Bulan Ramadan, sebagaimana rutinitas yang dilakukan oleh masing-masing sekolah adalah kegiatan Pondok Ramadan. Dengan segala model dan teknik yang dilakukan diikuti dengan pernak-pernik yang menyertainya.Â
Sebagian sekolah menjalankan kegiatan ini, dengan cara dikelola sendiri oleh sekolah, dengan memanfaatkan tenaga-tenaga kependidikan yang memiliki concern kepada keagamaan, sebagian yang lain, cukup dengan outsourching atau alih daya pekerjaan atau tugas kepada pihak lain, penjelasan detil di sini.Â
Dengan menyerahkan pengelolaan kegiatannya kepada pesantren, bisa dengan mendatangkan tim dan manajerialnya ke sekolah, ataupun dengan memasukkan seluruh siswa ke pesantren yang dimaksud selama beberapa hari, untuk mengenalkan perikehidupan pesantren kepada para muridnya. Â
Tentu masing-masing sekolah memiliki pola masing-masing dalam menjalankan agenda rutin setiap tahun ini, sesuai dengan kondisi dan situasi sekolah masing-masing. Menyangkut ketersediaan sarana dan prasana sekolah, misalnya tenaga pendidik dan kependidikan, anggaran serta dukungan orang tua wali murid. Termasuk didalamnya pengalaman-pengalaman yang dimiliki masing-masing sekolah tersebut.
Bagi penulis, yang pernah menempuh Pendidikan Guru Penggerak, model yang paling mendekati ideal dalam penyelenggaran pondok ramadan, adalah menggunakan sistem pesantren, tetapi dikelola secara mandiri oleh sekolah, dengan melibatkan seluruh potensi yang ada disekolah. Tentunya perlu memiliki referensi dalam pengelolaan ini, sebagaimana pesantren.Â
Setidaknya ada 3 pilar pengelola kegiatan pondok ramadan yang memiliki filosofi Pendidikan sekolah penggerak, yaitu : (1) Dewan Guru/Narasumber, atau motivator, (2) Pengelola Kegiatan operasinal, (3) Pembantu umum
 Dewan Guru/Narasumber atau motivator, dikesankan sebagai figure teladan, sumber inspirasi dan kesalehan yang kuat, memiliki peran dalam membuka cakrawala berfikir berkisar materi-materi pembelajaran, wawasan dan motivasi, bahkan lebih sebagai peran memantik, melecut, menginspirasi murid-murid, memotivasi dan membuka cakrawala berfikir dan bersikap, sehingga menumbuhkan jiwa semangat bagi murid untuk menjadi lebih baik.Â
Pada kenyataannya, untuk mencapai ideal peran ini, terkadang sekolah relative kesulitan untuk mendapatkan figure-figur seperti ini, maka tuntutan kolaboratif dibutuhkan, contohnya melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, para orangtua wali murid, yang memiliki kapasitas dalam bidang ini, beserta dengan  guru-guru yang sudah sampai pada kapasitas ini.Â
Kolaboratif dan pelibatan masyarakat cerdik cendekia menjadi kunci dalam poin ini. Pembelajaran kolaboratif sebagai ciri khas Pendidikan atau sekolah penggerak.
Selanjutnya pengelola kegiatan, peran ini lebih afdol diserahkan kepada organisasi siswa, semacam OSIS atau kakak tingkat. Karakteristik kakak tingkat yang jamak terjadi suka mengatur-ngatur, merupakan potensi yang bagus sebagai bentuk memberikan ruang dan peran bagi warga sekolah, dalam hal ini siswa. Pelibatan siswa dalam kegiatan juga merupakan ciri khas sekolah penggerak, memanfaatkan asset.Â
Pengelolaan kegiatan ini bisa berupa, komisi penegak disiplin, komisi Kesehatan, komisi kegiatan, komisi keamanan, komisi logistik, komisi pendamping, komisi kegiatan, komisi lomba-lomba atau kompetisi.Â
Siswa yang diberi peran-peran seperti ini relative bersemangat, tertib dan lebih tulus. Jiwa energik yang dimiliki anak muda, bersungguh-sungguh, dengan idealisme yang dijunjung tinggi, akan memberikan dampak maksimal pada terselenggaranya kegiatan dengan baik, dan berhasil.
