Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apapun Topiknya, Ujungnya ke Program "Makan Cuma-Cuma"

6 Februari 2024   19:10 Diperbarui: 6 Februari 2024   19:20 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada debat Pilpres 2024 yang kelima di Jakarta Convention Center, Prabowo Subianto, menjawab hampir semua persoalan, baik tanggapan maupun kritik yang dialamatkan kepadanya, ujunung-ujungnya pada program pemberian "makan gratis" atau 'cuma-Cuma' (dalam KBBI, padanan kata 'gratis' adalah 'cuma-cuma' alias tidak dipungut bayaran). 

Ketika Prabowo menanggapi kritik Ganjar Pranowo yang menyoal penanganan Kesehatan misalnya,  jawaban Prabowo adalah dengan pemberian program makan gratis. Begitu pula ketika kritik tentang penanganan stunting Prabowo menjawabnya dengan program makan gratis. Menurut catatan media, frasa "makan gratis" diulang oleh Prabowo sebanyak 8 kali selama debat pamungkasnya tersebut.

Walhasil, bagi Prabowo, program makan gratis dianggap sebagai solusi untuk segala macam masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Indonesia hari ini. Apapun masalahnya, ujung-ujungnya dikembalikan pada program makan gratis. Padahal topik yang diusung pada debat kelima tersebut mencakup masalah kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, dan inklusi

Program makan gratis memang merupakan program unggulan pasangan Prabowo-Gibran. Menurut keduanya, program mulia tersebut bertujuan untuk memastikan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. 

Oleh karenanya, jika keduanya memimpin Indonesia mereka berencana memberikan makan gratis dalam bentuk makan siang bagi anak-anak sekolah dan pesantren. Selain itu, mereka juga akan menyediakan susu gratis, serta memberikan bantuan gizi khusus untuk anak-anak balita dan ibu hamil.

Target ambisius untuk program makan gratis ini konon akan menyasar lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan pencapaian target penerima mencapai 100 persen pada tahun 2029. 

Adapun anggaran yang diperlukan untuk merealisasikan program tersebut diperkirakan mencapai Rp 450 triliun. Dengan target dan anggaran yang begitu besar, jika terlaksana dengan baik program tersebut mereka sesumbar, akan  memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.  

Iming-iming program makan gratis dianggap oleh sebagian pihak seperti pribahasa "menepuk air di dulang". Program ini sejatinya merupakan pengakuan dari Prabowo atas kegagalan pemerintahan Jokowi selama dua periode yang akan diadopsinya jika terpilih sebagai pemenang, terutama dalam menangani berbagai persoalan kesehatan yang telah ada selama ini. 

Misalnya kegagalan dalam mengatasi gizi buruk dan tingginya angka stunting anak-anak di Indonesia. Dengan perkataan lain, program makan gratis ala Prabowo-Gibran sesungguhnya sekadar upaya untuk menutupi kelemahan pemerintahan sebelumnya, tanpa memberikan solusi yang substansial terhadap masalah-masalah yang ada.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengkritik rencana program makan gratis Prabowo-Gibran yang diestimasi akan menghabiskan anggaran negara sebesar 400 triliun setiap tahunnya. 

Beberapa kritik yang dia sampaikan terkait janji tersebut. Antara lain dia meragukan apakah program makan gratis ini bisa mencapai gizi seimbang dalam satu tahun, dan juga mempertanyakan keberlanjutan program tersebut.  Selain itu Faisal mencatat masalah anggaran sebesar 400 triliun untuk melaksanakan program tersebut sangat besar jika dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pengamat lain juga menilai program makan gratis yang diusung oleh kubu Prabowo sangat tidak mendasar dan cenderung halusinasi. Mereka menyoroti bahwa dengan biaya sebesar Rp400 triliun yang diajukan untuk program tersebut, sisa anggaran APBN akan sangat membatasi, bahkan mengkanibal program-program pembangunan lainnya yang lebih substansial. 

Sebagai contoh, biaya pendidikan saja sudah mencapai Rp600 triliun, belum termasuk biaya pegawai, transfer ke daerah, dana desa, dan subsidi energi. Dengan demikian banyak pengamat menggambarkan program makan gratis sebagai program "pepesan kosong".

Berbagai kritik atas menegaskan pentingnya para calon presiden membuat program-program yang berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar janji-janji yang terlalu berlebihan atau terkesan tidak realistis. 

Buatlah program-program yang membumi dan relevan dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, bukan janji-janji yang hanya akan menarik simpati pemilih sementara. Sungguh, masyarakat sudah muak dengan program-program yang terkesan hanya omong kosong tanpa implementasi yang nyata semacam itu.

Lagi pula ternyata masyarakat luas juga sudah semakin cerdas dalam menyikapi janji-janji 'wadul' seperti itu. Hal ini terbukti saat saat Prabowo dalam menyinggung program makan siang dan susu gratis dalam menjawab sejumlah pertanyaan debat berujung pada terjadinya "sentimen negatif tertinggi" di media sosial, khususnya di platform Twitter, selama debat kelima Pilpres.

Hasil analisis dari "Drone Emprit" terhadap kicauan warganet di Twitter selama debat kelima  yang berlangsung pada Minggu (4/2/2024) pukul 19.00-22.00 WIB, menunjukkan bahwa pengulangan program "makan gratis" dari Prabowo mendapatkan reaksi negatif yang signifikan dari para pengguna media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa jualan program "Makan Gratis" ala Prabowo-Gibran ternyata  tidak sesuai dengan harapan atau preferensi sebagian besar warganet, khususnya pada platform Twitter.

Memang benar bahwa dalam politik, janji seringkali diucapkan untuk menarik perhatian pemilih dan memperoleh dukungan, tanpa jaminan bahwa janji tersebut akan benar-benar dijalankan. Tim kampanye Prabowo-Gibran mungkin menduga bahwa dasar pemikiran di balik program-program mulia seperti  makan gratis ini dianggap akan memperoleh popularitas dan dukungan pemilih.

Mereka lupa atau melupakan memperhitungkan secara mendalam atau realistis terkait implementasi dan dampak dari program tersebut. Termasuk persepsi dari para calon pemilih, khususnya dari kalangan generasi muda   hari ini yang ternyata menilainya sebagai program utopia alias sekedar "pepesan kosong" belaka.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun