Pilpres 2024, hanya pasangan nomor urut satu, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mengakronimkan namanya sebagai tagline kampanye, yakni ‘AMIN’.  Siapa pun penggagasnya, harus diakui penggunaan akronim AMIN ini merupakan strategi komunikasi politik yang cukup cerdas dalam ikhtiar mendulang suara pada Pilpres 2024.
Dari tiga pasangan Capres-Cawapres yang berkontestasi dalamAkronim AMIN (Anies-Muhaimin) secara semantik-kognitif memiliki kekuatan yang sangat kuat dalam meresapkan pesan kampanye dan membangun citra politik. Kekuatan ini dapat diuraikan melalui beberapa aspek. Pertama,  kata AMIN berasal dari bahasa Arab dan memiliki arti dasar "aman" atau "selamat." Dalam konteks ajaran Islam kata ini menekankan pada konsep keamanan, keselamatan, persetujuan terhadap kebenaran, serta harapan akan dikabulkannya doa atau permohonan kepada Allah. Dengan demikian penggunaan kata ini dapat memberikan medan semantik spiritual dan mendalam pada penciptaan citra politik  religius-nasionalis kepada publik.
Kedua, kelebihan seuatu akronim terletak pada sifatnya yang sederhana dan mudah diingat oleh masyarakat. Dalam konteks kampanye politik, kemampuan untuk menciptakan identitas yang tahan lama dalam ingatan pemilih merupakan hal yang sangat diinginkan. Akronim AMIN memenuhi kriteria tersebut, sehingga mempermudah penyebaran pesan kampanye dari pasangan Capres nomor satu ini.
Ketiga, penggunaan akronim “AMIN’  menciptakan kesan kesatuan antara dua tokoh utama, yakni Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Kombinasi inisial nama mereka menjadi AMIN mengirimkan pesan bahwa keduanya berkolaborasi dan berkomitmen untuk bekerja bersama. Hal ini menciptakan pesan keduanya siap bersinergi dari sejak berkampanye hingga ketika keduanya diberikan amanah menjadi pasangan presiden dan wakil presiden.
Keempat, Penggunaan akronim dalam budaya populer dan media sosial telah menjadi tren yang signifikan. AMIN dapat dengan mudah diadaptasi dalam berbagai platform komunikasi modern, termasuk media sosial, hashtag, dan materi kampanye lainnya. Keberadaan akronim ini dapat memperkuat kehadiran kampanye di ruang digital dan meningkatkan keterlibatan pemilih.
Kelima, kata AMIN dapat memiliki kekuatan emosional, terutama ketika dikaitkan dengan aspirasi dan harapan pemilih. Pesan kampanye yang berfokus pada pemecahan masalah dan harapan masa depan yang lebih baik dapat lebih mudah dikomunikasikan melalui akronim ini, memberikan dimensi emosional yang penting dalam membentuk opini dan dukungan pemilih.
Secara keseluruhan, kekuatan semantik-kognitif akronim AMIN terletak pada kemampuannya untuk menyampaikan pesan kampanye secara sederhana, mendalam, dan mudah diingat, sambil membangun citra positif yang terkait dengan nilai-nilai spiritual dan kolaborasi antara tokoh-tokoh utama.
Ramai dan viralnya pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) beberapa hari ini terkait lelucon blundernya  ihwal  kata AMIN  tidak bisa dipisahkan akibat kata tersebut menjadi tagline pasangan nomor 01 Anies-Muhaimin dalam Pilpres 2024 serta efek dahsyat medan semantik kognitifnya. Begitu juga pengaduan yang dilakukan oleh Koordinator Forum Aktivis Dakwah Kampus Indonesia, Umar Segala  ke Bareskrim Polri mengenai penggunaan akronim AMIN di Pilpres 2024 yang menurutnya merupakan  bentuk dugaan penistaan agama, kalau mau jujur sesungguhnya akibat afek dari akronim ini.
Sebagaiamana telah disinggung, kata AMIN dalam konteks ajaran Islam menekankan pada konsep keamanan, keselamatan, persetujuan terhadap kebenaran, serta harapan akan dikabulkannya doa atau permohonan kepada Allah. Penggunaannya mencerminkan nilai-nilai spiritual dan keyakinan umat Islam dalam hubungan mereka dengan Tuhan.
Oleh karena itu manakala Zulhas menggunakanya sebagai bahan candaan  wajar jika prilaku tak eloknya itu telah menimbulkan keresahan umat Islam. Sebagaimana dikemukan Ma’ruf Amin tindakan Zulhas merupakan upaya mencampuradukkan hal keagamaan dengan urusan politik, dan itu menurutnya merupakan  tindakan kekanak-kanakan. Ma’ruf Amin juga menyatakan bahwa kata AMIN setelah pembacaan Surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya sunah, dan jawaban tersebut tidak dapat diganti. Wapres Ke-13 RI ini  mengingatkan agar politisi tidak memainkan isu-isu keagamaan. Narasi-narasi  serupa itu tidak boleh dibawa-bawa lagi  oleh politisi dalam kampanye pemilihan umum. Selain itu, tidak selayaknya  seorang pejabat negara dan seorang Ketum partai Zulhas menggunakan kata ‘amin’ sebagai bahan pelecehan.Â
Sikap masyarakat terhadap kata AMIN yang terlanjur menjadi akronim pasangan calon presiden (capres) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) sejatinya bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti budaya politik, pandangan politik, keyakinan agama, dan penilaian terhadap kualitas dan rekam jejak calon tersebut. Sebagian masyarakat mungkin menyambut positif penggunaan kata AMIN sebagai akronim pasangan capres. Jika pasangan tersebut mampu membangun narasi yang kuat dan konsisten terkait dengan arti kata AMIN dalam konteks politik, hal ini tentunya akan dapat menciptakan identitas kampanye yang kuat dan mudah diingat.