Mohon tunggu...
Khoirunnisa Maharani
Khoirunnisa Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Khoirunnisa Maharani, mahasiswi semester 6 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hi! Saya merupakan mahasiswi prodi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga karya tulis yang saya buat dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cyberbullying dan Tantangan Etika dalam Era Teknologi Komunikasi

8 Januari 2024   04:01 Diperbarui: 18 April 2024   15:53 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cyberbullying | Sumber Gambar: Freepik

Pelaku cyberbullying tidak sedikit yang mengalami gangguan mental dan mengakibatkan pada semakin buruknya kondisi kejiwaannya. Akibatnya untuk melampiaskan emosi akibat ketidaktenangan mentalnya, perilaku cyberbullying melampiaskannya ke media sosial. Penyebab kedua adalah rasa traumatis yang pernah dialami oleh pelaku di masa lalu. 

Kebanyakan perasaan trauma tersebut diakibatkan tindak bullying yang pernah dialaminya di masa lalu, baik secara langsung ataupun virtual di dunia maya. Rasa traumatis inilah yang mengakibatkan pelaku ingin melampiaskan amarahnya kepada orang lain dan mengharuskan orang lain untuk merasakan apa yang pernah dia rasakan. 

Penyebab ketiga yang dapat mengakibatkan cyberbullying adalah terjadinya konflik yang terjadi antara pelaku dengan korban. Konflik yang larut dan berkepanjangan mengakibatkan pelaku dengan mudah melakukan tindak cyberbullying.

Cyberbullying yang terjadi di Indonesia tentunya perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah, kepolisian, orang tua, dan sinergitas dari seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi jika berdasarkan data yang ada, Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan kasus cyberbullying tertinggi dengan pelaku mayoritas adalah tingkat usia remaja. Peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membentuk lembaga yang bertugas dalam menanggulangi tindak cyberbullying. 

Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan kepolisian Republik Indonesia dalam mengatasi kasus ini, sehingga nantinya para pelaku cyberbullying dapat dengan mudah dihukum dan akan memberi efek jera dalam diri para pelaku. Pemerintah selaku stakeholder juga dapat membuat undang-undang khusus terkait regulasi tindak cyberbullying, sehingga para pelaku cyberbullying dapat terjerat pasal-pasal apabila melakukan tindakan tersebut. Pemerintah juga dapat menggalakkan "Seminar Internet Sehat" dengan target para remaja sehingga tujuannya dapat lebih tepat sasaran.

Tidak hanya pemerintah dan kepolisian yang berperan penting, namun orang tua juga berperan penting dalam meminimalisir terjadinya kasus cyberbullying. Orang tua sebagai agen sosialisasi yang pertama dan utama bagi para anak-anaknya, dapat dengan tegas memantau segala aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya. Khususnya ketika anak-anak mereka sedang melakukan penggunaan media sosial. 

Para orang tua juga dapat membatasi penggunaan media sosial dan gadget bagi anak-anaknya, khususnya bagi anak-anak yang masih di bawah umur. Media sosial dan gadget tentunya dapat memberi pengaruh negatif khususnya dalam tumbuh kembang anak. Hal ini dikarenakan media sosial dan gadget dapat mengakibatkan kecanduan tersendiri pada anak-anak sehingga menurunnya daya konsentrasi anak khususnya dalam menyerap pembelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun