Dalam perkembangannya, tradisi ber-"Soal-Jawab" tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia. Melalui penyesuaian dengan teknologi modern, tradisi ini ditemukan dalam bentuk seminar, konferensi, dan platform daring. Meskipun berubah dengan waktu, esensi tradisi ini tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia.
Adab Berdebat
Sebagai warisan intelektual yang berkesinambungan, tradisi "Soal-Jawab" terus memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran dan keilmuan Islam di Indonesia. Tradisi "soal-jawab" atau munarah dalam pemikiran Islam di Indonesia mencerminkan semangat dialog, perdebatan, dan penelitian yang menjadi ciri khas dalam perkembangan keilmuan. Dalam menjalankan tradisi ini, terdapat adab-adab yang harus dijunjung, mencerminkan nilai-nilai etika dan sopan santun dalam keilmuan Islam.
Pertama, dalam adab bertanya, seorang peserta disarankan untuk bertanya dengan sopan dan tulus. Sikap yang menunjukkan ketidaksetujuan atau tantangan secara kasar sebaiknya dihindari. Selain itu, pertanyaan sebaiknya tidak merendahkan atau mengejek. Sebuah pertanyaan seharusnya diajukan dengan penuh perhatian, menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami.
Kedua, adab menjawab menekankan pentingnya memberikan jawaban dengan jelas dan tulus. Jika seseorang tidak mengetahui jawaban atas suatu pertanyaan, lebih baik mengakui ketidaktahuan daripada memberikan jawaban yang tidak benar. Sikap defensif atau merendahkan sebaiknya dihindari, dan terbuka terhadap pemikiran dan pertanyaan orang lain.
Pada tahap ketiga, adab pendengar menekankan pentingnya mendengarkan pertanyaan atau jawaban dengan penuh perhatian. Interupsi sebaiknya dihindari, dan orang sebaiknya menunggu hingga pembicara selesai berbicara sebelum memberikan tanggapan. Hindari juga menghakimi atau merendahkan orang lain berdasarkan pertanyaan atau jawaban mereka.
Adab keempat berkaitan dengan diskusi, di mana kesopanan harus dijaga dan pendapat orang lain dihormati, meskipun ada perbedaan pandangan. Perdebatan sebaiknya tidak bersifat pribadi atau emosional, fokus pada substansi argumen, bukan pada karakter individu.
Adab kelima berkaitan dengan kritik, di mana kritik sebaiknya disampaikan dengan bahasa yang sopan dan santun. Hindari penggunaan kata-kata kasar atau merendahkan, dan gunakan bahasa yang bersifat konstruktif.
Keenam, adab kesantunan berbahasa menekankan penggunaan bahasa yang sopan dan hormat. Hindari kata-kata kasar atau merendahkan, serta pembicaraan yang bersifat merendahkan kelompok atau individu tertentu.
Adab ketujuh menyoroti pentingnya menghormati ilmuwan dan ulama. Pengetahuan dan keilmuan orang lain harus dihormati, dan sebaiknya tidak merendahkan atau meremehkan ilmuwan atau ulama, meskipun terdapat perbedaan pendapat.
Akhirnya, adab kedelapan menekankan pentingnya menerima kritik dengan lapang dada dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Hindari sikap defensif atau merasa terancam oleh kritik konstruktif. Â