Beberapa gerakan literasi juga dianggal "gagal" melakukan evaluasi yang memadai terhadap dampak dan efektivitas program mereka. Tanpa pemantauan yang tepat, sulit untuk menilai keberhasilan dan melakukan perbaikan yang diperlukan. Evaluasi dan pemantauan rutin diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas, mengidentifikasi area perbaikan, dan memastikan sumber daya dialokasikan secara efisien.
Kritik berikutnya terkait masih kurangnya kesesuaian dengan konteks lokal. Setiap komunitas memiliki tantangan dan kebutuhan unik, sehingga gerakan literasi harus mampu menyesuaikan diri. Upaya literasi yang tidak memperhitungkan konteks lokal mungkin tidak berhasil mencapai tujuannya.
Kritik terakhir, masih tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal. Gerakan literasi yang terlalu bergantung pada pendanaan eksternal rentan terhadap fluktuasi keuangan dan kebijakan donor. Gerakan literasi yang berkelanjutan harus mengembangkan sumber daya internal yang stabil. Dengan demikian keberlanjutan gerakan-gerakan literasi tersebut bisa terus berjalan dengan baik, bahkan ketika kekuasaan atau suaru rezim harus berganti.
Berbagai kritik tersebut tentunya sangat penting untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas gerakan literasi, agar dapat menjadi lebih inklusif, efektif, dan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat. Termasuk dalam mengimplementasikan dan keberlanjutan "Gerakan Literasi Desa" yang baru saja dicanangkan oleh Wapres Ma'ruf Amin pada puncak acara peringatan Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional RI ke-44 dan "Hari Buku Nasional 2024" Â pada 17 Â Mei 2024 kemarin***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H