Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kejahatan Firli Bahuri dan Runtuhnya Marwah KPK

18 Juli 2024   10:53 Diperbarui: 18 Juli 2024   10:53 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang SYL Mulai Menyerempet Firli Bahuri, Soal Pertemuan di GOR Hingga Uang untuk Pengkodisian - Sumber : Wartabanjar.com - BeritaSatu Network 

Hingga tulian ini dibuat (17/7/2024) Polri belum menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, menyatakan bahwa penyidikan terhadap Firli atas dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL masih berlangsung, pasca berkasusnya dikembalikan oleh Kajati DKI akhir tahun 2023 lalu.

Sebagai informasi, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka pada 22 November 2023. Namun, hingga kini berkas perkara pemerasannya belum dianggap lengkap sehingga kasusnya belum bisa diproses oleh Kajati dan diteruskan ke pengadilan.  Di sisi lain, SYL sudah lebih dulu diadili dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda sebesar Rp 300 juta karena terbukti melakukan pemerasan terhadap pejabat eselon I dan jajaran di Kementerian Pertanian selama periode 2020-2023.

Penanganan yang lambat terhadap kasus pemerasan Firli Bahuri telah menuai banyak kritik dari para penegak hukum dan menuai kekecewaan luas masyarakat. Bahkan, berlarut-larutnya proses hukum ini menimbulkan sejumlah kecurigaan.

Profesor Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, juga mempertanyakan kelanjutan penyelidikan kasus Firli Bahuri. Hibnu merasa bingung dengan penanganan kasus Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya. Sebagaimana dikutip RRI Pro3 beberapa waktu lalu, menurutnya, penanganan yang tidak jelas terhadap kasus Firli, akan semakin membuat masyarakat skeptis terhadap penegakan hukum. Aparat penegak hukum, menurutnya, justru memberikan contoh yang buruk.

Kasus tersebut menurut Hibnu, menunjukkan contoh buruk dalam penegakan hukum dengan Firli sebagai tersangka. Selain itu, aparat penegak hukum juga terkesan takut terhadap Firli. Dirinya curiga Firli memegang sesuatu yang penting dan menggunakan itu sebagai senjata agar kasusnya tidak berlanjut. Oleh karenanya ia berharap aparat penegak hukum memahami keresahan masyarakat terkait penanganan kasus Firli Bahuri. Jangan sampai, katanya, masyarakat semakin skeptis dan kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum serta aparat penegak hukum.

Beberapa alasan di balik kritik tersebut adalah:

  1. Runtuhnya Kepercayaan Publik: KPK selama ini dianggap sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penetapan ketua KPK sebagai tersangka dalam kasus pemerasan mengguncang dunia hukum dan politik, serta mencerminkan krisis moral yang mendalam. Kepercayaan publik terhadap seluruh sistem penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pun runtuh.
  2. Penyalahgunaan Kekuasaan: Kekuasaan yang dimiliki ketua KPK memberikan otoritas besar untuk menindak para pelaku korupsi. Namun, kekuasaan ini bisa menjadi alat yang berbahaya jika disalahgunakan. Tindakan pemerasan oleh ketua KPK menunjukkan betapa rapuhnya sistem penegakan hukum jika tidak disertai dengan pengawasan dan akuntabilitas yang ketat.
  3. Korupsi Sistemik: Kasus ini mencerminkan ideologi koruptif yang masih mengakar kuat dalam sistem birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Ketika pemimpin lembaga antikorupsi terlibat dalam tindak pidana, ini menunjukkan betapa ideologi koruptif telah menyusup ke dalam institusi yang seharusnya menjadi benteng terakhir melawan korupsi.
  4. Dampak Sosial: Penetapan ketua KPK sebagai tersangka dalam kasus pemerasan berdampak luas bagi masyarakat Indonesia. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi penegak hukum semakin menurun, menciptakan siklus ketidakpercayaan yang sulit diputus. Kesenjangan sosial dan ketidakadilan akibat praktik korupsi semakin memburuk.

 

Adakah Jalan Keluar?

Untuk mengatasi krisis kepercayaan ini, diperlukan reformasi menyeluruh dalam sistem penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Langkah-langkah yang harus segera diambil meliputi pengawasan yang lebih ketat, transparansi dalam proses penunjukan pejabat publik, serta penegakan hukum yang adil dan tidak pandang bulu. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam proses pengawasan dan pemberantasan korupsi melalui partisipasi aktif dan pendidikan antikorupsi.

Kepercayaan publik harus dipulihkan dengan menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum, dan bahwa keadilan akan ditegakkan tanpa pandang bulu. Reformasi institusi penegak hukum dan pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan tekad yang kuat agar Indonesia dapat mewujudkan cita-cita menjadi negara yang bebas dari korupsi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun