Dengan dinamika politik yang semakin kompleks, proses ini diharapkan dapat berjalan secara adil, damai, dan memberikan kontribusi positif bagi demokrasi di Indonesia. Pilihan ini bukan hanya soal siapa yang menjadi gubernur, tetapi juga refleksi dari harapan masyarakat untuk masa depan Jakarta yang lebih baik.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI