Jika terdapat kompetisi negara mana yang paling banyak menggunakan teknologi aplikasi atau platform dalam mengelola manajemen dan administrasi negaranya, boleh jadi Indonesia berpotensi menjadi pemenangnya.
Betapa tidak, menurut Presiden Joko Widodo saat ini setiap kementerian dan lembaga telah membuat banyak sekali aplikasi, hingga mencapai sekira 27 ribu aplikasi. Beberapa kementerian memiliki lebih dari 500 atau bahkan 1.000 aplikasi.Â
Sehubungan hal tersebut, Presiden Joko Widodo meminta agar semua kementerian dan lembaga menghentikan pembuatan aplikasi atau platform baru di lingkungan masing-masing. Selain sudah terlalu over, pembuatan berbagai aplikasi atau platform tersebut telah menghabiskan anggaran yang sangat besar, mencapai triliunan rupiah.Â
Pada tahun 2024 saja, anggaran yang akan digunakan untuk membuat aplikasi baru mencapai Rp 6,2 triliun. Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait hal ini disampaikan dalam acara "Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024" dan peluncuran "Government Technology (GovTech) Indonesia" pada tanggal 27 Mei 2024.
Pernyataan Presiden Jokowi mengenai banyaknya jumlah aplikasi di lingkungan pemerintahan di Indonesia terbukti valid. Contohnya, di lingkungan Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2022 terdapat 236 aplikasi yang digunakan.Â
Di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bandung misalnya, terdapat beberapa aplikasi seperti "SI NINJA" (Sistem Monitoring Kerjasama), "PEDI" (Penyandang Disabilitas), dan "SILAKIP" (Sistem Informasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).Â
Pada Dinas Pendidikan Kota Bandung juga memiliki puluhan aplikasi, seperti "SIKASEP" (Seleksi Calon Kepala Sekolah), "MONIKA" (Monitoring Anggaran dan Kegiatan), "TONGSIS" (Toong Siswa), "SAKOJA" (Sekolah Juara), "PUBER" (Pusat Sumber Belajar), serta beberapa aplikasi lainnya dengan nama yang cukup unik.
Tidak hanya di level dinas, setiap kecamatan dan kelurahan di Kota Bandung juga memiliki aplikasi sendiri. Misalnya, Kecamatan Lengkong memiliki aplikasi "SILOKA" dan "SIPEDIT", sementara Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler memiliki aplikasi bernama "SIPADU".
Di lingkungan Pemprov Jabar, melalui Diskominfo dan "Jabar Digital Service" (JDS) terus melakukan percepatan digitalisasi layanan publik. Mereka antara lain meluncurkan aplikasi "Sapawarga" yang merupakan platform layanan publik terintegrasi untuk mempermudah warga Jabar mengakses informasi terkini, layanan publik, dan menyampaikan aspirasi.Â
Kemudian aplikasi "Ekosistem Data Jabar" yang merupakan portal-portal data terintegrasi, meliputi "Satu Data Jabar", "Open Data Jabar", "Satu Peta Jabar", dan "Dashboard Jabar".Â
Tujuannya adalah untuk mengelola data secara terbuka, terstandar, dan mudah diakses baik oleh pemerintah maupun warga. Satu Data Jabar menjadi pusat kelola data bagi perangkat daerah, sedangkan "Open Data Jabar" menyediakan dataset terbuka untuk publik.Â
"Satu Peta Jabar" menyediakan data geospasial yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan. Sedangkan "Dashboard Jabar" menyajikan informasi dan visualisasi data komprehensif untuk mendukung kebijakan berbasis data.
Platform lainnya yakni "Hotline Jabar" yang merupakan integrasi informasi layanan hotline berbasis chatbot WhatsApp, serta "Program Desa Digital" yang bertujuan mempersempit kesenjangan digital di desa-desa di Jawa Barat yang meliputi pengembangan infrastruktur digital, pelatihan literasi digital, dan optimalisasi teknologi seperti IoT dan e-commerce untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.
