Mohon tunggu...
Khoiru Roja Insani
Khoiru Roja Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha produktif dalam keterbatasan

Pemuda asal Yogyakarta yang gemar ke sana-ke mari. Ajak saja pergi, pasti langsung tancap gas! Senang berdiskusi mengenai berbagai hal, senang bepergian, dan senang mengabadikan momen melalui kamera untuk diunggah di akun instagram. Ajak saja nongkrong atau bermain, pasti bisa mengenal lebih dekat lagi!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Menyikapi Orang-orang yang Menyebalkan

25 Maret 2021   15:00 Diperbarui: 3 April 2021   22:04 1931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Komunikasi antara satu manusia dengan manusia lainnya sangat diperlukan. Kita tidak bisa hidup terisolasi tanpa bertemu atau tidak membutuhkan orang lain dalam hidup kita.

Akan tetapi, manusia pun cenderung memiliki sifat --- entah sadar atau tidak --- menyebalkan di mata orang lain. Baik perkataan maupun ucapan, baik disengaja atau tidak, kita adalah orang yang menyebalkan menurut orang lain.

Manusia tercipta saling menyebalkan satu sama lain, saling menyakiti satu sama lain, dan saling menyinggung sesamanya. 

Hidup di dunia tidak ada satu tempat pun yang aman dari manusia-manusia yang menyebalkan, bahkan di tempat ibadah sekalipun. Bisa jadi, hanya surgalah satu-satunya tempat tidak ada orang-orang yang menyebalkan.

Kita harus memahami bahwa hidup di antara orang-orang yang menyebalkan adalah sebuah realitas di dalam hidup. Kita tidak bisa untuk menghindarinya, mau tidak mau kita harus hidup berdampingan dengan orang-orang tersebut, menerimanya, atau bahkan berdamai dengannya. 

Marcus Aurelius dalam Meditations yang dikutip dari Filosofi Teras karya Henry Manampiring, berkata "Mengharapkan orang jahat untuk tidak menyakiti orang lain adalah gila. Itu sama saja meminta hal yang tidak mungkin. 

Arogan sekali jika kita bisa memaklumi orang jahat dalam memperlakukan orang lain, tetapi tidak terima jika itu tertimpa pada kita. Itu kelakuan seorang tiran." 

Atau bahasa mudahnya, kita terima-terima saja jika orang-orang "menyebalkan" melakukan tindakan yang menyebalkan pada orang lain, layaknya itu adalah sebuah hal yang lumrah. Namun, tidak terima jika dirinya yang menjadi objek berikutnya dari orang-orang yang "menyebalkan."

Dalam buku Filosofi Teras, kita dianjurkan untuk selalu siap sedia bahwa kita pun akan mendapatkan perlakuan buruk oleh orang lain di mana pun dan kapan pun. 

Kita harus bisa bersikap secara bijak dalam menghadapi orang-orang yang menyebalkan. Kita harus tenang setenang saat menyikapi pengalaman buruk dari orang lain.

Secara hakekat, sikap orang lain, persepsi orang lain, sifat orang lain, dan keputusan orang lain adalah hal yang di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengontrol hal-hal yang di luar kendali kita. 

Akan tetapi, kita memiliki kendali penuh dalam menentukan sikap kita terhadap orang-orang yang menyebalkan. Kita memiliki pilihan untuk merasa terganggu atau tidak, merasa dijahati atau tidak. 

Ilustrasi orang kena marah (sumber: shutterstock/Image Factory)
Ilustrasi orang kena marah (sumber: shutterstock/Image Factory)
Pada dasarnya, perilaku orang lain tidak boleh dan seharusnya tidak bisa mengusik kebahagiaan kita. 

Sangatlah aneh jika hal-hal yang secara harfiah tidak berpengaruh terhadap hidup kita, tetapi kita merasa sebal dengan hal-hal yang sejatinya di luar kendali kita, tidak berpengaruh sama sekali pada hidup kita.

Perasaan terganggu oleh perilaku orang lain sepenuhnya ada di bawah kendali kita. Kita sendiri yang menentukan untuk mau memberi perhatian, power, atau interest terhadap orang-orang yang memang menyebalkan. 

Orang lain tidak akan pernah bisa membuat kita merasa terganggu jika kita tidak membuka jalan atau memberikan izin untuk kita merasa terganggu oleh sikap mereka.

Kadang kala, orang lain kita rasa menyebalkan bukan karena yang dilakukannya, melainkan oleh hal-hal yang tidak dilakukan. 

Misalnya, setelah kita membantu orang lain, tetapi dia tidak mengucap terima kasih, atau saat kita menyapa orang lain dan sama sekali tidak ada balasan, atau contoh lagi saat kita masuk ke sebuah ruangan dan menahankan pintu untuk orang yang ada di belakang kita, lalu orang tersebut tidak mengucap terima kasih, menengok pun tidak, langsung  menerobos saja. 

Kita harus memahami dan menanmkan dalam diri bahwa bersikap baik, ramah terhadap orang lain, dan saling membantu sudah menjadi kewajiban tiap manusia. 

Akan tetapi, respons orang lain, timbal balik yang diberikan oang lain sudah sepenuhnya di luar kendali kita, kita tidak bisa mengontrol hal-hal yang ada di luar kendali kita. 

Sungguhlah bodoh jika kita sudah berperilaku baik dan mengharapkan respons dari orang lain yang sesuai dengan harapan kita. Kita harus memahami bahwa berperilaku baik sudah menjadi kewajiban tiap manusia, tidak lebih dan tidak kurang.

Sebuah penghinaan akan benar-benar menjadi sebuah penghinaan jika ada seseorang yang menerima penghinaan tersebut adalah sebuah hinaan. Sebuah hinaan hanya akan menjadi bualan semata, jika tidak ada objek yang merasa terhina. 

Celaan dan hinaan tidak pernah benar-benar bisa melukai objeknya, kecuali memang diizinkan oleh objek itu sendiri. Epictetus dalam Enchiridion mengatakan, "Kamu tidak bisa dihina orang lain, kecuali kamu sendiri yang pertama-tama menghina dirimu sendiri."  

Jika ada orang yang dengan sengaja memprovokasi kita atau menghina kita dan kita merasa terhina untuk kemudian balas dendam, sama saja kita tidak berbeda dengan pelaku. 

Sesungguhnya, jika kita menerima hinaan dan terprovokasi, kita telah dikuasai oleh kemarahan dan kebencian, tidak ada sama sekali unsur balas dendam di dalam kemarahan. 

Marcus Aurelius dalam Meditations mengatakan, "Keramahan diciptakan untuk melawan ketidakramahan." Melawan amarah dengan keramahan memang suatau hal yang sangat sulit, bahkan mustahil. 

Namun, kita harus mengingat bahwa api akan padam dengan air, bukan dengan api lagi. Begitu juga dengan ketidakramahan atau amarah hanya bisa diperangi dengan keramahan, hati yang dingin, atau kebaikan.

Kita bisa saja mencurahkan energi kita untuk menghadapi orang-orang yang menganggu kita atau orang-orang yang menyebalkan. 

Menghabiskan waktu berjam-jam untuk memikirkan cara balas dendam, menghabiskan waktu untuk mengomel atau berkeluh kesah hanya karena sikap orang lain yang kita anggap tidak enak. 

Sesungguhnya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang di luar kendali adalah sebuah pemborosan dan kesia-siaan. 

Menghabiskan waktu untuk memikirkan yang ada di luar kendali tidak akan mengubah keadaan, lebih baik kita fokus dengan hal yang memang ada di dalam kendali kita, yaitu persepsi kita, pemikiran kita, dan sikap kita untuk tidak menyikapi orang-orang yang memang tidak ada gunanya untuk kita pikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun