Modus operandi dalam transaksi suap biasanya dilakukan secara langsung dan tunai untuk menghindari deteksi dari KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain itu, mereka sering menggunakan pecahan mata uang asing seperti dolar Amerika dan dolar Singapura dalam jumlah besar. Pola komunikasi para pelaku suap juga bersifat interpersonal dan rahasia, menggunakan berbagai istilah, kode, simbol, atau sandi bahasa tertentu untuk menyamarkan tindakannya.
Beberapa contoh kasus yang diungkap oleh KPK menunjukkan penggunaan istilah-istilah khusus dalam komunikasi suap. Misalnya, istilah 'bisyaroh' digunakan dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama tahun 2019, 'uang kondangan' dalam kasus Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016, dan 'kacang pukul' dalam kasus suap Gubernur Riau pada 2014.
Kompleksitas dan Evolusi Sandi Suap
Tingginya angka kasus kejahatan suap di Indonesia juga berdampak pada semakin kompleksnya jenis sandi yang digunakan oleh para pelaku. Menurut jurnalis Sabir Laluhu dalam bukunya Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi (2022), berdasarkan investigasi terhadap 23 kasus tindak pidana suap yang sudah diputus pengadilan mengidentifikasi sebanyak 199 istilah sandi. Sandi-sandi ini sering diambil dari kata-kata yang paling dekat dengan pelaku atau diciptakan secara mendadak tanpa kesepakatan terlebih dahulu.
Penggunaan istilah khusus ini tidak hanya terbatas pada uang, tetapi juga dapat merujuk pada nama tempat atau bahkan mengganti identitas orang. Kata sandi ini digunakan baik dalam komunikasi langsung maupun melalui berbagai alat komunikasi elektronik. Seiring berjalannya waktu, sandi-sandi awal seringkali digantikan dengan sandi-sandi baru sesuai dengan konteks zaman dan kebutuhan komunikasi para pelakunya.
Kejahatan suap suap di Indonesia telah merasuki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Nyaris tidak ada bagian dari birokrasi negeri yang tidak tersentuh oleh jenis kejahatan ini. Makna semantiknya pun telah mengalami transformasi dari makna literal yang sederhana, kata  telah berkembang menjadi simbol dari kejahatan yang mengakar dalam budaya dan sistem pemerintahan. Bahkan telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Dan KPK, institusi yang diamanati untuk memcegah dan memberantasnya saat ini kondisinya nyaris tidak berdaya. Â
Upaya pemberantasan suap membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, mulai dari penegakan hukum yang tegas hingga perubahan paradigma di masyarakat. Penggunaan sandi dan istilah khusus dalam praktik suap mencerminkan kecerdikan para pelaku dalam menghindari deteksi, namun juga mengindikasikan betapa mendalamnya masalah ini tertanam dalam struktur sosial dan politik Indonesia. Dengan komitmen bersama dan tindakan nyata, Indonesia dapat membangun lingkungan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H