Dalam Bahasa Indonesia, kata 'suap' pada awalnya merujuk pada prilaku  memasukkan makanan ke dalam mulut, baik menggunakan tangan langsung maupun menggunakan alat bantu makan seperti sendok, garpu, atau sumpit. Aktivitas ini sangat umum dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak menimbulkan konotasi negatif.
Namun, seiring berjalannya waktu, makna kata 'suap' mengalami pergeseran semantik  yang signifikan. Saat ini, kata 'suap' lebih sering digunakan dalam konteks makna  kiasan yang merujuk pada tindak pidana berupa memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai pemerintah atau penyelenggara negara dengan tujuan agar mereka melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Tindakan ini dikenal dalam bahasa Inggris sebagai bribery.
Di Indonesia, praktik suap-menyuap telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).  Menurut data "Indonesia Corruption Watch" (ICW), kejahatan suap  telah merugikan negara hingga mencapai 238,14 triliun rupiah. Sedangkan menurut laporan dari "Transparansi Internasional Indonesia" (TII) syahdan sekira 30-40 persen dana APBN dan APBD hilang akibat praktik jenis korupsi ini.
Permisivitas Masyarakat terhadap Suap
Meskipun begitu, anehnya masyarakat awam seringkali menganggap praktik suap-menyuap sebagai hal yang biasa. Bahkan, perilaku kejahatan ini sering tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Sikap permisif masyarakat terhadap suap mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa hampir semua aspek kehidupan di Indonesia sering bersinggungan dengan praktik ini.
Sebagai contoh, masyarakat yang tidak memberikan uang tip kepada petugas kelurahan setelah menerima layanan administrasi sering dianggap tidak tahu berterima kasih. Padahal pelayanan tersebut adalah hak masyarakat dan kewajiban petugas kelurahan. Persepsi masyarakat terhadap suap yang sudah sedemikian kuat menyebabkan banyaknya sinonim untuk kata 'suap' dalam bahasa Indonesia.
Berdasarkan penelusuran awal, terdapat setidaknya 42 sinonim untuk kata 'suap'. yaitu: uang pelicin, uang pelincir, uang pelumas, uang semir, uang sogok, uang tempel, uang tolak, uang suap, uang tip, uang lelah, uang rokok, uang persen, tanda mata, ruba-ruba, biaya siluman, salam tempel, minyak lincir, minyak mesin, minyak pelumas, pembungkus surat, sampul surat, cendera mata, kenang-kenangan, sagu hati, souvenir, amplop, baselan, upeti, ufti, upah, persembahan, hadiah, derma, angpau, baksis, bingkisan, bonus, komisi, parsel, penghargaan, persembahan, dan semir., termasuk uang pelicin, uang pelumas, uang sogok, uang tip, dan sebagainya.
Modus dan Komunikasi Simbolis
Fakta menarik lainnya dari praktik kejahatan suap, yang menurut KPK menduduki urutan pertama dari seluruh kejahatan korupsi di negeri ini, adalah bahwa suap sering dilakukan secara berjamaah dan melibatkan para pelaku yang merupakan "orang-orang cerdas" dan "terdidik." Merujuk pada rilis KPK, sejak 2004 hingga akhir Januari 2024, total kasus pidana kejahatan korupsi yang ditangani mencapai 1.681 kasus.
Dari ribuan kasus tersebut, pelakunya berasal dari berbagai profesi dan jabatan, termasuk oknum penyelenggara negara dan pemerintahan, oknum pengusaha dan swasta, serta para oknum politikus dan penegak hukum. Tingkat Pendidikan para pelakunya rata-rata sarjana, sebagian magister dan doktor, bahkan beberapa diantaranya berstatus sebagai guru besar.
Modus operandi dalam transaksi suap biasanya dilakukan secara langsung dan tunai untuk menghindari deteksi dari KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain itu, mereka sering menggunakan pecahan mata uang asing seperti dolar Amerika dan dolar Singapura dalam jumlah besar. Pola komunikasi para pelaku suap juga bersifat interpersonal dan rahasia, menggunakan berbagai istilah, kode, simbol, atau sandi bahasa tertentu untuk menyamarkan tindakannya.
Beberapa contoh kasus yang diungkap oleh KPK menunjukkan penggunaan istilah-istilah khusus dalam komunikasi suap. Misalnya, istilah 'bisyaroh' digunakan dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama tahun 2019, 'uang kondangan' dalam kasus Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016, dan 'kacang pukul' dalam kasus suap Gubernur Riau pada 2014.
Kompleksitas dan Evolusi Sandi Suap
Tingginya angka kasus kejahatan suap di Indonesia juga berdampak pada semakin kompleksnya jenis sandi yang digunakan oleh para pelaku. Menurut jurnalis Sabir Laluhu dalam bukunya Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi (2022), berdasarkan investigasi terhadap 23 kasus tindak pidana suap yang sudah diputus pengadilan mengidentifikasi sebanyak 199 istilah sandi. Sandi-sandi ini sering diambil dari kata-kata yang paling dekat dengan pelaku atau diciptakan secara mendadak tanpa kesepakatan terlebih dahulu.
Penggunaan istilah khusus ini tidak hanya terbatas pada uang, tetapi juga dapat merujuk pada nama tempat atau bahkan mengganti identitas orang. Kata sandi ini digunakan baik dalam komunikasi langsung maupun melalui berbagai alat komunikasi elektronik. Seiring berjalannya waktu, sandi-sandi awal seringkali digantikan dengan sandi-sandi baru sesuai dengan konteks zaman dan kebutuhan komunikasi para pelakunya.
Kejahatan suap suap di Indonesia telah merasuki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Nyaris tidak ada bagian dari birokrasi negeri yang tidak tersentuh oleh jenis kejahatan ini. Makna semantiknya pun telah mengalami transformasi dari makna literal yang sederhana, kata  telah berkembang menjadi simbol dari kejahatan yang mengakar dalam budaya dan sistem pemerintahan. Bahkan telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Dan KPK, institusi yang diamanati untuk memcegah dan memberantasnya saat ini kondisinya nyaris tidak berdaya. Â
Upaya pemberantasan suap membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, mulai dari penegakan hukum yang tegas hingga perubahan paradigma di masyarakat. Penggunaan sandi dan istilah khusus dalam praktik suap mencerminkan kecerdikan para pelaku dalam menghindari deteksi, namun juga mengindikasikan betapa mendalamnya masalah ini tertanam dalam struktur sosial dan politik Indonesia. Dengan komitmen bersama dan tindakan nyata, Indonesia dapat membangun lingkungan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H