Kritik yang menyebut Jokowi masih "cawe-cawe" (terlibat secara aktif) dalam urusan politik setelah masa jabatannya berakhir semakin menguat dengan simbol ini, yang berpotensi merusak citra PSI sebagai partai yang seharusnya memperjuangkan nilai-nilai reformasi, transparansi, dan anti-korupsi.
Pakar telematika Roy Suryo misalnya, menilai Kaesang seolah menunjukkan sikap menantang publik yang tak sepaham dengan Jokowi, sekaligus mencari perhatian publik alias 'caper'. Menurut Roy Suryo, secara ilmu komunikasi publik, gimmick semacam ini memang bisa menarik perhatian masyarakat karena kontroversi dan akan sexy alias laku untuk pemberitaan .
Bagi bangsa, penggunaan simbol ini juga bisa memperkuat kritik bahwa Indonesia tengah terjebak dalam politik dinasti, yang mengancam prinsip demokrasi. Simbol "Putra Mulyono" bisa menandakan bahwa kekuasaan lebih cenderung beredar dalam lingkaran elit dan keluarga politik, mengesampingkan meritokrasi dan peluang bagi generasi muda yang berprestasi.Â
Hal ini memperdalam skeptisisme publik terhadap reformasi politik yang sebenarnya diharapkan mampu melepaskan diri dari tradisi politik lama yang penuh dengan koneksi pribadi.
Kasus Kaesang Pangarep dan rompi "Putra Mulyono"-nya menunjukkan bahwa dalam dunia politik, simbol dan tanda memiliki dampak yang sangat besar. Simbol tersebut bisa memberikan keuntungan politik, memperkuat citra seorang tokoh, dan membangun kedekatan dengan publik.
Namun, simbol yang sama juga bisa memicu persepsi negatif, terutama ketika makna yang dikandungnya sarat akan ambiguitas dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan. Sebagai bukti "serangan balik" atas viralnya rompi bertuliskan "Putra Mulyono" ini kini di pasaran mulai beredar kaos yang bertuliskan "Korban Mulyono" serta "Adik Fufufafa". Nah, pilihan sudah diambil. Selajutnya sa-"Karep"mu Kaesang..***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H