Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Meluruskan Istilah "Dinasti Politik" dan "Drama Politik"

3 Desember 2023   14:06 Diperbarui: 3 Desember 2023   14:06 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Suhu politik negeri ini semakin memanas. Perang opini dan saling sindir-sampir bukan hanya terjadi pada lapisan akar rumput,  tetapi juga pada kalangan elit negeri. Berbagai istilah baru bermunculan mewarnai   pertuturan dan atau perwacanaan politik yang kemudian  memicu kegaduhan. Misalnya, terhadap  istilah 'dinasti politik' dan 'drama politik'.

Istilah 'dinasti politik' kali pertama dimunculkan kubu para seteru Presiden Jokowi. Istilah tersebut dinisbatkan kepadanya usai gagal mewujudkan syahwat politiknya menjabat tiga periode. Kemudian Jokowi  dengan menghalalkan segala cara berupaya menyokong anak-menantunya mengintensifkan perannya  di dunia politik.

Hanya dalam hitungan hari,  Kaesang Pangarep (putra bungsu), yang notabene  sama sekali tidak punya pengalaman terjun di dunia politik praktis, berhasil didudukkan sebagai Ketua umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Entah apa alasannya, PSI  yang kerap mengklaim partainya anak muda idealis tiba-tiba bertindak oportunistis. Mereka memberi karpet merah kepada Kaesang sang pebisnis pisang. Publik pun bertanya, berapa rupiah uang yang digelontorkan Kaesang. Karena  hanya dalam hitungan pekan,  balihonya bersama sang ayah tercinta bertebaran  di seantero negeri. 

Sedangkan Gibran Rakabuming Raka (anak sulung dan saat ini masih menjabat Walikota Solo), lewat 'rekayasa hukum' Anwar Usman (adik ipar Jokowi), yang saat itu menjabat ketua MK, akhirnya bisa mengantarkan Gibran menjadi Cawapresnya Prabowo Subianto. Sedangkan sang menantu, Bobby Nasution yang kini menjabat Walikota Medan, akan didorong sebagai Cagub Sumatra Utara  pada  Pilkada serentak yang akan digelar pada akhir 2024.

Adapun istilah 'drama politik' berawal dari pernyataan Jokowi saat dirinya berpidato pada perayaan HUT Ke-59 Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Senin (6/11/2023). Saat itu Jokowi menengarai bahwa sekarang terlalu banyak drama sinetron yang mewarnai persiapan Pilpres 2024. Padahal menurut Jokowi, Pilpres mestinya diisi dengan gagasan dan ide, dan bukan bukan pertarungan perasaan. Sayangnya Jokowi tidak memberikan penjelasan rinci dan contoh ihwal 'drama politik' yang dimaksudkan. Akibatnya publik pun harus membuat tafsiran sendiri-sendiri.

Terlepas dari muasal lahirnya  istilah "dinasti politik" dan "drama politik" dengan pemaknaan  sebagaimana telah diuraikan, jika ditinjau dari sudut bahasa keduanya telah salah kaprah tidak tepat. Karena pemaknaan seperti itu istilah yang tepat adalah "politik dinasti" dan "politik drama". Agar lebih jelas berikut pembahasannya.

Dinasti Politik dan Politik Dinasti

Terminologi "Dinasti politik" lazim digunakan untuk  merujuk pada kelompok atau keluarga yang memiliki dominasi atau pengaruh yang berkelanjutan dalam dunia politik. Ini bisa berarti adanya suksesi dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya dalam jabatan politik atau posisi kekuasaan.  Manakala sekelompok individu dari satu keluarga secara berurutan menempati jabatan politik tertentu (misalnya, presiden, gubernur, atau anggota legislatif, maka istilah untuk menamakan fenomena tersebut dapat adalah "dinasti politik." Dengan demikian dinasti politik bukan hanya monopoli negara yang menganut sistem kerajaan atau monarki saja. Meskipun suatu negara  secara resmi adalah republik, akan tetapi manakala kepala negara atau presidennya berasal dari keluarga atau trah tertentu yang dapat dianggap sebagai dinasti politik.

Contoh sejumlah dinasti politik misalnya keluarga Gandhi di India. Setelah Jawaharlal Nehru, dilanjut oleh Indira Gandhi, Rajiv Gandhi, Sonia Gandhi, dan Rahul Gandhi. Di Korea Utara ada dinasti keluarga Kim. Setelah Kim Il-sung selaku pendiri negara tersebut, kepemimpinannya diestafetkan kepada anak cucunya Kim Jong-il dan Kim Jong-un. Di Pakistan ada trah "Bhutto", sedangkan di Philippina ada trah "Aquino" dan "Marcos".  Di  Indonesia,  dinasti politik saat ini telah ada. Misalnya, keluarga Soekarno dan keluarga Soeharto. Kemudian ada yang sedang berupaya mewujudkanya. Misalnya keluarga Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo sedang berusaha menciptakan dinasti politiknya masing-masing.

Adapun "politik dinasti" merujuk pada situasi di mana struktur politik suatu wilayah atau negara diwarnai oleh pengaruh yang signifikan dari satu keluarga atau kelompok keluarga. Contohnya, jika suatu wilayah atau negara memiliki kecenderungan untuk memberikan kekuasaan atau jabatan tertentu kepada keluarga-keluarga tertentu secara berurutan, maka situasi tersebut dapat disebut sebagai "politik dinasti."

Beberapa aspek yang terkait dengan praktik politik untuk mewujudkan dinasti dilakukan lewat pemberian Kepemimpinan kepada Keluarga. Anggota keluarga yang berkuasa cenderung mendukung dan mempromosikan anggota keluarga lainnya untuk mengisi posisi kunci dalam pemerintahan atau partai politik. Selanjutnya upaya pengaturan suksesi sebagai penerus kepemimpinan, baik melalui pemilihan, penunjukan, atau bentuk suksesi lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun