Judul buku : Buya Hamka : Memoar Perjalanan Hidup Sang Ulama
Penulis : Yanuardi Syukur dan Arlen Ara Guci
Penerbit : Tiga Serangkai
Tahun terbit : 2017
Halaman : xxxi, 208 halaman
ISBN : 978-602-0894-89-8
Kepengarangan :
Yanuardi Syukur merupakan dosen Program Studi Antropologi Sosial Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun, Ternate. Beliau telah menulis 60 buku dalam wawasan keislaman, motivasi atau pengembangan diri, fenomena Timur Tengah, biografi pemikiran tokoh dan fenomena sosial. Kepenulisan dan tulisan yang lepas pernah dimuat di 30 media cetak dan online sejak tahun 2000. Beliau memiliki banyak prestasi terutama dalam bidang kepenulisan diantaranya pada tahun 2013 menerima penghargaan nasional Pena Award kategori buku nonfiksi di Kuta Bali, Lepkhair Award sebagai penulis produktif, kemudian diundang dalam Temu Karya Sastra Islam Melayu (TKSIM) di Padang. Beliau mendapatkan Anugerah Kebahasaan kategori dosen dari Kantor Bahasa Malut. Di tahun 2015-2017 beliau menjadi salah seorang penulis buku terbitan Ditjen Kebudayaan Kemdikbud, Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia dan menjadi editor buku Islam dan Teorisme (BNPT dan ILUNI PPs UI). Beliau juga aktif dalam berbagai komunitas yang masih berhubungan dengan hobi menulisnya, terakhir beliau menjabat sebagai Ketua Forum Alumni MEP Australia-Indonesia.
Arlen Ara Guci merupakan putra berasal dari Sumatra Barat yang aktif menjadi penulis buku serta wartawan Annida. Beliau aktif menulis sejak tahun 2000 hingga saat ini, karyanya telah banyak dimuat di Annida, Tarbawi, Sabili, Ummi, Alkisah, Alia, Republika, Singgalang Ekspress, Batam Pos dan sebagainya. Selain menulis buku fiksi, beliau juga menulis buku nonfiksi diantara judulnya yaitu Buku Sakti Menulis Fiksi dan Mentari Tak Pernah Sendiri. Saat ini beliau menetap di Pekanbaru dengan kesibukan sebagai wartawan.
Sinopsis :
Buya Hamka merupaka putra terbaik bangsa, selain sebagai seorang ulama karismatik, beliau juga seorang pemikir sekaligus sastrawan. Buku-buku karyanya banyak dijadikan sebagai rujukan yang menginspirasi banyak orang. Penulis melalui studi litertaur dan kunjungan langsung ke kampung kelahiran Buya Hamka menceritakan perjalanan hidup ulama besar bangsa Indonesia mulai dari pra penjara hingga pasca penjara.
Istilah The apple never falls far from the tree. Like father like son "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" sangat cocok bagi Buya Hamka dan ayahnya. Hamka merupakan putra dari seorang ulama muda terkenal yang dikenal dengan tokoh dan pelopor dalam gerakan pembaharu (tajdid) dari kalangan muda Minangkabau setelah mereka kembali ke Makkah pada tahun 1906. Sebagaimana kita kenal bahwa Hamka seorang sastrawan, sejak muda Hamka telah aktif menulis buku, baik sebagai wartawan, pnulis, editor, maupun penerbit.
Sejak muda Hamka aktif berorganisasi dan memperkuat keterampilan dalam berpidato di depan umum, suatu hal penting yang dibutuhkan para tokoh organisasi. Kemampuannya beliau tunjukkan dengan berpidato pada Kongres ke-20 Muhammadiyah di Yogyakarta (1931). Hamka juga aktif dalam organisasi politik, pada tahun 1925 Hamka bergabung dengan Partai Politik Sarekat Islam.
Buku-buku yang ditulis oleh Hamka berbagai genre, baik nonfiksi maupun fiksi (novel dan cerpen). Setelah Orde Lama jatuh dan dilanjutkan dengan peran sebagai ulama. Tulisan-tulisannya lebih menonjolkan keulamaannya terutama ketika menjadi Ketua MUI pada tahun 1975.
Berbicara mengenai sosok Buya Hamka, kisah terkenalnya adalah pada saat beliau dipenjara pada masa penjajahan. Pada tahun 1964, Hamka dijebloskan ke penjara atas tuduhan menggelar rapat gelap di Tangerang untuk merencanakan pembunuhan terhadap Menteri Agama dan Presiden Soekarno, serta melakukan kudeta terhadap pemerintah atas sokongan dana dari Perdana Menteri Malaysia. Meskipun tuduhan itu semua tidak terbukti, namun Hamka tetap dipenjara selama 2 tahun 4 bulan. Selama mendekam di penjara ini, menjadi momen untuk menyelesaikan penulisan tafsirnya. Waktunya disibukkan dengan menulis tafsir dan beribadah kepada Allah. Karya tafsirnya berjudul Tafsir al-Azhar.
Kekurangan Buku :
Kurangnya penjelasan mengenai karya-karya Buya Hamka lainnya, karena beliau terkenal sebagai sastrawan besar. Karya yang disebutkan masih kurang, hal ini dapat meningkatkan kualitas buku ini menjadi referensi yang baik.
Kelebihan Buku :
Buku ini ditulis secara utuh, objektif, dan jujur. Menggunakan bahasa yang mengalir, komunikatif dan mudah dibaca. Pembaca seperti dibawa untuk menelusuri dinamika kehidupan Buya Hamka mulai dari masa pra penjara hingga pasca penjara. Pembaca seolah mendapatkan asupan dan nutrisi rohani yang kaya dan bergizi dari Buya Hamka. Penulis sangat mampu memotret jejak perjalanan serta perjuangan yang dilakukan dengan penyajian secara baik sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI