Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berita Buruk, Hoaks serta Konten Negatif dan Pengaruhnya terhadap Pikiran

3 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 3 Desember 2023   12:05 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era digital saat ini, media sosial merupakan salah satu media dan sumber informasi yang banyak digunakan masyarakat.  Menurut laporan terbaru dari situs We Are Social dan Hootsuite, jumlah pengguna media sosial di seluruh dunia pada Januari 2023 mencapai 4,76 miliar. Angka ini setara dengan 59,4% dari total populasi dunia saat ini.  Menurut laporan yang sama, Indonesia memiliki persentase pengguna media sosial yang cukup tinggi, yakni 60% dari jumlah populasi atau  213 juta orang. Artinya, dari 5 penduduk Indonesia terdapat 3 pengguna media sosial.

Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga di atas, sebanyak 78,6% responden mengaku alasan utama mereka menggunakan media sosial yakni untuk membantu dalam komunikasi dan berinteraksi  sehari-hari. Kemudian sebanyak  64,3% karena teman atau orang-orang yang mereka kenal juga menggunakan media sosial yang sama. Beberapa alasan lainnya, karena media sosial merupakan sumber utama dalam menerima dan berbagi informasi, sarana memperluas lingkaran pertemanan, memperoleh ilmu baru dan pembelajaran, sebagai sumber hiburan, tempat berwirausaha dan penunjang bisnis, serta  sebagai sarana dokumentasi dan administrasi.

Meskipun demikian,  di balik manfaatnya yang luar biasa, media sosial juga ketahui dapat menjadi sarana penyebaran berita buruk (bad news), hoaks, dan berbagai konten negatif. "Berita buruk" adalah berita-berita yang mengandung informasi negatif, menakutkan, menyedihkan, atau mengejutkan yang dapat mempengaruhi suasana hati, emosi, dan kesehatan mental seseorang. "Hoaks" adalah informasi palsu yang disebarkan dengan tujuan untuk menipu, memprovokasi, atau menghasut orang lain. Sedangkan "konten negatif" adalah konten yang mengandung unsur pornografi, kekerasan, radikalisme, atau diskriminasi.

Berdasarkan hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Kominfo, jumlah total konten hoaks, disinformasi dan misinformasi pada periode Januari hingga Mei 2023 cenderung meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022. Menurut Tim AIS ditemukan 11.642 konten hoaks. Dari jumlah  tersebut kategori kesehatan paling banyak ditemukan mencapai 2.287 item hoaks. Selanjutnya, 2.111 konten hoaks kategori pemerintahan, 1.938 konten hoaks kategori penipuan, dan 1.373 konten hoaks kategori politik.

Konfilk Palestina-Israel terbaru pada awal Oktober hingga hari ini harus kita akui juga tidak lepas dari berita buruk, hoaks dan konten negatif. Sejumlah platform media sosial seperti TikTok dan YouTube telah dijadikan sarana menyiarkan berbagai peristiwa yang menyertai konflik bersenjata antara keduanya. Kedua aplikasi berbasis video dan diperkirakan memiliki 700 juta pengguna aktif di seluruh dunia tersebut, harus kita akui telah menghadirkan konflik Israel-Palestina dengan berbagai duka-nestapa yang mengaduk-aduk kemanusiaan ke layar ponsel orang-orang di seluruh dunia. Apakah semua itu benar dan nyata? Boleh jadi sebagian diantaranya hasil rekayasa sebagai bagian dari perang utrat saraf antara kedua bangsa tersebut.

Dampak Buruk

Menurut kajian neurosains, yakni  ilmu yang mempelajari sistem saraf dan otak manusia,  jika ketiga jenis residu media sosial tersebut dikonsumsi secara massif dan tanpa filter sudah barang tentu akan berdampak buruk terhadap pikiran pelakunya.  Koq bisa? Di bawah ini penjelasanya.

Berita buruk, hoaks, dan konten negatif dapat merangsang amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses rasa takut dan respons. Amigdala akan mengirimkan sinyal ke hipotalamus, bagian otak yang mengatur sistem saraf otonom dan hormon stres. Hipotalamus akan memicu pelepasan hormon adrenalin dan kortisol, yang dapat meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan gula darah. Hormon-hormon tersebut dapat membantu manusia ketika menghadapi situasi yang berbahaya atau mengancam. Akan tetapi manakala hormon-hormon tersebut terus-menerus dilepaskan, dapat menyebabkan stres kronis, yang pada giliranya dapat merusak dan membunuh sel-sel otak pada hipokampus, bagian otak yang berperan dalam memori dan belajar.

Selain itu, berita buruk, hoaks, dan konten negatif  juga dapat mengurangi aktivitas korteks prefrontal, bagian otak yang bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi kognitif tingkat tinggi, seperti berpikir rasional, menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, dan mengontrol impuls. Korteks prefrontal sendiri sejatinya akan dapat membantu manusia dalam mengevaluasi informasi yang mereka terima, membedakan fakta dan opini, dan menghindari bias kognitif. Namun, jika korteks prefrontal tidak berfungsi dengan baik, manusia akan dapat menjadi lebih mudah terpengaruh oleh informasi yang sesuai dengan keyakinan atau emosinya, tanpa mempertimbangkan bukti atau sumbernya. Hal ini dapat meningkatkan risiko untuk percaya atau menyebarkan berita buruk, hoaks, atau konten negative tersebut.

Selanjutnya, berita buruk, hoaks, dan konten negatif  juga dapat memengaruhi neuroplastisitas, kemampuan otak untuk bengubah dan beradaptasi sepanjang hidup. Neuroplastisitas dapat membantu manusia belajar hal-hal baru, mengembangkan keterampilan, dan memperbaiki fungsi otak yang terganggu. Namun, neuroplastisitas juga dapat membuat manusia lebih rentan terhadap pengaruh lingkungan, terutama yang berulang dan intens. Jika manusia terus-menerus menerima berita buruk, hoaks atau konten negatif, otak manusia dapat membentuk pola-pola pikir dan perilaku yang negatif, seperti pesimisme, ketakutan, marah, atau benci. Hal ini dapat mengubah fungsi dan struktur otak manusia, terutama pada bagian yang berkaitan dengan emosi, sosial, dan moral .

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berita buruk, hoaks, dan konten negatif yang marak di media sosial dapat berdampak negatif bagi kesehatan otak dan mental manusia. Oleh karena itu, kita perlu bijak dalam menggunakan media sosial, dengan cara menyaring dan memilah konten yang ingin diikuti, membatasi waktu dan frekuensi mengakses media sosial, mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya, dan menjaga keseimbangan antara kehidupan daring (online) dan luring (offline).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun