Katakan saja dia tidak tahu baca dan tulis, namun dia sangat mahir dalam matematika terlebih lagi menghitung nota belanjaan sehabis pulang dari pasar.Â
Kegiatan sehari -- harinya adalah bekerja keras untuk keluarga, namun tampaknya usahanya sangat semu dimata banyak orang, kenapa tidak? Karena dia hanya mengurus suami, anak -- anak, dan rumah. Jangan bilang "hanya" untuk pekerjaan melelahkan itu, kita sendiri tidak tahu kesulitan apa yang dialaminya ketika mencuci bajumu, membuatkanmu sarapan, bahkan menyelimutimu ketika kita ketiduran di depan televisi.Â
Jika alarm bekermu disetel jam 7 pagi, maka alarm ibu pasti disetel mundur dari jam 7 dan kita tahu itu, tujuannya agar perutmu terisi dengan energi sebelum kamu berangkat sekolah.Â
Kesibukannya tak berhenti sampai disitu, dengan perlahan dia mengambil tongkat ajaibnya dan menyulap semua bagian rumah agar tertata rapi dan bersih tanpa secuil kotoranpun yang tertinggal. Wah, terdengar seperti godmother dalam cerita Cinderella ya, tapi ini yang versi nyata.
Kegiatannya berlanjut ke kamar mandi, tapi bukan untuk mandi melainkan mengambil deterjen lalu mengaduknya dengan air dan memasukkan pakaian kotor kedalamnya.Â
Sayangnya ibuku masih menggunakan tangan dan sikat sebagai mesin cuci bajunya, dimana tenaga listrik tidak akan mampu membantunya. Jumlah pakaian kotor yang dicuci tidaklah sedikit, setiap harinya selalu saja cucian kotor itu tampak menggunung tinggi dan di angsur ke kamar mandi terkadang sampai 2 atau 3 trip.Â
Bayangkan saja betapa merah dan kasarnya nanti tangan ibundaku. Terkadang tempat jemuran pakaianpun menambah lelahnya, karena para jemuran suka menambah pekerjaan ibuku dengan putus talinyalah, roboh tiangnyalah, dan lainnya.Â
Dia tidak meminta ayahku untuk membantunya membenahi jemuran butut kami kecuali rusaknya sangat parah. Kata ibu "wes ora opo-opo, ngene ki ijek iso tak dandani dewe" begitu ucapnya sambil mengetuk -- ngetuk paku pada tiang jemuran usang kami.
Sambil menunggu pakaian disinari matahari, ibu meneguk segelas air lalu pergi ke dapur. Cukup lama terkadang ketika dia memandangi sayuran dan berpikir keras tentang apa yang akan dia masak agar keluarganya tidak mengeluh karena makanan yang kurang sedap. Dia mengupas dan memotong sayuran dengan tekun dan teliti sampai memasukkannya dalam panci, aroma harum dari masakannya sering tercium hingga keluar rumah.Â
Dia merebahkan badannya setelah berjam -- jam berolahraga mengelurkan keringat dari beberapa pekerjaan melelahkan tadi. Jam menunjukkan pukul makan siang dan kepulanganku dari sekolah. Ibu selalu menyambutku di depan pintu dengan senyumannya yang seolah -- olah tidak merasa capek sedikitpun dengan karirnya di dapur dan kamar mandi tadi.Â
Memintaku menukar baju sekolah dengan pakaian biasa lalu menemaniku makan siang, terkadang kami makan sepiring berdua dan terkadang juga aku meminta ibu menyuapiku, aku memintanya bukan karena malas menggunakan tangan untuk makan namun aku hanya ingin kembali mencicipi masa kecil yang telah lalu.