Memang dalam Al-Qur'an, Surat Al-Anbiya' (21): 107 disebutkan Allah SWT berfirman: "Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil-a'lamiin". Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
Frasa "rahmatan lil 'alamin" pada ayat tersebut bermakna bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah sebagai bentuk kasih sayang dan rahmat yang meliputi seluruh alam, bukan hanya bagi manusia, tetapi juga untuk seluruh makhluk ciptaan Allah SWT, termasuk flora, fauna, serta dunia jin dan malaikat.
Menurut para ulama, rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad mencakup ajaran-ajaran Islam yang penuh kasih, keadilan, dan perdamaian, serta petunjuk hidup yang membawa kebaikan dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian tidak ada kaitan antara konsep rahmatan lil 'alamin ini dengan gelar "Junjungan Alam" atau "Baginda Alam," yang secara teologis hanya layak disematkan kepada Allah SWT.
Penyebab Salah Kaprah
Salah kaprah dalam memberikan gelar kepada Nabi Muhammad SAW ini juga dipengaruhi oleh budaya lokal, terutama budaya Jawa. Dalam tradisi Jawa, penggunaan gelar-gelar yang terkait dengan alam sudah menjadi bagian dari penghormatan kepada raja dan bangsawan. Â Namun, penting untuk diingat bahwa tradisi budaya ini tidak bisa begitu saja diterapkan dalam konteks Islam.
Dalam budaya Jawa, gelar-gelar seperti "Pakualam"Â atau "Mangkualam" mengisyaratkan hubungan penguasa dengan alam. Akan tetapi, dalam Islam, hubungan ini hanya dimiliki oleh Allah SWT. Mengaplikasikan gelar-gelar ini kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah cara yang tepat untuk menunjukkan penghormatan kepada beliau. Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa konteks budaya dan ajaran agama harus dibedakan dengan jelas.
Menghormati Nabi Muhammad SAW adalah kewajiban kita sebagai umat Islam, tetapi penghormatan itu harus dilakukan dengan cara yang benar, berdasarkan ajaran Al-Qur'an dan sunnah, bukan melalui pengaruh budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Khotimah
Penghormatan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW memang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim, tetapi hal ini harus dibarengi dengan pemahaman yang tepat mengenai posisi beliau sebagai Nabi dan Rasul. Â Gelar-gelar seperti "Junjungan Alam" atau "Baginda Alam" sebaiknya tidak digunakan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam dan dapat menimbulkan salah tafsir mengenai posisi Nabi Muhammad SAW dalam Islam. Â
Posisi Nabi Muhammad sebagai utusan Allah sudah sangat mulia, dan kita seharusnya menjaga kemurnian ajaran Islam dengan menghormati beliau sesuai dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan.
Allahu a'lam***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H