Tawa mereka masih terkikik di pendengaranku
Cercaan kasar terus terlontar dari mulutnya
Telunjuknya masih lurus mengarah ke mataku
Hanya manusia lemah tanpa harga diri, kiranya
Terulang lagi di hari berikutnya
Diperlakukannya aku bagai budaknya, bonekanya
Tanpa ampun aku terus di hancurkannya
Remukkan saja wajahku, begitu targetnya
Lusuh selalu melekat pada pakaianku
Terkadang darah menggambar motif di bajuku
Memar hijau dan biru seluruh wajahku
Terkoyak sudah kesabaranku
Ku tatap cermin sambil tersenyum lebar
Mengingat apa yang akan ku buat dan ku kejar
Sedikit terkekeh tawaku disertai amarah yang gusar
Menggebu gebu jiwaku serasa terbakar
Esok yang cerah dan bangkitkan semangatku
Ku ambil kotak pensilku yang berat dari besi
Ku sambut tuanku dengan senyum manisku
Menuruti keinginannya untuk terakhir kali
Lalu dengan santai aku melempar kotak pensil itu
Dengan kasar dan tepat sasaran di wajahnya
Kemudian ku lanjutkan  ke tangannya, kakinya
Rintih sakitnya sangat nyaring di telingaku
Habis jeritan dan rintihannya menyadarkanku
Sadar akan kebuasanku yang menguasai tubuhku
Jiwaku sakit dan kebodohan mendorongku
Sungguh kegilaanku yang memaksaku untuk kekejian itu