Tidak kalah penting, dari sebuah kegaitan yaitu, dengan melibatkan tenaga-tenaga teknis yang tidak terlibat langsung pada kegiatan, namum memiliki peran vital. Seperti penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan, penerangan PLN, Sopir dan masih banyak lagi, sebagaimana peran tenaga non kependidikan jika dalam kegiatan pembelajaran reguler.Â
eran ini tidak tampak personelnya kesana-kemari meramaikan dan memeriahkan kegiatan, namun hasil kerjanya dapat dirasakan oleh seluruh kegiatan. Dibayangkan saja, jika tim teknis sanitasi tidak bekerja maksimal, air bersih telat, peserta pondok Ramadhan tentu tidak bisa menjalankan aktivitas mulai dari wudhu, mandi, memasak, dan semua kegiatan yang memerlukan air terhenti akitivitasnya, dan dimungkinkan kaegiatan menjadi terhambat atau bahkan chaos.Â
Tim teknis kebersihan lingkungan. Jika peran ini tidak dilibatkan, maka akan terjadi sampah yang menggunung, halaman akan ditumbuhi ilalang liar. Tim teknis kelistrikan dan penerangan, kita bayangkan jika dalam satu ruangan tiba-tiba listrik mati, betapa bahayanya terhadap berhasilnya kegiatan yang sedang dijalankan.
Terdeteksinya beberapa unsur-unsur asset sekolah dalam kegiatan pondok Ramadhan yang diselenggarakan oleh sekolah, dengan memanfaatkan potensi-potensi yang tersedia, merupakan ciri khas sekolah penggerak.
- Modal Manusia; Pondok Ramadhan yang diselenggarakan oleh sekolah menggerakkan berbagai peran manusia. Guru dan Kepala Sekolah, sangat concern dan risau dengan budaya dan kebiasaan religious yang semakin tergerus oleh budaya-budaya permisif, masa bodoh, dan kurang motivasi khususnya dalam meningkatka wawasan keagamaan, oleh karena itu, Guru berfikir, agar bagaimana dalam waktu yang terbatas bisa meningkatkan wawasan dan motivasi beribadah murid menjadi meningkat. Pemikiran dan latarbelakang ini kemudian dimasukkan dalam muatan kegiatan Pondok Ramadhan.
Materi-materi inti yang belum dikuasai oleh para Guru dan Kepala Sekolah, didatangkanlah para cerdik cendekia dari para dosen perguruan tinggi bidang keagamaan di Ponorogo.
Selanjutnya, eksekusi kegiatan diberikan kepada murid-murid kelas sebelas (senior) yang menjadi panitia pelaksana, yang tugasnya lebih pada pelaksanaan kegiatan terlaksana sesuai konsep atau manual acara yang sudah direncanakan dan disusun oleh Guru-Guru dan Kepala Sekolah, dan mengisi sesi-sesi kegiatan selingan, untuk memberikan nuansa yang menyenangkan, penuh tantangan dan hiburan. Termasuk didalamnya, penegak disiplin, ketertiban, keamanan dan absensi para peserta pondok Ramadhan.
Personal selanjutnya yaitu Pembantu Umum, yang secara teknis diisi oleh staf-staf sekolah yang memiliki peran, menyediakan konsumsi, sarana air bersih, pengamanan luar sekolah, kelistrikan dan penerangan, kebersihan dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Personal terakhir adalah para wali murid dan komite sekolah. Peran ini adalah peran kunci, dimana peserta Ramadhan harus mendapatkan ijin dari orangtua/wali murid. Ijin tentu saja tidak hanya membolehkan anak-anaknya mengikuti kegiatan pondok Ramadhan tetapi juga dukungan dan support anggaran kegiatan pondok Ramadhan tersebut.
Tanpa kesadaran dan memahami tujuan kegiatan, mustahil orang tua / wali murid bersedia mendukung kegiatan pondok Ramadhan tersebut. Tanpa kekompakan dan saling pengertian  dalam personal-personal ini, tentu modal manusia dalam penyelenggaraan pondok Ramadhan ini tidak bisa terlaksana dengan maksimal sesuai konsep dan tujuannya. - Modal Sosial; Pemahaman bersama para Guru atas fenomena-fenomena yang tejadi, dan kepatuhan para murid kelas sebelas untuk melaksanakan kegiatan pondok Ramadhan ini menjadi modal yang tidak kalah penting.
Terlebih lagi, pada saat meminta kesediaan para pemikir cerdik cendekia dari Perguruan Tinggi di Ponorogo menjadi anugerah terbesar dalam kegian pondok Ramadhan ini.
Komunikasi yang dibangun dan saling sinergi ini menjadi modal social yang patut diperhitungkan untuk menyukseskan tujuan dan misi pondok Ramadhan ini. - Modal fisik; Potensi asset dalam kategori ini, ruang kelas yang dimiliki cukup representative dan memadai untuk dapat disulap menjadi asrama siswa, maupun ruang pembelajaran, serta system satuan terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Fasilitas MCK yang cukup banyak, sehingga dapat menampung peserta pondok ramadan sekitar 450 siswa (400 peserta, dan 50 siswa pendamping dan guru), dengan air bersih yang cukup. Pagar keliling dengan pintu utama keluar-masuk tersentral, menjadikan keamanan kegiatan relative terjaga. - Modal Lingkungan Alam; Sekolah ini menempati sisi tepi timur kota Ponorogo, yang berarti secara transportasi dan budaya maju masih terjangkau dan dapat dirasakan, tetapi tidak didapati kebisingan sehingga mengganggu proses kegiatan. Ditambah keseimbangan lingkungan alam, pohon-pohon banyak tumbuh merata dibidang-bidang ruang terbuka, sehingga mengundang burung-burung yang bervariasi suaraya, menambah rasa keteduhan dan nuansa alam yang menyehatkan.
Udara pun relative bersih karena adanya keseimbangan antara populasi penduduk dan warga sekolah dengan pohon-pohon tananam yang hidup Bersama. Pun jua air bersih melimpah.
Suasana lingkungan ini memberikan dampak bagi peserta pondok ramadan menjadi betah dan nyaman di sekolah. - Modal Finansial; Meski wali murid berlatar belakang heterogen, namun kesadaran yang tinggi terhadap pembinaan akhlaq anak-anaknya, tidak berkeberatan dalam menanggung sebagian biaya operasional dalam penyelenggaraan pondok Ramadhan.
Pondok Ramadhan sendiri anggaran terbesar pada seksi konsumsi, dimana pondok Ramadhan identik dengan mukimnya para siswa disuatu tempat, yang tentunya diikuti dengan kebutuhan makan dan minum bagi para siswa dan panitia. Â Selama ini, jika anggaran dipaparkan secara transparan kepada orangtua siswa, menjadikan orang tua percaya, dan secara sukarela membayar iuran untuk kegiatan, apalagi pondok Ramadhan. - Modal Agama dan Budaya; Kabupaten Ponorogo, dikategorikan sebagai salah satu kota santri, dimana dengan adanya ikon pesantren bertaraf internasional yaitu Pondok Modern Gontor, yang sudah mendunia, dan masih banyak lagi pesantren-pesantren yang ada di Ponorogo. Ini menjadi sebuah karakter tersendiri bagi warga Ponorogo dan sekitarnya. Dengan kegaitan Pondok Ramadhan di sekolah, dimungkinkan memberikan pengalaman baru bagi siswa yang mungkin belum pernah merasakan perikehidupan pesantren, dan bagi yang sebelumnya pernah menempuh Pendidikan dipesantren, akan mengenang Kembali kehidupan pesantren, sehingga bisa memenuhi rasa kangen suasana pesantren.
Rasa kebersamaan, tidak ada pembedaan strata social, dalam kegiatan pondok Ramadhan menjadikan tantangan bagi siswa yang selama ini termanjakan oleh status social orang tua.
Hal tersebut juga sebagai salah satu wadah melatih orangtua, dan mengukurnya, Â seberapa kuat dan tatag (jawa : tega) melepas dominasinya terhadap anak-anaknya. Apakah anak-anak ini mengalami ketergantungan terhadap orangtua atau tidak. Apakah anak-anak ini sudah memiliki kemandirian yang lebih baik atau sebaliknya. - Modal Politik; Modal politik ini bisa dimaknai sebagai bentuk dukungan institusi struktur birokrasi maupun dukungan tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh agama maupun tokoh-tokoh social lainnya.
Pondok Ramadhan masuk dalam struktur kegiatan akademik. Ini dapat dilihat pada kalender Pendidikan yang dibuat oleh pemerintah, bidang regulator kependidikan.
Dinas Pendidikan Provisinsi Jawa Timur, jelas memasukkan pondok Ramadhan dalam kalender pendidikannya. Pada pelaksanaan dan pasca pelaksanaan pun tidak ada complain dari masyarakat dan tokoh-tokohnya menyangkut pelaksanaan Pondok Ramadhan.
Pondok Ramadhan yang memanfaatkan 7 (tujuh) asset lingkungan sekolah tersebut, layak disebut sebagai bentuk role model sekolah penggerak. Penulis berharap, program pondok Ramadhan ini menjadi kegaitan yang lebih intens tidak hanya saat moment bulan Ramadhan tetapi sering dilakukan secara berkala. Misalnya disaat ujian sekolah, ulang tahun sekolah dan hari-hari special lainnya. Guru-guru bisa menggunakan skema penilaian kolaborasi tematik.
Selain itu, Kegiatan pondok Ramadhan dan semacamnya, dapat memotong kebiasan-kebiasan negative, atau minimal mengurangi kebiasaan-kebiasaan tesebut, seperti, nongkrong-nongkrong diangkringan yang menghabiskan waktu berjam-jam, meninggalkan shalat atau molor-molor waktu shalat, tertib waktu, budaya antri, melepas kecanduan gadget dan merekatkan kebersamaan dan kerukunan.
Kegiatan Pondok Ramadhan dan semacamnya, yang rutin dan konsisten, dimungkinkan dapat merubah karakter murid-murid, menjadi lebih baik, santun, mengutamakan hal-hal baik, dan berorientasi pada percepatan target Pelajar Pancasila yaitu Pelajar dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, bernalar kritis, kreatif dan  mandiri.
Semoga !!Â
*) Kholid Hanafi, Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 1 Ponorogo, Ahad 02 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H