Tujuan utama transformasi digital dalam administrasi negara adalah untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan. Secara normatif, pemanfaatan berbagai aplikasi maupun platform memungkinkan otomatisasi berbagai proses administrasi manual seperti pengolahan data, pengarsipan, dan pemrosesan dokumen.Â
Selain itu pemanfaatan aplikasi dan atau platform akan mempermudah dan mempercepat berbagai layanan publik, seperti pendaftaran online, pengajuan izin, pembayaran pajak, dan lainya. Masyarakat dapat mengakses layanan ini kapan saja dan di mana saja.
Penggunaan aplikasi dan platform memungkinkan penyebaran informasi ke masyarakat secara cepat dan luas, meningkatkan transparansi terkait kebijakan, keuangan, dan proyek pemerintah serta memungkinkan masyarakat melaporkan keluhan, masalah, atau kasus korupsi secara langsung dan mudah.Â
Pemanfaatan aplikasi dan atau platform memfasilitasi integrasi data dan kolaborasi antar-instansi pemerintah, serta memungkinkan pemerintah mengumpulkan dan menganalisis data masyarakat secara lebih efektif, serta efisien.
Secara keseluruhan, aplikasi memainkan peran kunci dalam transformasi digital administrasi negara, membawa perubahan positif yang signifikan dalam cara pemerintah bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat.
Meskipun demikian, memiliki banyak aplikasi dan platform untuk manajemen dan administrasi pengelolaan negara, belum tentu menjadikan manajemen dan administrasi semakin baik secara langsung.Â
Sebaliknya, jumlah aplikasi yang besar dapat menyebabkan fragmentasi dan kesulitan integrasi antara berbagai sistem, yang pada gilirannya dapat menghambat efisiensi, transparansi, dan kualitas layanan publik. Selain itu ketika terlalu banyak aplikasi atau platform yang beroperasi secara terpisah, hal ini dapat menyebabkan redundansi, inkonsistensi, dan kesulitan dalam mengelola data.
Pemerintah dan lembaga mungkin menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan data dan informasi dari berbagai sumber, yang dapat menghambat analisis data yang efektif dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti.Â
Selain itu, kepemilikan banyak aplikasi juga dapat memperburuk masalah keamanan data dan privasi, karena setiap aplikasi memiliki risiko keamanan yang terkait dengannya. Kurangnya koordinasi antara aplikasi dan platform juga dapat meningkatkan risiko kebocoran data atau penyalahgunaan informasi.
Dengan demikian, meskipun aplikasi dan platform digital dapat meningkatkan efisiensi dan kemudahan akses terhadap layanan publik, namun kepemilikan yang berlebihan seperti dalam birokrasi Indonesia saat ini justru dapat menghambat transformasi digital yang holistik dan efektif dalam administrasi negara. Yang menjadi kunci adalah integrasi yang baik antara berbagai aplikasi dan platform untuk mencapai manajemen dan administrasi yang lebih baik secara keseluruhan.
Sekaitan hal tersebut penulis mendukung program "Government Technology (GovTech) Indonesia" yang diberi nama "INA Digital" yang berfungsi mengintegrasikan layanan digital pemerintah yang saat ini tersebar di ribuan platform/aplikasi.Â
Pada tahap awal, konon "INA Digital" akan bekerja sama dengan sembilan kementerian/lembaga untuk mendukung pengembangan, integrasi, serta interoperabilitas aplikasi SPBE Prioritas.Â
Sektor-sektor yang akan diintegrasikan meliputi pendidikan, kesehatan, sosial, administrasi kependudukan yang terhubung dengan Identitas Kependudukan Digital, transaksi keuangan negara, aparatur negara, Portal Layanan Publik, Satu Data Indonesia, dan kepolisian.Â
Kita semua berharap semoga implementasi "INA Digital" bukan seperti nasib berbagai aplikasi dan platform pendahulunya.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI