Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Narsisisme Spiritual dan Klaim Diri sebagai Nabi

23 Maret 2024   17:48 Diperbarui: 23 Maret 2024   17:53 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Nama Nabi Palsu yang Pernah Menghebohkan Tanah Air | kumparan.com 

Hampir setiap tahun, muncul nama-nama orang di negeri kita yang mengklaim dirinya sebagai nabi, dan atau sebagai rasul pembawa ajaran Ilahi palsu. Dalam kajian psikologi, individu semacam ini sering dikenal sebagai narsisisme spiritual. 

Salah satu contoh yang mencolok dari fenomena ini adalah Sensen Komara, yang mengubah kalimat syahadat dengan mengganti nama Nabi Muhammad menjadi namanya sendiri sebagai Rasul Allah. 

Tindakannya mengubah arah salat, mengklaim dirinya sebagai rasul, bahkan presiden Negara Islam Indonesia (NII), menunjukkan tingkat keangkuhan spiritual yang di luar batas. 

Hal yang sama juga dilakukan oleh nabi palsu Ahmad Mushadeq. Sedangkan Lia Eden merupakan salah satu nabi palsu yang paling terkenal sekaligus mengegerkan Indonesia mengaku telah diberi wahyu oleh malaikat Jibril untuk menyampaikan semua yang diajarkan oleh Jibril kepada pengikutnya.

Selanjutnya ada seorang  perempuan asal Pekalongan yang menciptakan Alkitab Na'sum setelah mengaku menerima wahyu saat sakit keras, atau Sri Hartati yang memiliki ritual keagamaan yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

Penting untuk memahami bahwa fenomena seseorang mengaku sebagai nabi atau rasul ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, pada berbagai konteks agama dan spiritualitas.

Boleh jadi fenomena semacam itu akan  terus muncul di Indonesia karena kita merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Kemungkinan lainnya karena narsisisme spiritual merasuk dalam keberagamaan yang kuat di Indonesia. Selain itu, akibat kurangnya pemahaman mendalam tentang agama juga menjadi faktor yang memperkuat fenomena ini. Mereka hanya mempelajari agama dan menerapkan praktiknya secara permukaan saja, sehingga mudah untuk dipengaruhi oleh pemikiran yang menyesatkan.

Dalam kasus yang lebih ekstrem, narsisisme spiritual dapat berkembang menjadi aliran atau bahkan pemimpin aliran spiritual. Mereka memanfaatkan klaim-klaim keagamaan untuk mengontrol dan memanipulasi pengikut mereka, dengan menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai kepentingan pribadi.

Dengan ciri-ciri yang mirip dengan narsisisme pada umumnya, narsisisme spiritual membawa dampak yang serupa dalam konteks keagamaan. Mereka kurang empati, hanya memikirkan diri sendiri, dan kadang-kadang bahkan merasa seperti Tuhan bagi pengikut mereka. Semua ini membawa risiko bagi masyarakat yang terpengaruh, karena klaim-klaim ini dapat memecah belah komunitas dan merusak prinsip-prinsip keagamaan yang sebenarnya.

Dengan demikian, fenomena orang-orang yang mengaku sebagai nabi di Indonesia tidak hanya menyoroti keberagaman agama yang kaya di negara ini, tetapi juga wajah gelap dari narsisisme spiritual yang dapat mengancam integritas agama-agama tersebut. 

Perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang agama, spiritualitas yang sehat, dan kritis terhadap klaim-klaim yang tidak masuk akal menjadi penting untuk menjaga kedamaian dan kesucian ajaran agama di Indonesia.

Menariknya, narsisisme spiritual juga dapat menghasilkan perilaku yang menunjukkan kurangnya empati dan kepedulian terhadap orang lain. Mereka cenderung menolak masukan, cepat menghakimi orang lain, dan selalu memberi alasan spiritual untuk membenarkan tindakan mereka. 

Mereka juga cenderung merasa bahwa hubungan mereka dengan Tuhan lebih baik daripada orang lain, dan bahkan mungkin melakukan pelecehan dengan mengklaim bahwa tindakan mereka dilakukan atas kehendak Tuhan.

Dalam konteks agama yang kuat seperti di Indonesia, di mana Islam adalah agama mayoritas, fenomena narsisisme spiritual ini menjadi lebih kompleks. Individu-individu ini sering menggunakan agama Islam sebagai landasan untuk klaim mereka, meskipun seringkali dengan penafsiran atau praktik yang sangat berbeda dari ajaran utama Islam. 

Mereka mungkin mengklaim bahwa Tuhan telah memilih mereka sebagai nabi atau pemimpin spiritual yang baru, memicu kontroversi di antara umat Islam yang konservatif.

Tindakan hukum yang tegas mungkin diperlukan untuk melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan oleh individu yang mengklaim sebagai nabi. 

Alasannya karena klaim semacam itu bisa memecah belah masyarakat, mempengaruhi keamanan, dan merusak prinsip-prinsip keagamaan yang sebenarnya. Tindakan hukum yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh perilaku narsisistik tersebut.

Menerapkan hukum terhadap individu yang mengaku sebagai nabi bisa menjadi langkah penting dalam menegakkan kedaulatan hukum. Ini menunjukkan bahwa semua orang, tanpa kecuali, harus tunduk pada hukum yang sama. 

Dalam konteks ini, tindakan hukum dapat mengirimkan pesan bahwa klaim semacam itu tidak dapat diterima dan akan ditindak secara serius oleh pemerintah. Apalagi banyak kasus mereka yang mengklaim sebagai nabi seringkali menggunakan klaim mereka untuk tujuan penipuan atau penyalahgunaan kepercayaan.

Selain tindakan hukum, penting juga untuk meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang narsisisme spiritual dan potensi bahayanya. 

Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengenali tanda-tanda narsisisme spiritual dan bagaimana melindungi diri mereka dari manipulasi dan penyalahgunaan oleh individu yang mengklaim sebagai nabi.

Secara keseluruhan, perlunya tindakan hukum yang tegas terhadap individu yang mengklaim sebagai nabi bergantung pada konteks spesifik dan faktor-faktor yang terlibat. 

Dalam beberapa kasus, tindakan hukum mungkin diperlukan untuk melindungi masyarakat dan mencegah penyalahgunaan kepercayaan, sementara dalam kasus lain, pendekatan yang lebih terfokus pada pendidikan dan kesadaran masyarakat mungkin lebih sesuai.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun