Pundak ku kurasakan teramat panas, karena sepanjang perjalanan, menggendong bungsuku, yang masih berusia sembilan bulan, tak ketinggalan si sulung ( 9 tahun) ditengah, dan ayahnya yang dengan sabar mengendarai motor kami.
Hampir 4 jam lamanya kulalui perjalanan yang melelahkan itu, bagaimana tidak Pujon - Kasembon yang biasanya kulalaui dalam waktu 1 jam saja, kali ini harus kulalui empat kali lipat lamanya.
Ditengah kemacetan itu terlintas dipikiran ku, bahwa ribuan orang ini tentu tidak semuanya memiliki tujuan yang sama. Ada yang murni ingin menikmati pawai budaya, tapi juga tak sedikit yang sedang lewat menuju tujuan, namun terjebak macet yang teramat sangat.
Sekali lagi, ini pawai budaya, di acara ini ditampilkan berbagai kesenian budaya, mulai dari seni tari, seni kuda lumping, bantengan, parade sejarah dan masih banyak lagi. Harusnya itu mampu ditonjolkan dalam acara ini, namun yang lebih tampak hanyalah kesemrawutan jalan raya, akibat semua orang ingin segera sampai pada tujuannya, termasuk aku, karena tidak semua yang terjebak macet disini adalah penonton pawai, kami adalah pengguna jalan raya, yang ingin berangkat dan sampai pada tujuan dengan lancar dan tertib.
Kulihat disisi kiri jalan kendaraan roda empat berjejer rapi, mulai dari mobil pribadi, bus antar kota, Sampai bus besar pariwisata semua berhenti dengan menyimpan lelah yang sangat tampak diraut muka sang pengendara. Mereka semua tampak berjejer rapi tidak bisa maju pun mundur lagi.
Pak polisi sibuk mencari solusi dibantu para pemuda dan kader - kader dari Pramuka juga. Namun seolah sia -sia, tak bisa membendung lajunya ratusan kendaraan yang pemiliknya sudah teramat lelah dan jengah.
Di puncak lelahku, kami sepakat untuk istirahat sejenak, demi meluruskan persendian. Kuamati jalanan itu, mataku memandang jauh " hhhhmmmm betapa panjang kemacetan ini ..." Gumamku, sambil kuarahkan kamera ponselku untuk mengabadikan perjalanan yang melelahkan ini.
Kendaraan sepeda motor begitu liar menerobos saling menyalip satu sama lain. Semua ingin menang sendiri, karena kelelahan sudah jejali masing-masing diri. Hingga dalam lelahku, aku menggerutu, " ini pawai budaya atau pawai kesemrawutan?" Tapi mau bagaimana lagi? Kami terus berlalu menuju tujuan kami, menerobos padatnya roda-roda bermesin. Hanya ingin segera sampai di rumah dan istirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H