Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Membedah Gaya Komunikasi Politik Gibran: "Templat dan Irit Bicara"

7 Desember 2023   13:53 Diperbarui: 7 Desember 2023   13:57 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, akhirnya resmi maju sebagai Cawapres dalam Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto. Meskipun pengalaman politiknya "baru" hitungan tahun, dan itu pun hanya sebagai kepala daerah tingkat kota, oleh sejumlah ketua Parpol "Koalisi Indonesia Maju" (KIM)  Gibran dipercaya sebagai Cawapres. Di mata para petinggi Parpol KIM, Gibran dianggap sosok "bertuah" perwakilan anak muda potensial yang bakal  menjanjikan kemenangan. Namun, selain minim jam terbang banyak orang yang mengkhawatirkan gaya komunikasi Gibran yang dianggap banyak kekurangan. Padahal kemampuan komunikasi merupakan salah satu prasyarat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin negeri.

Ada dua hal yang kerap disorot dari kekurangan Gibran dalam komunikasi ini. Pertama, saat ditanya wartawan Gibran cenderung menjawab dengan menggunakan pola 'templat'. Kedua, Gibran masih setia dengan sikap diamnya atau irit bicara.  Ihwal gaya komunikasi  Gibran yang cenderung 'templat' (menurut KBBI penulisan baku untuk kata 'template') informasinya berasal dari analisis para wartawan yang  selama ini mengikuti kampanye politik Cawapresnya Prabowo Subianto ini.

Konon Gibran memiliki beberapa templat jawaban jika ditanya wartawan tentang hal-hal viral yang menyangkut dirinya, partai, posisi, dan lain sebagainya. Berdasarkan cuitan pada akun twitter maupun saat ditanya langsung oleh wartawan, beberapa templat jawaban Gibran antara lain "Saya serahkan ke warga aja, biar warga yang menilai." "Ya tanyakan saja ke yang bersangkutan, ya tanyakan saja pada..". "Sudah, sudah... Sampun...sampun...nggih" "Terima kasih ya terima kasih" "Silahkan tanya sendiri sama yang bersangkutan" "Nanti nggih..." "Saya mengikuti aturan yang berlaku, kita ikuti saja."

Dengan jurus komunikasi memberikan jawaban pamungkas dan retoris semacam itu, tentu saja telah membuat para wartawan pun mati gaya dan dibuatnya keki. Mereka tidak bisa melanjutkan pertanyaan lebih rinci atau mengkonfirmasi lebih dalam pikiran-pikiran Gibran, karena ia telah menguncinya.  

Sedangkan ihwal Gibran yang irit berbicara ini sebenarnya sudah menjadi pengetahuan bersama.   Mungkin publik masih ingat saat Gibran muncul di depan publik pertama kali, saat ia dikenalkan ayahanda  Joko Widodo dan Gibran  masih menjadi seorang pebisnis. Saat itu Gibran  tampak malu-malu serta cenderung enggan muncul di depan publik. Kalaupun tampil, ia nyaris tidak banyak bersuara.  Pada sisi lain, respon Gibran  tampak emosional,  protektif  serta membuat pernyataan-pernyataan blunder dan  kurang terukur kala menanggapi tudingan dirinya tidak mendukung langkah ayahnya selaku presiden.

Sayangnya prilaku irit bicara  dan gaya komunikasi Gibran yang kini telah disulap menjadi Cawapres masih belum banyak  berubah. Padahal konon, mengutip pengakuan Gibran sendiri dalam acara ROSI,  kini dirinya telah didampingi oleh konsultan komunikasi, tanpa menyebutkan orangnya. Publik pun bertanya, apakah masih iritnya bicara Gibran tersebut memang atas arahan dari konsultan komunikasi politiknya, atau memang menunjukkan ketidakpiawaian seorang Gubran dalam berkomunikasi.

