Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Namun, kecintaan tersebut haruslah  diiringi dengan pemahaman yang benar mengenai posisi beliau sebagai Nabi dan Rasul.  Dalam konteks ini, muncul fenomena pada sebagian umat Islam di Indonesia kerap  memberikan gelar-gelar kepada Nabi Muhammad yang tidak sepenuhnya tepat. Gelar seperti "Junjungan Alam" dan "Baginda Alam," meskipun dimaksudkan sebagai penghormatan, sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Islam dan berpotensi  menimbulkan salah paham.
Penghormatan dan kecintaan yang mendalam kepadaGelar "Junjungan Alam"
Gelar "Junjungan Alam" misalnya, sering digunakan oleh sebagian umat, termasuk para ustadz dan ulama, untuk menegaskan kedudukan Nabi Muhammad SAW yang tinggi.  Kata "junjungan" dalam bahasa Jawa bermakna sosok yang diangkat tinggi dan dihormati, sedangkan "alam" merujuk pada semesta, mencakup semua makhluk Allah, termasuk manusia, flora, fauna, dan seluruh ciptaan lainnya.  Sedangkan 'junjunan' dalam bahasa Sunda  bermakna 'kekasih' atau yang dicintai. Jadi makna junjunan alam' artinya 'kekasih semesta'.
Dalam pandangan Islam, hanya Allah SWT sajalah yang berhak disematkan sebagai jungjungan alam maupun junjunan alam alias  Rabbul 'Alamin. Meskipun Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, tetapi beliau tidak dalam posisi penguasa alam semesta atau penguasa yang mengendalikan alam.  Beliau manusia biasa pilihan Allah yang diberi tugas membawa risalah.
Penyebutan "Junjungan Alam" atau "Junjunan Alam" untuk Nabi Muhammad SAW, meskipun dilandasi niat baik, sebenarnya berpotensi menyamakan posisi beliau dengan Allah SWT. Selain juga akan menimbulkan kerancuan dalam pemahaman umat tentang tauhid, yang menegaskan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas alam semesta. Â Oleh karena itu, gelar ini kurang tepat jika digunakan untuk Nabi Muhammad SAW.
Gelar "Baginda Alam"
Selain "Junjungan Alam," gelar "Baginda Alam" juga sering ditemukan dalam literatur budaya dan keagamaan di kalangan masyarakat Indonesia. "Baginda" dalam bahasa Indonesia biasanya bermakna raja atau penguasa, sedangkan "alam" merujuk pada semesta. Â Menggelari Nabi Muhammad SAW dengan "Baginda Alam" berarti menganggap beliau sebagai penguasa alam semesta, yang tentu tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam Islam, satu-satunya penguasa alam semesta hanyalah Allah SWT. Allah-lah sebagai "malikil alam" atau "malikul mulki" atau 'Raja-Diraja" di seluruh jagat raya ini. Sedangkan Nabi Muhammad SAW hanyalah manusia biasa yang diutus untuk menyebarkan wahyu Allah SWT kepada umat manusia.
Gelar "Nabi dan Rasul"
Dalam ajaran Islam, gelar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sangatlah jelas, yaitu "Nabi" dan "Rasul.".  Gelar tersebut  diberikan langsung oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang terpilih tersebut. Gelar "Nabi" dan "Rasul" tersebut sudah sangat mulia dan memiliki makna yang mendalam, sekaligus menunjukkan tugas beliau untuk menyebarkan kebenaran, mengesakan Allah, dan membawa umat manusia ke jalan yang lurus.
Dengan memahami bahwa hanya Allah SWT telah memberikan gelar agung tersebut, oleh karenanya kita sebagai umatnya tidak seharusnya menambah-nambahi gelar-gelar yang sebenarnya tidak diperlukan. Nabi Muhammad SAW sudah dimuliakan oleh Allah dengan tugas yang sangat agung sebagai pembawa risalah terakhir. Dengan demikian gelar-gelar tambahan dari manusia justru bisa mengaburkan pemahaman tentang peran beliau yang sebenarnya, sekaligus berpotensi mencederai pemahaman ketauhidan kita kepada Allah SWT.