teknologi komunikasi adalah dengan mengimplementasikan penerapan platform online yaitu media sosial.Â
Perkembangan zaman yang pesat tentunya banyak menghasilkan inovasi, ide, dan gagasan baru yang dapat semakin meningkatkan efektivitas komunikasi antar manusia. Salah satu bentuk kemajuan dalam bidangKelebihan dari platform ini adalah tidak adanya batasan dalam berinteraksi sehingga para penggunanya dapat melakukan interaksi dua arah, sehingga sang penerima pesan akan lebih cepat menerima pesan yang dikirimkan oleh sang pengirim pesan. Dengan demikian, semakin cepatnya tercipta umpan balik (feedback) sehingga lebih terjalinnya pola kumunikasi yang efektif dan efisien.
Namun dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya diperlukan sebuah tata cara manusia dalam bersosialisasi untuk saling menghargai yang dikenal dengan etika. Etika merupakan aturan dalam berperilaku, norma, dan penilaian terkait hal yang baik atau buruk. Jika ditinjau secara luas, etika dapat mencakup sebuah kebiasaan yang kerap dilakukan oleh seorang individu atas lingkungan sosialnya atau dalam kehidupan bermasyarakat.
Tak hanya bersosialisasi secara langsung, etika dalam era teknologi komunikasi juga perlu diperhatikan. Etika berkomunikasi dalam penggunaan media sosial merupakan prinsip dan nilai yang melibatkan sikap bertanggung jawab, hormat, dan peduli terhadap orang lain. Terdapat lima etika berkomunikasi dalam media sosial, antara lain penggunaan bahasa yang baik, menghindari penyebaran SARA, cek kebenaran fakta, menghargai hasil karya orang lain, serta tidak mengumbar informasi pribadi.
Namun semakin majunya perkembangan zaman yang ada juga semakin meningkatkan kemungkinan terjadinya kasus cyberbullying pada platform media sosial. Definisi dari cyberbullying sendiri adalah tindakan negatif yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok tertentu berupa pengiriman pesan teks, foto, gambar, atau video ke media sosial korban yang dituju dengan maksud menghina, menyindir, melecehkan, hingga mendiskriminasi korban.Â
Berdasarkan data statistik yang ada di Indonesia, mayoritas pelaku cyberbullying adalah orang-orang dengan kategori usia remaja. Cyberbullying melalui media sosial berpengaruh sekitar 31,36 persen terhadap perkembangan emosional remaja, dengan 68,64 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.Â
Hal ini tentunya dapat dilatarbelakangi oleh sikap para remaja yang masih cenderung labil dalam menemukan jati dirinya. Kelabilan ini jugalah yang membuat para remaja cenderung tidak bisa menyaring mana hal yang bersifat positif ataupun bersifat negatif serta tidak dapat memikirkan dampak jangka panjang yang mungkin dapat dirasakan oleh korban apabila terjadinya kasus cyberbullying.
Ditinjau dari definisi cyberbullying di atas, dapat disimpulkan bahwasanya cyberbullying tentunya terjadi di platform online media sosial (dunia maya). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tindak cyberbullying juga dapat terjadi di mana saja dan kapanpun.Â
Hal ini dikarenakan tidak adanya batasan yang pasti di dunia maya sehingga para pelaku cyberbullying dapat dengan mudah melakukan aksinya tanpa harus repot-repot untuk bertemu secara tatap muka dengan sang korban.Â
Pelaku cyberbullying akan seenaknya menyerang korban. Apalagi di dunia maya sendiri pelaku cyberbullying dapat menggunakan akun yang bersifat "anonim" sehingga nama asli dari pelaku penyerangan tidak dapat diketahui oleh korban. Kemudahan dalam penggunaan mode "anonim" mengakibatkan pelaku semakin percaya diri untuk melakukan tindakannya tersebut.
Tindak cyberbullying yang terjadi di media sosial tentunya disebabkan oleh beberapa penyebab. Beberapa penyebabnya yang pertama adalah gangguan mental yang dimiliki oleh pelaku.Â