Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

'Qurban' Untuk 'Korban'

4 Juni 2024   14:52 Diperbarui: 4 Juni 2024   15:33 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik dalam konteks ibadah syar'i Idul Qurban maupun tradisi atau kearifan lokal, berqurban adalah salah satu ibadah yang sangat penting dalam Islam. Berqurban merupakan bentuk ketaatan dan syukur kepada Allah atas rezeki dan karunia yang telah Allah anugerahkan kepada hambanya serta mendekatkan diri kepada Allah melalui pengorbanan dan kepatuhan. Selain itu, melalui semangat berqurban, umat Islam diajarkan untuk berbagi dengan sesama, terutama dengan mereka yang kurang mampu.

Dalam Bahasa Indonesia, dari kata "qurban" juga diturunkan kata "korban," dengan perubahan huruf "u" menjadi "o." Perubahan ini menyebabkan perubahan makna yang signifikan. 

"Korban" berarti 'orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian atau perbuatan jahat.' Kata "korban" sering digunakan dalam berita yang menunjukkan kemalangan, seperti kebakaran, gempa bumi, dan longsor, serta dalam peristiwa yang lebih kecil atau personal seperti pemerkosaan, penjambretan, dan pembunuhan.

Perubahan atau transformasi bentuk dan makna kata dari bahasa sumber menunjukkan bagaimana bahasa berkembang dan beradaptasi. Dalam kasus bahasa Arab ke bahasa Indonesia, perubahan ini terjadi baik dalam susunan  katanya  maupun maknanya. Meskipun ada dualisme penulisan "qurban" dan "kurban," terutama dalam penamaan Hari Raya Haji---Idul Qurban atau Idul Kurban---kita menerimanya tanpa masalah.

Dalam hal penyerapan bahasa dari bahasa lain, sikap yang bijaksana dan terbuka sangat penting untuk menjaga kekayaan dan keberagaman bahasa kita. Dengan bersikap terbuka namun tetap kritis dan berhati-hati, kita akan dapat menjaga keseimbangan antara memperkaya bahasa kita dengan kata-kata baru dan melestarikan keaslian serta keindahan bahasa yang sudah ada. Hal ini harapanya  akan memastikan bahwa bahasa nasional kita akan tetap hidup, relevan, dan kaya makna serta  muatan budaya.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun