Sivitas akademika PTN harus berani meminimalisir perwakilan dari unsur pejabat atau mantan pejabat yang hanya mencari posisi tawar dirinya dan mencari hidup sebagai anggota MWA. Â Agar lebih efektif, MWA perlu diisi oleh anggota yang independen, seperti perwakilan Masyarakat serta alumni yang benar-benar memiliki kepedulian pada institusi almamater tempat dikiranya dahulu menimba ilmu. Â
Selanjutnya, untuk mencegah konflik kepentingan, sebagai sebuah Lembaga MWA sebaiknya memisahkan fungsi legislatif, seperti pengangkatan dan pemberhentian rektor, dengan fungsi yudikatif, yakni pengawasan terhadap anggaran dan aturan.
MWA, khususnya pada kampus yang sudah berstatus PTN BH harus diberikan kewenangan untuk memastikan seluruh aktivitas kampus tersebut  berjalan sesuai dengan aturan dan koridor hukum. Dengan penguatan peran ini, praktik korupsi seperti suap dalam penerimaan mahasiswa baru atau pengelolaan dana yang tidak transparan dapat diminimalkan.
 Reformasi Sistem dan Regulasi
Selain penguatan MWA, reformasi sistem di kampus juga diperlukan untuk mengurangi peluang korupsi. Beberapa langkah yang dapat diambil  antara lain, pertama pemerintah perlu merevisi regulasi terkait jalur mandiri, yang sering menjadi celah korupsi. Standar antisuap internasional seperti Anti-Bribery and Corruption Compliance dari The Wolfsberg Group dapat diadaptasi untuk memastikan transparansi dalam seleksi mahasiswa baru.
Kedua, model bisnis yang berkelanjutan. Kampus harus mengurangi ketergantungan pada biaya kuliah mahasiswa dengan mencari alternatif pendanaan. Pendekatan berbasis kemitraan penelitian, seperti model triple-helix (universitas-industri-pemerintah), dapat menjadi solusi.
Model bisnis berkelanjutan di kampus bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada biaya kuliah mahasiswa sebagai sumber utama pendanaan. Salah satu solusi efektif adalah pendekatan kemitraan penelitian berbasis triple-helix, yang melibatkan kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah. Dalam model ini, universitas dapat mengembangkan penelitian aplikatif yang didanai oleh industri, dengan dukungan kebijakan dan insentif dari pemerintah.
Pendekatan ini tidak hanya memperkuat pendanaan kampus, tetapi juga mendorong inovasi, relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar, serta peningkatan kualitas akademik. Dengan model ini, kampus mampu mengelola dana secara lebih berkelanjutan tanpa membebani mahasiswa dengan biaya pendidikan yang tinggi.
Kemudian yang juga regulasi yang harus dilakukan oleh PTN yakni peningkatan transparansi digital. Sistem transparansi berbasis teknologi adalah alat efektif untuk mencegah manipulasi data dan pengelolaan anggaran di kampus. Dengan platform daring, masyarakat dapat memantau alokasi dan penggunaan dana secara real-time, memastikan akuntabilitas setiap keputusan keuangan.
Penggunaan teknologi ini diharapkan akan semakin meningkatkan transparansi, mempermudah pengawasan publik, dan menutup celah praktik korupsi. Dengan pengelolaan yang lebih terbuka, kampus dapat membangun kepercayaan masyarakat serta menciptakan sistem keuangan yang lebih efisien dan terpercaya.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Korupsi di PTN adalah ancaman serius bagi dunia pendidikan dan masa depan bangsa. Untuk mengatasinya, penguatan Majelis Wali Amanat (MWA) adalah langkah strategis yang dapat memastikan pengawasan independen di universitas. Selain itu, reformasi regulasi, pengelolaan keuangan yang transparan, dan perubahan budaya akademik menjadi elemen penting dalam mencegah korupsi. Dengan komitmen bersama dari pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, kita dapat mengembalikan fungsi pendidikan tinggi sebagai benteng integritas dan pusat pembelajaran moral bangsa.***