Pada suatu kesempatan misalnya, Gibran pernah ditanya oleh wartawan mengapa ia irit bicara.  Gibran menanggapi pertanyaan tersebut singkat, "Ya memang seperti itu... silakan warga yang menilai." Dalam beberapa kesempatan, Gibran juga menyatakan bahwa ia bukan tipe orator dan lebih suka mendengarkan.

Dalam kesempatan lain Gibran diminta tanggapannya  oleh salah seorang mahasiswa S2 yang mengaku dirinya masih  kesulitan mencari pekerjaan. Dengan enteng Gibran memberikan jawaban singkat, "Jadi pengusaha," tanpa menyertakan rincian dan langkah-langkah konkret menjadi pengusaha tersebut. Padahal Gibran pernah dan hingga saat ini masih menjalani profesi sebagai seorang pengusaha dan dalam visi-misinya bersama Prabowo, mereka menekankan pentingnya meningkatkan lapangan kerja berkualitas. Mestinya Gibran secara panjang-lebar fasih menjelaskan bagaimana cara menjadi pengusaha tersebut.

Dalam kesempatan lain Gibran mengunjungi sebuah pasar. Ada seorang ibu menyampaikan keluhanya kepada Sang Cawapres Gibran Raka ihwal harga-harga bahan pokok yang dirasakan semakin mahal. Tanpa beban Gibran  menjawab singkat: "Harga-harga akan stabil pada awal tahun". Ia sama sekali tidak memberikan rincian bagaimana strategi ekonomi yang akan dia lakukan bersama Capres Prabowo untuk menstabilkan harga-harga tersebut. Jadi jangan salahkan publik jika menilai jawaban Cawapres Gibran sekedar basa-basi tanpa arti alias  'Omdo'.

Saat pertanyaan dijawab dengan singkat saja dan kurang mendalam oleh  Gibran sebagai Cawapres, sesungguhnya ia sedang menjalankan gaya komunikasi yang buruk. Selain tidak mengedukasi publik, juga akan menyulitkan  masyarakat dalam  memahami secara jelas visi, misi, dan rencana kerja dari pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan bisa menimbulkan keraguan terkait transparansi dan akuntabilitas pasangan Capres-Cawapres nomor dua ini.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang cenderung high context, di mana kepemimpinan melibatkan penanganan masalah kompleks, komunikasi politik seharusnya bersifat situasional dan responsif terhadap berbagai isu yang dihadapi masyarakat. Gibran perlu mempertimbangkan bahwa pemilih mungkin mengharapkan jawaban yang lebih konkret terkait isu-isu penting yang dihadapi negara, terutama jika ia memimpin bersama Prabowo dalam pemerintahan mendatang. Dengan perkataan lain, pola komunikasi yang hanya  menggunakan kalimat yang bersifat umum dan menghindari detail, pada giliranya hanya akan menimbulkan blunder dan kesalahpahaman.

Sejumlah pengamat menyatakan, Gibran Raka sangat  mewarisi tidak hanya penampilan fisik tetapi juga gaya komunikasi ayahnya,  Jokowi. Seperti publik mafhum, Jokowi dikenal sebagai seorang pemimpin yang cenderung irit bicara. Oleh karena itu untuk menutupi kelemahanya tersebut Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Yusuf Kalla membuat slogan slogan, "Kerja Kerja Kerja," yang menjadi dasar filosofi dari Kabinet Kerja yang dipimpinnya.

Agaknya sadar atau tidak, Gibran meniru gaya komunikasi publik sang ayah. Yang mungkin perlu dipertimbangkan apakah gaya komunikasi model Gibran Raka dengan templat Jokowi ini cocok untuk mengemban tanggung jawab sebagai seorang calon wakil presiden, terutama dalam konteks politik saat ini yang penuh dengan pertarungan ide dan gagasan serta mengedepankan dialog dan diskusi. Masyarakat yakin akan bisa menilainya. ** (Kholid Harras)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun