Â
Minal 'aidin Wal faizin,
Maafkan lahir dan batin,
Selamat para pemimpin,
Rakyatnya makmur terjamin..
Boleh jadi kebanyakan masyarakat muslim Indonesia  cukup akrab pada cuplikan syair lagu di atas.  Hal ini dapat kiranya dapat dimaklumi, karena konon lagu ciptaan komponis  Ismail  Marzuki  tersebut kali pertama dirilis sekira awal tahun 1950-an. Selanjutnya, hingga tahun 1970-an, lewat corong RRI  lagu ini menjadi semacam lagu wajib setiap momen Idul Fitri tiba.  Begitu pula saat kita memasuki era TVRI lagu tersebut tidak pernah absen melengkapi kegembiraan rakyat dalam menyambut tibanya lebaran. Dengan demikian,  wajar saja jika bait-bait syair lagu "Selamat Hari Lebaran"  begitu lekat dalam kantong memori audio  berbagai jenjang generasi  masyarakat  muslim bangsa ini.
Selain nadanya yang rancak dan sebagian liriknya cukup kocak, lagu yang di semenanjung negeri jiran dipopulerkan oleh P.Ramlee ini sesungguhnya sarat muatan kritik sosial serta pesan-pesan moral. Sebagai contoh, pada pada bait ketiga lagu tersebut (sayangnya bait ini jarang dilantunkan), kita  disuguhi ihwal gambaran budaya masyarakat Islam Indonesia pada era 1950-an  dalam mengekspresikan perayaan hari raya Idul Fitri.Â
Perhatikan lirik berikut: Dari segala penjuru mengalir ke kota// Rakyat desa berpakainan baru serba indah... Bahkan, banyak orang desa yang melengkapi dirinya memakai properti yang mungkin tidak terbiasa mereka gunakan sehari-hari, yakni selop atau sepatu. Prilaku memaksakan diri tersebut berakibat fatal: Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore// Akibatnya tenteng selop sepatu teropeh// Kakinya pada lecet babak belur berabe..
Jika pada saat Idul Fitri masyarakat desa berkunjung ke kota, lain halnya dengan masyarakat kota. Sebagian mereka justru menyambut Idul Fitri untuk bermain judi dan bermabuk-mabukan (Cara orang kota berlebaran lain lagi// Kesempatan ini dipakai buat berjudi// Sehari semalam maen ceki mabuk brendy).  Akibat prilaku tidak terpuji tersebut tidak jarang  berujung pada terjadinya KDRT (Pulang sempoyongan kalah main pukul istri// Akibatnya sang ketupat melayang ke mate// Si penjudi mateng biru dirangsang si istri..).
Selain memotret fenomena budaya masyarakat muslim Indonesia tempo dulu, hal penting yang sangat menarik dari lagu "Selamat Hari Lebaran" ini adalah pesan moral dari seorang Ismail Marzuki kepada para pemimpin negeri untuk menjadikan kemakmuran sebagai tujuan utama dalam kepemimpinannya, serta ajakan untuk saling memaafkan atas segala kesalahan dan kekhilafan.
Seperti kutipan larik yang mengawali tulisan ini, Ismail Marzuki menulis: "Minal 'aidin Wal faizin// Maafkan lahir dan batin// Selamat  para pemimpin// Rakyatnya  makmur terjamin". Kalau kita cermati teks bait "Selamat  para pemimpin// Rakyatnya  makmur terjamin", sebangun dengan larik sebelumnya, yakni Minal 'aidin Wal faizin// Maafkan lahir dan batin. Perbedaan antar keduanya terletak pada hubungan logika penalarannya. Pada larik  pertama hubungan logikanya hanyalah mengejar rima persajakan saja yang seolah-olah merupakan sebuah penerjemahan, yakni Minal 'aidin Wal faizin (bahasa Arab) yang diartikan --tentu saja sebuah terjemahan yang keliru-- sebagai Maafkan lahir dan batin (bahasa Indonesia). Sedangkan pada larik kedua, antarbarisnya  menunjukkan hubungan kausalitas atau penalaran sebab-akibat, bahwasannya  "Selamat  para pemimpin" (sebab), "Rakyatnya  makmur terjamin" (akibat).
Sebagai informasi, kata 'selamat' maupun kata 'makmur' yang kini telah menjadi khazanah kosakata bahasa Indonesia dipungut dari bahasa Arab. Kata 'selamat' atau 'salam' berasal dari kata  'salima' yang artinya damai, sejahtera atau sentosa. Kata ini mirip dengan kata bahasa Ibrani 'syaloom'. Dari kata salima selanjutnya menghasilkan kata 'aslama' (Islam) yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.Â
Dalam KBBI kata /se*la*mat / bermakna 1 terbebas/terhidar dari bahaya, malapetaka, bencana; tidak mendapat gangguan; kerusakan, dan sebagainya; 2 sehat; 3 tercapai maksud; tidak gagal; 4 doa (ucapan, pernyataan yang mengandung harapan supaya sejahtera (beruntung, tidak kurang suatu apa, dan sebagainya); dan 5 pemberian salam mudah-mudahan dalam keadaan baik (sejahtera, sehat dan afiat, dan sebagainya). Kata 'makmur' merupakan saduran dari bahasa Arab dari asal kata 'ma'mur' yang artinya dipanjangkan umurnya, atau dilanggengkan. Dalam KBBI kata /mak*mur/ berarti 1 banyak hasil; 2 banyak penduduk dan sejahtera; serta 3 serba kecukupan atau  tidak kekurangan.
Jika mencermati muatan semantik dari kata 'selamat' dan kata 'makmur' tersebut, yang kemudian antara keduanya dikausalitaskan dalam hubungan sebab-akibat, harus kita akui betapa  mendalamnya  kredo pemikiran seorang Ismail Marzuki mengenai  tugas dan tanggungjawab kepemimpinan. Lewat lagu "Selamat Hari Lebaran",  Ismail Marzuki telah menyampaikan pesan moral penting kepada siapa saja  yang diberikan amanah  menjadi pemimpin negeri, bahwasanya keberpihakan terhadap nilai-nilai keselamatan merupakan prasyarat jaminan dalam mewujudkan kemakmuran rakyat.Â